Jumat, 03 Juli 2009

Kronologi Peristiwa Tanggal 26-27 Februari 2004 Dan 8-9 April 2004, Masalah Antara Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS Dengan Dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KG

KRONOLOGI PERISTIWA TANGGAL 26-27 FEBRUARI 2004 DAN 8-9 APRIL 2004. URUSAN/MASALAH ANTARA DR. RUDY SUTADI, SpA, MARS DENGAN DR. LUCKY AZIZA, SpPD-KGH

1. Bermula dari kekesalan Dr. Lucky Aziza, SpPD-KGH, pada hari Kamis tanggal 26 Februari 2004, terhadap temannya (Dr. Zulchair Ali, di Palembang, sesama nefrologis/ahli-ginjal) yang tadinya menjanjikan bahan untuk penelitian S3, tetapi ternyata kemudian tidak diberikan. Hal tersebut diungkapkan oleh Dr. Lucky kepada saya (Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS) pada sore harinya saat perjalanan menuju RS Pondok Indah untuk membawa anak kami (Ammar) berobat ke Dr. Karl Staa, SpA.

2. Malam harinya, sekitar pk.21, setelah saya menidurkan anak-anak, saya bekerja di komputer. Kemudian Dr. Lucky mendatangi saya dengan muka masam, dan mencela saya mengenai wawancara saya pada pagi harinya di radio. Dr. Lucky mengatakan bahwa saya kelihatan tidak tahu apa-apa mengenai autisme dan tidak baca apa-apa, karena yang dibicarakan hanya itu-itu saja. Saya (Dr. Rudy) katakan bahwa saya hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pewawancara/pembawa acara saja dan juga penelepon, dan memang yang ditanyakan hanya yang superfisial saja.

3. Tetapi Dr. Lucky tidak mau menerima/mengerti jawaban saya, kemudian merembet ke hal-hal lain, seperti misalnya Dr. Lucky katakan bahwa memang saya tidak tahu apa-apa, terlihat dari wawancara saya di majalah Gatra yang dibandingkan dengan wawancara Dr. Melly Budhiman, SpKJ (psikiater anak, menangani pasien autisme). Kemudian saya (Dr. Rudy) jawab bahwa hal tersebut tidak bisa diperbandingkan, karena wartawan Gatra mewawancarai saya mengenai penyelenggaraan Kongres Nasional Autisme Indonesia 2003 yang saya adalah Ketua Pelaksana, sedangkan Dr. Melly diwawancara mengenai autisme, ya teranglah tidak bisa diperbandingkan, kalau mau membandingkan tentunya dengan kami (Dr. Rudy dan Dr. Melly) menulis sesuatu dengan judul dan topik yang sama.

4. Tetapi kemudian Dr. Lucky marah-marah dan mencaci-maki saya, serta merembet ke hal-hal lain, seperti misalnya ”Dasar lu Kristen engga, Islam juga engga”. Penghinaan itu disebabkan karena ayah saya beragama Kristen sebelum menikah dengan ibu saya yang beragama Islam.

5. Karena saya tidak ingin pertengkaran berlanjut dan meluas, maka saya matikan komputer dan kemudian saya mengganti baju dengan piyama kemudian pergi ke kamar tidur dan berbaringan untuk tidur.

6. Namun Dr. Lucky, sambil berbaring di sebelah saya, tetap terus marah-marah dan mencaci maki saya. Tetapi tidak saya jawab / tanggapi sedikitpun. Kemudian Dr. Lucky berpura-pura merasa pusing tujuh keliling (vertigo), dan minta obat Stugeron atau Dramamine, serta minta dipanggilkan pembantu bernama Uun untuk dipijat.

7. Kemudian Dr. Lucky dipijat sambil berbaring di sebelah saya. Oleh karena saya terganggu oleh gerakan-gerakan pijat tersebut serta terasa pedih dari uap minyak tawon yang digunakan (saya tidak tahan balsem maupun minyak tawon), maka saya pindah ke ruang-keluarga/ruang-duduk untuk tidur di sofa. Saat saya hendak keluar dari kamar, Dr. Lucky bertanya ”Mau kemana Rud”, saya jawab ”Mau tidur di sofa ruang keluarga, karena tidak tahan pedih minyak tawon dan guncangan-guncangan pijatan”. Sebenarnya Dr. Lucky sendiri juga sering tidur di sofa tersebut atau tidur bersama anak-anak di kamar tidur anak-anak.

8. Sekitar 10-15 menit kemudian, Dr. Lucky bangun dan berjalan ke kamar anak-anak tidur, serta membawa mereka pindah tidur ke rumah sebelah (Jl. Sutan Syahrir No.5) yang masih sedang direnovasi.

9. Sekitar 15-30 menit kemudian, Dr. Lucky kembali ke ruang-keluarga/ruang-duduk tempat saya tidur, dan menyalakan lampu-lampu. Kemudian mengguncang-guncang saya (Dr. Rudy) sambil mengatakan ”Rud, aku tidak bisa tidur”, saya jawab ”Ya minum stesolid seperti biasanya”. Tetapi kemudian Dr. Lucky marah dan menarik selimut yang saya gunakan sambil kembali mencaci-maki. Tetapi tidak saya tanggapi/jawab. Kemudian Dr. Lucky menarik bantal yang saya gunakan dengan kuat, cepat dan kasar. Saya diam saja, sambil terus tidur. Tetapi kemudian Dr. Lucky memukuli saya. Oleh karena saya dalam keadaan berbaring maka saya tahan badan Dr. Lucky dengan kaki saya. Namun kemudian Dr. Lucky mengambil sebilah pisau yang terletak di dalam tempat kayu di lantai di bagian samping sofa sebelah kepala saya berbaring, dan kemudian akan menusuk saya. Oleh karena itu saya kemudian bangun dan menjauh dari dia. Tetapi kemudian Dr. Lucky mengambil sebilah pisau lagi, kemudian menodongkan kedua belah pisau tersebut ke arah saya sambil mengajak duel (hal ini kemudian pada malam itu juga diakui oleh Dr. Lucky ke Polisi di Polsek Menteng, dengan alasan ”Kan memang begitu seharusnya, bahwa kita harus menyediakan dua pisau kalau nantang”).

10. Tantangan duel tersebut tidak saya ladeni, kemudian saya menghindar dan berlari ke ruang perpustakaan sambil berteriak-teriak ”Tolong, tolong, itu Dr. Lucky mau nusuk saya”. Ternyata di ruang perpustakaan ada pembantu bernama Asih yang sedang berbaring/tiduran, tetapi kemudian dia langsung bangun dan berjalan ke luar.

11. Dr. Lucky kemudian menyusul saya ke ruang perpustakaan. Karena saya lihat Dr. Lucky tidak membawa pisau, maka saya diam saja. Tetapi kemudian Dr. Lucky menerjang saya dan memukuli saya (sampai kancing piyama saya terlepas, dan bagian bahu kiri dari piyama saya robek, yang kemudian baru saya sadari saat Bapak Subali dari Polsek Menteng menanyakan kenapa sobek).

12. Kemudian sambil menahan tubuh Dr. Lucky, saya kembali menghindari dia dan lari kembali ke ruang-keluarga/ruang-duduk, dan duduk di sofa. Namun kemudian Dr. Lucky kembali mendatangi saya dan mengambil botol Aqua yang berisi air es (yang ada di meja karena sebelumnya saya minum), kemudian Dr. Lucky menyiram-nyiramkan air es tersebut ke saya. Saya kemudian berdiri dan berusaha menahan siraman-siraman tersebut, namun kemudian saya terpeleset karena licin oleh sebab air yang membasahi lantai.

13. Kemudian saya berdiri dan berusaha menghindar dari Dr. Lucky dengan akan menuju ke ruang perpustakaan lagi, tetapi Dr. Lucky mengikuti saya. Saat di ruang lemari baju, saya lihat ada gelas berisi sedikit air di atas lemari es, kemudian saya ambil dan saya siramkan ke Dr. Lucky, namun Dr. Lucky sudah lebih dahulu menghindar/menjauh sekitar 4 (empat) meter sehingga tidak terkena siraman dan Dr. Lucky meledek ”ye tidak kena”. Kemudian gelas yang saya pegang, saya banting di depan saya, dan sempat bertukar-kata (saling meledek), kemudian saya menghindar dan masuk ke dalam kamar mandi dan menguncinya dari dalam.

14. Sekitar 5 menit kemudian Dr. Lucky menggedor-gedor pintu kamar mandi sambil mematikan lampu dan mengatakan kakinya luka berdarah. Tetapi saya tetap di dalam kamar mandi, karena bila saya keluar maka pertengkaran akan berlanjut. Kemudian Dr. Lucky memanggil seluruh karyawan yang ada di rumah (pembantu, supir, dan penjaga pintu), sambil terus menggedor-gedor pintu dan mengancam akan memanggil polisi. Saya berpikir, kalau ada Polisi akan lebih baik karena akan menengahi kami bila Dr. Lucky menyerang saya lagi.

15. Sekitar 15 menit kemudian saya dengar Polisi datang, kemudian saya keluar dari kamar mandi atas permintaan Polisi. Tetapi kemudian Dr. Lucky kembali marah-marah dan mencaci-maki saya dan berusaha menyerang saya, tetapi berhasil dicegah oleh Polisi dan kami (Dr. Lucky dan Dr. Rudy) dipisahkan ke 2 ruang berbeda (Dr. Lucky di ruang-keluarga/ruang-duduk, saya di perpustakaan). Waktu itu Polisi yang datang bernama Bapak Latas dan Bapak Subali. Bapak Latas melakukan penyitaan terhadap pecahan-pecahan gelas yang ada di lantai. Waktu itu saya meminta kepada Bapak Latas untuk juga menyita pisau yang digunakan oleh Dr. Lucky untuk mencoba menusuk saya dan juga untuk mengajak duel. Saat itu pisau-pisau tersebut diambil oleh Bapak Latas, namun belakangan baru saya ketahui bahwa pisau-pisau tersebut kemudian ditinggalkan. Selain itu, waktu itu Bapak Latas juga menanyakan sebab robeknya piyama yang saya gunakan serta putusnya kancing piyama saya itu, hal-hal tersebut disebabkan penyerangan yang dilakukan oleh Dr. Lucky.

16. Kemudian Dr. Lucky melalui perantara Polisi menyuruh saya membuat surat pernyataan maaf di atas meterai, dengan ancaman kalau saya (Dr. Rudy) tidak buat, maka dia (Dr. Lucky) akan membuat Laporan Polisi. Kemudian saya buat surat pernyataan maaf tersebut.

17. Namun Dr. Lucky belum puas, dan mempertanyakan ketulusan saya membuat surat pernyataan tersebut.

18. Kemudian Dr. Lucky memaksa saya menjahit lukanya. Oleh karena secara etis kedokteran bahwa seorang dokter tidak boleh menangani suami/istri/anaknya sendiri, dan saya dalam keadaan stres/tertekan, maka saya menolak. Saya menganjurkan agar luka Dr. Lucky dijahit di klinik kami. Karena Dr. Lucky menolak, maka saya telpon mbak Eka di klinik kami untuk membawakan alat-alat untuk menjahit luka serta meminta dokter jaga datang ke rumah untuk menjahit luka Dr. Lucky.

19. Namun Dr. Lucky tetap menolak hal itu, dan melalui perantara pembantu bernama Uun, menyuruh saya menuliskan alat-alat yang diperlukan untuk menjahit luka. Oleh karena saat itu saya tidak bisa berkonsentrasi, maka saya hanya bisa menuliskan 3 alat saja. Dr. Lucky kemudian marah-marah dan berangkat ke Polsek Menteng untuk membuat Laporan Polisi dan minta dibuatkan visum.

20. Saya kemudian dibawa oleh Polisi ke Polsek Menteng. Di Polsek Menteng, Dr. Lucky melanjutkan marahnya, sambil mencaci-maki dan menghina-hina saya yang disaksikan oleh banyak Polisi yang saat itu sedang bertugas. Caci-maki dan hinaan tersebut sangat luas yang tidak ada hubungannya dengan peristiwa malam itu, dan mempermalukan saya, mencemarkan nama saya, serta bersifat pembunuhan-karakter (character-assasination). Kemudian Dr. Lucky memaksa saya membuat lagi surat pernyataan bermeterai, dengan ancaman bila tidak saya lakukan maka dia akan minta saya ditahan.

21. Untuk meredakan suasana oleh karena ribut-ribut tengah malam di Kantor Polisi, atas anjuran Polisi, maka saya terpaksa membuat surat pernyataan yang disuruh oleh Dr. Lucky, dengan konsep yang ditulis tangan oleh Dr. Lucky. Walaupun banyak hal yang tidak relevan dan janggal, seperti misalnya saya (Dr. Rudy) tidak boleh menangani pasien autisme lagi, tidak boleh mengambil S3, harus menutup Klinik Autisme (KID-Autis JMC), tidak boleh diwawancarai oleh media massa (cetak/elektronik) mengenai autisme, dlsb.

22. Selain karena saat itu saya (Dr. Rudy) di Polsek Menteng sangat merasa tertekan, Saya (Dr. Rudy) salin konsep yang dibuat oleh Dr. Lucky tersebut, kemudian saya tandatangani, dengan anggapan sesuai dengan anjuran Polisi yang bertugas saat itu, persoalan selesai sampai di situ, dan kami (Dr. Rudy dan Dr. Lucky), pulang kembali ke rumah dengan damai. Namun kemudian setelah Dr. Lucky menerima pernyataan yang saya salin dan tandatangani itu, malahan Dr. Lucky dengan diantar oleh Polisi, pergi ke RSCM untuk dijahit lukanya dan mendapat visum. Saya kira hanya akan dijahit saja lukanya. Dan saya dipulangkan oleh Polisi pada tanggal 27 Februari 2004 sekitar pukul 01.30 dini hari. Saya merasa diakali oleh Dr. Lucky.

23. Namun pada hari-hari berikutnya, Dr. Lucky sering marah-marah, padahal saya tidak berbuat apapun. Misalnya pembantu ijin pulang kampung untuk menikah, atau pembantu ijin cuti pulang kampung, maka saya yang jadi sasaran kemarahannya.

24. Kemudian juga pada hari-hari berikutnya Dr. Lucky memprovokasi saya dengan mengirimkan berbagai SMS. Mulanya saya terpancing untuk menjawabi SMS dari Dr. Lucky. Tetapi lama-lama saya bosan dan setiap ada SMS dari Dr. Lucky, langsung saya (Dr. Rudy) hapus tanpa membaca isinya. Hal tersbut (saya langsung hapus tanpa membaca isinya) saya beritahu ke Dr. Lucky melalui SMS.

25. Namun kemudian Dr. Lucky menggunakan kartu SIM telpon dengan nomor-nomor bergantian. Isinya caci-maki dan hinaan-hinaan ke saya. Mula-mula saya baca kemudian saya hapus. Tetapi kemudian tidak saya hapus, dengan harapan supaya memori telpon saya penuh sehingga SMS-SMS dari Dr. Lucky tidak dapat masuk lagi ke HP saya.

26. Pada hari Kamis tanggal 8 April 2004 sekitar jam 12 siang, saat saya pulang ke rumah, saya tidak bisa masuk ke rumah oleh karena menurut penjaga pintu (Bapak Pangat), kunci pintu dipegang oleh Dr. Lucky dan saya tidak boleh masuk. Hal ini sudah juga pernah terjadi beberapa kali.

27. Kemudian saya pergi ke sekolah anak saya (SD Islam Al Azhar Pusat, Jl. Sisingamangaraja), dengan harapan bila saya membawa anak saya maka akan dibukakan pintu. Namun tetap tidak dibukakan pintu oleh Dr. Lucky, dan melalui telpon ke supir (Bapak Darno), anak-anak disuruh diantara ke Jl. Teuku Umar No.45, Jakarta Pusat (rumah almarhum ibunya yang dulu kami tinggal di situ).

28. Oleh karena itu maka saya meloncat masuk ke rumah sebelah (Jl. Sutan Syahrir No.5) yang sedang direnovasi, kemudian membongkar gembok agar supaya anak saya bisa masuk rumah dan mobil bisa diparkir di halaman rumah. Kemudian saya (Dr. Rudy) dan anak kami (Abdul) serta anak asuh kami (Nasir) bermalam di rumah nomor 5 tersebut.

29. Esok paginya (hari Jum’at tanggal 9 April 2004), sekitar pukul 8 pagi, saya suruh Abdul (anak saya) menelpon ke rumah sebelah (nomor 6) untuk meminta baju salinan untuk Shallat Jum’at. Oleh pembantu, telpon dioper ke Dr. Lucky. Namun Dr. Lucky menjawab ke Abdul, menyuruh saya supaya membeli baju saja untuk mereka.

30. Kemudian siangnya kami (Dr. Rudy, Abdul, Nasir), pergi keluar rumah untuk makan siang di Paregu atas permintaan Abdul dan kemudian ke Sarinah Thamrin untuk membeli pakaian serta perlengkapannya, serta ke Hero Sarinah Thamrin untuk belanja snack untuk anak-anak serta air minum dan perlengkapan mandi.

31. Namun saat kami pulang sekitar pukul 16 sore, ternyata pintu penghubung antara rumah No.6 dan No.5 yang terletak di halaman belakang rumah, yang sebelumnya saya grendel (oleh karena pada hari sebelumnya sudah digembok dari arah rumah no.6 oleh Dr. Lucky), telah dibongkar pintu tersebut. Dan ternyata juga pintu kamar dibongkar dan berbagai barang telah diambil, antara lain baju-baju saya (Dr. Rudy), komputer, tas berisi uang, video-player, dekoder kabelvision, remote TV, remote AC, botol-botol air di lemari es, dan lain sebagainya.

32. Oleh karena itu, saya kembali menggrendel pintu penghubung tersebut (yang juga telah digembok dari sebelah rumah nomor 6). Karena saat saya menggrendel dengan potongan besi terdengar suara-suara, maka Dr. Lucky berteriak-teriak dari rumah nomor 6 dan mengancam akan memanggil Polisi. Kemudian saya menggergaji besi untuk memperkuat grendelan tersebut, Dr. Lucky berteriak-teriak bahwa sudah ada Polisi menunggu di luar bila saya macam-macam.

33. Oleh karena itu saya keluar dari rumah nomor 5 dan menemui Polisi yang ada (bernama Bapak Nengah) dan melaporkan mengenai pembongkaran serta pencurian barang-barang saya di rumah nomor 5 tersebut, dan memperlihatkan TKP.

34. Setelah Bapak Nengah menyaksikan TKP, Bapak Nengah menganjurkan saya ke Polsek Menteng untuk membuat laporan. Kemudian kami (Dr. Rudy, Abdul, Nasir) berjalan kaki ke Polsek Menteng.

35. Setiba di Polsek Menteng, saya (Dr. Rudy) disuruh menunggu giliran karena saat itu petugas sedang menerima laporan orang lain.

36. Saat saya menunggu, datanglah dua Anggota Polisi (yang kemudian saya ketahui bernama Bapak Yusfianto dan Bapak Roni) mendatangi saya menanyakan kunci gembok rumah nomor 6 yang menurut Dr. Lucky saya yang menggemboknya. Saya katakan bahwa yang menggembok adalah Dr. Lucky sendiri, dan saya mohon untuk bersama-sama pergi ke rumah nomor 6 tersebut untuk menanyakan ke penjaga pintu (Bapak Pangat). Kemudian kami berlima (Bapak Yusfianto, Bapak Roni, Dr. Rudy, Abdul, Nasir) berangkat ke rumah nomor 6 yang ternyata kemudian pintu gerbang sudah terbuka, dan Bapak Pangat mengakui bahwa memang gembok dia yang pasang.

37. Kemudian Bapak Yusfianto masuk ke rumah nomor 5 untuk menemui Dr. Lucky. Dan saya beserta anak-anak mengajak Bapak Roni untuk melihat TKP pembongkaran rumah nomor 5 dan pencurian barang-barang saya.

38. Setelah itu Bapak Yusfianto menyusul masuk ke rumah nomor 5.

39. Setelah itu Dr. Lucky menyusul masuk ke rumah nomor 5, sambil marah-marah dan mencaci-maki/menghina-hina saya. Oleh Bapak Yusfianto dilerai, dan dianjurkan untuk sebaiknya saya (Dr. Rudy) ke Polsek Menteng saja.

40. Saat saya (Dr. Rudy) beserta anak-anak (Abdul dan Nasir) akan berangkat ke Polsek Menteng, Dr. Lucky kembali teriak-teriak, marah-marah, dan mencaci-maki/menghina-hina saya. Dan melarang Abdul yang saat itu sudah bersama saya dan Nasir di mobil bapak Yusfianto, sambil mengatakan ”Nanti Abdul disiksa sama ibu tiri”. Oleh karena teriakan-teriakan Dr. Lucky mengundang perhatian orang-orang sekitar, yang juga ada turut berteriak-teriak, maka untuk menghindari keributan lebih jauh, Abdul dan Nasir saya turunkan dari mobil dan masuk ke rumah nomor 6, sesuai atas anjuran Bapak Yusfianto.

41. Kemudian saya bersama Bapak Yusfianto dan Bapak Roni kembali ke Polsek Menteng.

42. Dr. Lucky menyusul ke Polsek Menteng, dan melanjutkan teriak-teriak dan caci-maki serta hinaan-hinaan ke saya, disaksikan oleh banyak Polisi yang saat itu sedang bertugas.

43. Untuk selanjutnya diketahui oleh Bapak-Bapak Polisi di Polsek Menteng yang saat itu sedang bertugas/berada di Polsek Menteng.

44. Karena para Polisi telah capek dan kesal atas ulah/tingkah-laku Dr. Lucky, yang tidak jelas apa maunya dan terus bertambah permintaannya bila dituruti oleh saya (Dr. Rudy), maka salah seorang polisi di hadapan Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) menganjurkan saya agar menyerahkan kunci mobil saya dan kunci pagar rumah Jl. Sutan Syahrir No.5, sambil mengatakan akan pasang badan. Setelah saya lakukan sesuai anjuran tersebut, dan saya menjauh dari Dr. Lucky untuk duduk di salah satu kursi yang ada, juga sesuai anjuran polisi tersebut, ternyata Dr. Lucky melunak dan mendatangi Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) dan mengadakan pembicaraan di kamar kerja Kapolsek, kemudian Dr. Lucky pulang.

45. Kemudian saya diijinkan pulang oleh Polsek Menteng pada hari Sabtu tanggal 10 April 2004 sekitar pukul 01.30 pagi dini hari, dengan dijemput oleh 2 (orang) supir Dr. Lucky yaitu Bapak Madi dan Kikis, serta seorang karyawan (Bapak Samsudin).

46. Pada hari Senin, tanggal 12 April 2004, saya menerima surat dari Polsek Menteng untuk datang pada hari Rabu tanggal 14 April 2004 guna diperiksa sebagai Tersangka penganiayaan.

47. Pada hari Rabu tanggal 14 April 2004, saya (Dr. Rudy) diperiksa di Polsek Menteng, sampai selesai sekitar jam 19/20 malam dan BAP saya tandatangani. Namun saya tidak diijinkan pulang. Dan oleh Bapak Dahana (Kapolsek Menteng), saya disuruh tidur di ruang kerja beliau.

48. Pada hari Kamis pagi tanggal 15 April 2004, saya (Dr. Rudy) mengirim SMS ke Dr. Lucky, mengabarkan bahwa saya ditahan. Sekitar pukul 7.30 pagi Dr. Lucky menelpon Bapak Dahana (Kapolsek Menteng), mempertanyakan/mendiskusikan penahanan tersebut. Pada siang harinya Dr. Lucky datang ke Polsek Menteng, dengan membawa tas berisi baju, menghadap Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) sambil menangis meminta dia (Dr. Lucky) ikut ditahan. Tetapi anehnya, kedatangan Dr. Lucky sambil menyerahkan surat ke Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) yang beliau perlihatkan kepada saya dan disuruh membacanya secara cepat. Dalam surat tersebut anehnya antara lain tertulis permintaan Dr. Lucky agar saya (Dr. Rudy) ditahan. Kemudian Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) meminta saya membujuk Dr. Lucky agar supaya dia mau pulang.

49. Pada hari Kamis siang tanggal 15 April 2004, atas petunjuk Bapak Dahana (Kapolsek Menteng), saya menelpon kakak dari Dr. Lucky yang bernama Naif, agar supaya Bapak Naif menelpon Irjen Saleh Saaf yang saat itu menjabat sebagai Kepala Telematika Mabes Polri.

50. Pada hari Jum’at pagi tanggal 16 April 2004, Bapak Naif datang ke Polsek Menteng dan di kamar kerja Kapolsek Menteng, mengabarkan kepada saya dan Kapolsek Menteng bahwa pada Kamis sore tanggal 15 April 2004 telah menemui Irjen Saleh Saaf, dan Bapak Saleh Saaf akan menelpon Bapak Dahana (Kapolsek Menteng).

51. Pada hari Jum’at siang tanggal 16 April 2004, setelah shallat Jum’at, saya menerima telpon dari Bapak Irjen Saleh Saaf, memberitahu bahwa saya bisa pulang hari itu, dan diminta agar pada hari Senin tanggal 19 April 2004 pada jam 13.00 datang menghadap di kamar kerja beliau di Mabes Polri bersama Dr. Lucky.

52. Pada hari Jum’at malam tanggal 16 April 2004, saya diperbolehkan pulang, tanpa pernah dikeluarkan Surat Penangkapan, Surat Penahanan, maupun Surat Pelepasan atau Surat Penangguhan Penahanan, oleh Polsek Menteng.

53. Pada hari Senin tanggal 19 April 2004 jam 13.15, saya (Dr. Rudy) dan Dr. Lucky menghadap Bapak Irjen Saleh Saaf di Mabes Polri, Jl. Trunojoyo. Antara lain beliau mengatakan bahwa memang beliau meminta kepada Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) agar memproses laporan penganiayaan yang dilaporkan oleh Lucky. Juga dikatakan ”..... dan toh ditahannya tidak di sel, tetapi tidur di kamar kerja Kapolsek, karena Rudy kan masih terhitung saudara saya, TETAPI KAN LUCKY LEBIH SAUDARA LAGI .....”. Kami juga sempat dinasehati, antara lain supaya hidup rukun, dan sejak saat itu kemana-mana pergi berdua.

54. Tetapi oleh karena tidak jelas apa keinginan Lucky, karena pembicaraannya tidak fokus dan sering berpindah-pindah dari topik yang satu ke topik yang lain, ditambah sudah banyak tamu lain yang ingin menghadap/bertemu dengan Bapak Irjen Saleh Saaf, maka kemudian Bapak Irjen Saleh Saaf menganjurkan agar kami (Dr. Rudy dan Dr. Lucky) untuk sementara berpisah untuk saling introspeksi selama 1-2 bulan, sambil mengedipkan sebelah matanya ke saya (Dr. Rudy) yang saya tidak tahu apa maknanya. Dan saya untuk sementara diinapkan di Hotel Banian Bulevar yang terletak di Jl. Tanjung Duren Raya, Jakarta Barat, yaitu hotel milik Bapak Naif (kakak dari Dr. Lucky). Bapak Irjen Saleh Saaf sendiri yang langsung menelpon Bapak Naif untuk pengaturan menginapnya saya di situ.

55. Namun sepulang saya dari umroh pada bulan Juni 2004, saya tidak dapat masuk ke dalam rumah di Jl. Sutan Syahrir No.5 dan 6, karena dijaga oleh orang-orang yang tidak saya kenal. Dan juga tidak dapat menemui isteri saya (Dr. Lucky) dan anak-anak, karena rumah sudah dikosongkan, dan tidak diketahui kemana mereka pindah.

56. Kemudian saya ketahui bahwa istri saya (Dr. Lucky) beserta anak-anak kami pindah ke Jl. Cikajang No.13, Jakarta Selatan. Namun saya tidak bisa masuk karena tidak diijinkan dan dijaga oleh orang-orang yang tidak saya kenal. Saya juga tidak bisa mendekat ke anak-anak di sekolah karena mereka pulang-pergi diantar-jemput dan dihalangi oleh orang-orang yang tidak saya kenal.

Sementara sampai di sini.
Jakarta, 10 Oktober 2004.
Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar