Jumat, 03 Juli 2009

Tantangan Debat Pada Wirawan Adnan SH, M Assegaf SH, dan Dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH

Tantangan Debat / Konfrontasi Terbuka
Untuk Wirawan Adnan, SH, M. Assegaf, SH, dan Dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH



Assalamualaikum Wr.Wb.,

1. Sehubungan dengan surat Bapak Wirawan Adnan, SH, yang bersama-sama dengan Bapak M. Assegaf, SH merupakan kuasa dari Dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH, dengan Surat Kuasa Maret 2008.

2. Yaitu surat bernomor 51/AWA-SAA/VI/2009 tertanggal 18 Juni 2009, yang ditujukan ke Dirjen Pemasyarakatan, yang isinya sungguh sangat tendensius dan mendiskreditkan saya.

3. Maka dengan ini, saya Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS, yang merupakan korban fitnah dari isi surat tersebut, mengajukan tantangan untuk melakukan Debat / Konfrontasi Terbuka. Yang lebih baik lagi bila diliput secara luas oleh media massa cetak dan elektronik, sehingga dapat disaksikan oleh seluruh masyarakat tentang mana pihak yang benar dan mana pihak yang salah.

4. Tantangan ini saya ajukan, oleh karena telah sering sekali surat-surat fitnahan senada semacam itu dilayangkan ke berbagai pihak, dan yang terakhir adalah surat tersebut di atas.

5. Kalau memang anda sekalian adalah gentlemen/gentlewoman, maka jangan hanya berkirim surat secara sembunyi-sembunyi kesana-kemari, tapi mari kita secara terang-terangan beradu argumentasi dan beradu fakta dalam Debat Terbuka.

6. Kalau memang anda sekalian adalah pihak yang benar, maka anda sekalian tidak akan takut untuk menerima/memenuhi tantangan ini.

7. Demikian tantangan ini saya ajukan, saya tunggu jawaban anda sekalian.

8. Hanya kepada ALLAH sajalah saya bertawakkal.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jakarta, 03 Juli 2009.


Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS



********************
********************


Jakarta, 03 Juli 2009.

Kepada :
1. Yth. Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
2. Yth. Bapak Wakil Presiden H.M. Jusuf Kalla
3. Yth. Calon Presiden Ibu Megawati Soekarnoputri



Hal: Mohon Perlindungan Hukum


Dengan Hormat,

Saya, Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS, saat ini menjalani hukuman penjara selama total 13 (tiga belas) tahun sejak 10 September 2004, atas 3 (tiga) perkara yang dituduhkan oleh mantan istri saya (saat itu masih istri), yaitu Dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH yang saat ini adalah staf di FKUI/RSCM, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi, juga sebagai Sekretaris PDRI (Perempuan Demokrat Republik Indonesia).

Dengan kasusnya adalah sebagai berikut :

1. Pasal 351 dan 406 KUHP, divonis selama 2 (dua) tahun
2. Pasal 263 dan 264 KUHP, divonis selama 6 (enam) tahun
3. Pasal 372 dan 374 KUHP, divonis selama 5 (lima) tahun

Kezhaliman terhadap saya tidak berhenti pada 3 (tiga) kasus ini saja. Seharusnya pada tanggal 28 April 2009 saya sudah bisa menjalani asimilasi, tetapi terhambat karena mantan istri saya kembali melaporkan saya ke Polda Metro Jaya, sehingga saat saya masih menjalani pidana penjara di LP Cipinang Jakarta , saya kembali diperiksa oleh penyidik Polda Metro Jaya. Tidak tanggung tanggung 3 (tiga) laporan baru kembali dituduhkan kepada saya. Tiga laporan terbaru ini adalah sebagai berikut:

4. Pasal 310 dan 311 KUHP, sudah dilimpahkan ke Pihak Kejaksaan/Pengadilan (sudah P21) tentang pencemaran nama baik di Majalah Trust
5. Pasal 310 dan 311 KUHP, masih dalam proses, tentang pencemaran nama baik di suratkabar Media Indonesia
6. Pasal 277 dan 378 KUHP, masih dalam proses, penipuan asal-usul (dituduh mengaku pribumi padahal Cina)

Ironis sekali pada perkara ke-6 saya dituduh memalsukan asal-usul dimana pihak pelapor (mantan istri saya yaitu Dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH) mengatakan bahwa sebenarnya saya bukan orang pribumi (Warga Negara Indonesia asli) tetapi keturunan CINA.

Saya berharap Bapak/Ibu bisa membantu saya untuk menghentikan kezhaliman ini, menegakkan keadilan dan kebenaran dan menghentikan fitnah yang terus menerus dialamatkan kepada saya.

Bukan itu saja, selama lebih dari 5 (lima) tahun ini saya tidak pernah dipertemukan dengan kedua anak saya. Saya mohon Bapak/Ibu untuk memfasilitasi pertemuan dengan anak saya yaitu Abdul (Abdullah Prima Prakarsa Dyckyputra) dan Ammar (Muammar Amin Dyckyputra).

Oleh karena itu, saya mohon Keadilan dan Perlindungan Hukum. Untuk gambaran kasus saya, dengan surat ini saya lampirkan kronologis singkat. Saya sungguh sangat berharap bisa bertemu secara langsung dengan Bapak/Ibu, agar dapat memberi penjelasan detail permasalahannya. Untuk itu mohon sudilah kiranya berkenan menjenguk saya di LP Cipinang Jakarta. Atau jika oleh karena kesibukan Bapak/Ibu, yang sangat bisa saya maklumi, maka saya mohon sudilah kiranya dapat menerima kehadiran istri saya (yang sekarang/saat ini) untuk menghadap Bapak/Ibu, yaitu Arneliza Anwar, SE, yang bisa dihubungi pada handphone nomor 081288902000.


Hormat kami,



Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS
Istri (saat ini): Arneliza Anwar, SE. HP 081288902000


******************


KRONOLOGIS SINGKAT PERMASALAHAN
ANTARA DR. RUDY SUTADI, SpA, MARS DENGAN DR. LUCKY AZIZA BAWAZIER, SpPD-KGH



Perkara Pertama:

- 26 Agustus 2004, Dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH, dengan puluhan preman menyerbu KID-Autis (Klinik Intervensi Dini Autisme) di Jl. Otista Raya No.82, Jakarta Timur, tempat saya menangani pasien-pasien autisme.
- Semua karyawan, terapis, pasien, orangtua pasien diusir. Barang-barang diangkuti, AC-AC dicopoti.
- Kemudian saya (Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS) datang ke lokasi karena ditelpon oleh karyawan.
- Sesampainya di lokasi, saya langsung dimaki-maki, diludahi, dan dipukuli
- Saya kemudian melapor ke Polres Jakarta Timur. Tapi anehnya Dr. Lucky melapor ke Polda Metro Jaya, dan mengaku justru dirinyalah yang dianiaya, sedangkan luka-luka yang ada pada saya dikatakan karena saya terpeleset dan terkena pecahan kaca.
- Tanggal 10 September 2004 saya ditahan di Polda Metro Jaya, dengan tuduhan penganiayaan dan perusakan.
- Padahal Klinik tersebut sedang saya renovasi, tetapi direkayasa dengan dikatakan dirusak/perusakan (ruko tersebut milik kakak dari Dr. Lucky, yang disewa dengan nama Dr. Lucky)
- Saksi-saksi dari Dr. Lucky adalah para premannya. Sedangkan karyawan saya diancam agar tidak memberi kesaksian
- Di persidangan, salah satu preman membelot dari Dr. Lucky, dia katakan bahwa sebenarnyalah Dr. Rudy yang dipukuli, sedangkan Dr. Rudy sama sekali tidak memukul. Tetapi dengan mudah saja hakim mengenyampingkan kesaksian preman tersebut dengan mengatakan dalam Putusannya bahwa “Saksi tidak berkualitas karena memberi keterangan yang berbeda dengan BAP” (padahal justru kalimat putusan dari majelis hakim inilah yang bertentangan dengan KUHAP). Selain itu, preman tersebut memberi kesaksian bahwa Dr. Rudy sama sekali tidak melakukan perusakan tetapi renovasi, terbukti pada lantai dua yang sudah bagus, dan lebih bagus dari sebelum direnovasi.
- Perkara pertama ini divonis 3 tahun 8 bulan, kemudian turun menjadi 2 tahun pada putusan Mahkamah Agung.


Perkara Kedua :

- Saat saya ditahan di Polda Metro Jaya, saya di-BAP untuk laporan kedua dari Dr. Lucky.
-- Direkayasa bahwa saya menyuruh Mahdi Saleh melakukan pemalsuan buku/akte nikah, dan Dr. Lucky tidak tahu tentang adanya buku/akte nikah tersebut (direkayasa bahwa baru tahu Maret 2004), sedangkan Dr. Lucky sendiri menginginkan nikah siri yang merupakan kebiasaan di orang Arab. Padahal, Lina (adik kandung Dr. Lucky) menikah dengan KUA, padahal notabene suaminya adalah orang asing warganegara Jordania
-- Padahal lainnya :
--- Mahdi Saleh adalah orang kepercayaan Dr. Lucky
--- Mahdi Saleh yang mengurus pernikahan, penghulu dan surat-surat
--- Saya serahkan ke Mahdi Saleh semua surat ijin saya numpang menikah di Jakarta Pusat (domisili Dr. Lucky) dari domisili saya (di Jakarta Timur) dan keterangan bahwa saya belum pernah menikah
--- Buku/akte nikah disimpan oleh Dr. Lucky, tapi dikatakan baru tahu Maret 2004
--- Dr. Lucky telah menggunakan berkali-kali buku/akte nikah tersebut untuk:
• Mengurus paspor bayi pertama yang melekat pada paspor Dr. Lucky
• Membuat visa untuk perjalanan ke Amerika
• Membuat visa umroh
• Membuat akte kelahiran anak pertama dan kedua
• Membuat akte palsu anak kedua, yaitu menuakan usia supaya bisa masuk play group Al Azhar
• Dua kali menggugat cerai
- Perkara kedua ini saya divonis maksimal yaitu 6 tahun, dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung


Perkara Ketiga :

- Saya dituduh menggelapkan uang PT Jakarta Medika, yang sebenarnya hanya perusahaan pura-pura (fiktif, di atas kertas saja) sekedar untuk pengurusan ijin Rumah Sakit JMC (Jakarta Medical Center), notabene uang tersebut berasal dari rekening pribadi saya
- Saya mengambil uang dari rekening PT Jakarta Medika sebesar Rp.251juta
- Uang tersebut saya ambil karena rekening bersama kami (Dr. Rudy dan Dr. Lucky) dikosongkan dan ditutup oleh Dr. Lucky, dan dananya dialihkan ke rekening pribadi Dr. Lucky, setelah terjadi pertengkaran, sehingga saya kesulitan keuangan
- Setelah hubungan membaik, Dr. Lucky minta uang tersebut dikembalikan dan dia juga akan mengembalikan keuangan seperti semula
- Karena itu saya transfer ke rekening Dr. Lucky sebesar 100juta, dan dibelikan TV Plasma sebagai hadiah ulangtahunnya, dan Mobil Terrano sebagai hadiah lebaran.
- Total uang yang kembali ke Dr. Lucky adalah Rp.425 juta, sehingga lebih besar dari yang dituduhkan saya gelapkan (Rp.251 juta)
- Tetapi jaksa dan hakim mengenyampingkan dan tidak ingin melihat fakta tersebut
- Perkara ketiga ini saya divonis maksimal yaitu 5 tahun, dan saya tidak mengajukan banding


Laporan Keempat (10 Agustus 2005) :

- Saya dituduh melakukan penggelapan asal-usul, yaitu mengaku pribumi padahal Cina
- Digunakan pasal 227 dan 378 oleh Polda Metro Jaya, yang sama sekali tidak ada hubungannya atau tidak memenuhi unsur-unsur yang ada dalam pasal tersebut


Laporan Kelima (23 Agustus 2005) :

- Saya dituduh mencemarkan nama baik Dr. Lucky
- Pengacara saya melaporkan Dr. Lucky ke Polda Metro Jaya karena Dr. Lucky membobol rekening tabungan saya di BNI 46 dengan laporan palsu bahwa buku tabungan saya hilang
- Hal ini dimuat oleh Media Indonesia, tanpa setahu saya dan saya tidak mengenal wartawan tersebut
- Kemudian Dr. Lucky melaporkan saya melakukan pencemaran nama baiknya


Laporan Keenam (24 Maret 2008) :

- Sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (sudah P21), tidak lama lagi akan disidangkan
- Saya dituduh mencemarkan nama baik karena pemuatan kisah saya di Majalah Trust
- Isi berita antara lain: pembobolan rekening BNI milik Dr. Rudy oleh Dr. Lucky, perselingkuhan Dr. Lucky dengan supirnya (Fikri Salim alias Kiki), adanya aparat yang membekingi Dr. Lucky
- Padahal sumber berita tersebut adalah pengacara saya waktu itu, yaitu Bapak Zulhendri Hasan
- Wartawan Majalah Trust tersebut pernah datang ke LP bersama pengacara saya, tapi saya menolak pemuatan tentang perkara saya, dan saya utarakan bahwa Dr. Lucky pasti akan melaporkan saya melakukan pencemaran nama baik seperti halnya pemuatan di Media Indonesia tersebut di atas. Kemudian wartawan tersebut hanya mewawancara tentang kegiatan saya di LP Cipinang
- Waktu itu Bapak Zulhendri Hasan datang menemui saya dalam rangka membicarakan surat saya ke bapak Wiranto, yang sesuai anjuran Bapak Zulhendri setelah bertemu dan berbincang dengan Bapak Jendral (Purn) TNI-AD Wiranto, dan Bapak Letjen (Purn) TNI-AD Suaidy Marasabesi


*******************
*******************
*******************
*******************
*******************

Kronologi Masalah Tanggal 26 Agustus 2004 Antara Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS Dengan Dr, Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH

KRONOLOGI MASALAH PADA TANGGAL 26 AGUSTUS 2004 ANTARA
DR. RUDY SUTADI, SpA, MARS DENGAN DR. LUCKY AZIZA BAWAZIER, SpPD-KGH

1. Pada tanggal 26 Agustus 2004, menjelang pukul 15, saat saya (Dr. Rudy) baru saja keluar dari pintu tol Taman Mini di Jalan Jagorawi, menuju arah Cawang, saya menerima SMS dari karyawan saya bernama Lisa dan Atiek dengan menggunakan HP Nungki. SMS tersebut meenyebutkan bahwa mereka tiedak dapat melakukan terapi ke pasien-pasien Autisme karena Dr. Lucky mengusir para terapis.

2. Kemudian saya (Dr. Rudy) menelpon mereka, dan mereka mengatakan bahwa Dr. Lucky menyerbu klinik (KID-Autis = Klinik Intervensi Dini Autisme, Jl. Otto Iskandar Dinata Raya No.82, Jakarta Timur) bersama banyak orang, dan mengusir para terapis serta karyawan, pasien dan orangtua pasien, serta mengangkuti barang-barang yang ada di klinik KID-Autis. Saya (Dr. Rudy) katakan kepada Lisa bahwa saya akan datang.

3. Dalam perjalanan menunju klinik KID-Autis, saya (Dr. Rudy) berusaha menghubungi kakak dari Dr. Lucky yaitu Bapak Naif untuk memberitahukan hal seperti yang diuraikan pada nomor 1 dan 2 tersebut di atas, dan untuk meminta saran/pertimbangannya. Namun telpon ke HP-nya tidak dijawab. Saya mencoba menelpon kantornya, namun oleh karyawannya dikatakan tidak ada di kantor. Saya minta karyawan tersebut menghubungi Bap;ak Naif karena sangat penting, namun setelah beberapa menit kemudian saya telpon kembali, dikatakan bahwa belum bisa dihubungi. Kemudian saya mencoba menghubungi adik dari Dr. Lucky yang bernama Ibu Lina, namun telpon saya ke HP-nya juga tidak dijawab. Kemudian saya mengirim SMS ke Bapak Naif dan Ibu Lina, menyebutkan bahwa Dr. Lucky menyerbu klinik KID-Autis dan mengangkuti barang-barang.

4. Setibanya saya (Dr. Rudy) di depan Klinik KID-Autis, saya lihat semua karyawan saya berada di luar klinik (di pinggir jalan), dan banyak orang-orang yang tidak saya kenal (menurut karyawan saya kemudian, bahwa mereka adalah orang-orangnya Dr. Lucky). Saya juga melihat supir Dr. Lucky yang bernama Kiki, sedang mengikat meja-meja Warnet milik saya di atas kijang bak terbuka.

5. Ketika saya (Dr. Rudy) masuk ke dalam klinik, saya disambut oleh Dr. Lucky beserta sekitar 5 (lima) orang laki-laki. Dr. Lucky langsung marah-marah, mencaci-maki saya, dan berkali-kali meludahi muka saya. Yang dikatakan oleh Dr. Lucky, antara lain ”Ini tempat gue, gue yang ngontrak”, ”Dasar lu engga tahu diri, kacang lupa kulitnya”, ”Lu sakit jiwa, psikopat, harus diobatin di Kanada”, dlsb.

6. Saya (Dr. Rudy) berusaha menghindar, sehingga seperti bertukar posisi dengan Dr. Lucky dan kawan-kawannya, yaitu posisi saya menjauhi pintu masuk, dan Dr. Lucky serta kawan-kawannya lebih dekat ke pintu masuk dan membelakangi pintu masuk.

7. Dr. Lucky kemudian memerintahkan ke seorang laki-laki, ”Hedar pukul Dar!”. Tetapi Hedar tidak memukul. Kemudian Dr. Lucky mengatakan ke saya (Dr. Rudy), ”Lu yang mukul duluan!”. Tetapi tidak terjadi pukul memukul antara saya dengan Hedar, walaupun posisi saya dan Hedar berhadapan.

8. Kemudian tiba-tiba Dr. Lucky memukul bibir/mulut saya (Dr. Rudy) dengan keras, sehingga terasa darah di mulut saya. Saya melihat ada Madi (supir Dr. Lucky) dan Roy (tukang parkir) berada di dalam ruangan. Kemudian sambil menunjuk Madi dan Roy bergantian, saya mengatakan ”Saksi ya, Dr. Lucky memukul saya”. Roy terlihat mengangguk.

9. Namun Dr. Lucky memukul bibir/mulut saya (Dr. Rudy) sekali lagi dengan keras, sambil mengatakan ”Mana ada perempuan menganiaya!”.

10. Saya (Dr. Rudy) berusaha keluar dengan berjalan ke arah pintu, namun kemudian lengan kiri dan kanan saya dipegangi oleh orang-orang yang bersama Dr. Lucky, sehingga saya tidak bisa keluar, oleh karena itu kemudian saya berteriak-teriak ke arah luar, ”Panggil Polisi, Panggil Polisi, Dr. Lucky memukuli saya”. Kemudian saya melihat karyawan saya yang bernama Hendra, maka saya berteriak-teriak ”Hendra, Hendra, Panggil Polisi, Panggil Polisi Polsek Jatinegara, Dr. Lucky mukulin saya!”. Tetapi Hendra tampak diam saya, belakangan di RSCM, Hendra mengatakan bahwa dia dipengangi dan diancam oleh orang Dr. Lucky.

11. Kemudan saya (Dr. Rudy) diseret masuk dan didorong ke arah lebih ke dalam, saya menghindar ke tengah ruangan. Kemudian Dr. Lucky menunjuk HP yang ada di pinggang saya sambil berteriak ”Hedar, itu HP saya, rampas Dar!” (karena HP tersebut jenisnya sama dengan yang pernah saya berikan ke Dr. Lucky pada satu ulang tahunnya). Oleh karena itu, saya menghindar dengan menjauh lebih masuk lagi ke dalam ruangan sehingga hampir di sudut ruangan. Dan saya berusaha menelpon 108, menggunakan HP yang sebelumnya ada di saku saya, untuk menanyakan telpon Polsek Jatinegara.

12. Kemudian Dr. Lucky berteriak lagi, ”Hedar, gue engga mau dia nelpon-nelpon dari sini!”. Kemudian Dr. Lucky bersama orang-orang yang dibawanya menghampiri saya. Orang-orang tersebut seolah-olah menghalangi Dr. Lucky, namun kenyataannya melindungi Dr. Lucky dan kemudian memegangi kedua tangan/lengan kiri dan kanan saya. Saya tidak berani melawan/memberontak karena ketakutan.

13. Kemudian Dr. Lucky memukuli saya (Dr. Rudy) berkali-kali, yaitu bagian perut, dada, dan muka saya.

14. Terakhir, Dr. Lucky menjambak rambut bagian atas kepala saya dengan tangan kirinya, sehingga saya seperti merunduk (setengah membungkuk). Dan kemudian Dr. Lucky berkali-kali memukuli puncak kepala saya dengan tangan kanannya, sehingga pandangan saya gelap sehingga terjatuh (K.O.), dengan posisi seperti merangkak (bertopang pada kedua lutuh dan kedua tangan saya).

15. Kemudian Dr. Lucky mengambil bata Celcon yang berada di dekatnya dan berusaha memukulkannya ke kepala saya (Dr. Rudy), namun berhasil ditahan oleh Hedar.

16. Kemudian saya (Dr. Rudy) diangkat dan diberdirikan oleh orang-orang Dr. Lucky, dan saya lihat beberapa Polisi berseragam berdatangan (yang belakangan saya ketahui, mereka datang ke TKP karena diberitahu/didatangi oleh karyawan saya bernama Atiek ke Polsek Jatinegara) dan menghentikan penganiayaan lebih lanjut. Namun Dr. Lucky masih berusaha menghampiri saya, sambil memaki-maki saya, tetapi berhasil dicegah/dihalangi berkali-kali/terus-menerus oleh seorang anggota Polwan.

17. Kemudian seorang anggota Polisi mengajak saya (Dr. Rudy) untuk keluar. Di tengah ruangan menuju ke luar, Polisi tersebut menganjurkan saya untuk melaporkan penganiayaan. Kemudian bersama Polisi tersebut dan karyawan saya yang bernama Hendra dan Atiek, kami berangkat ke Polsek Jatinegara. Namun setibanya di halaman parkir Polsek Jatinegara, seorang teman saya bernama Maliek Bawazier, S.H., melalui HP, menganjurkan agar saya melapornya ke Polsek Jaktim. Sehingga kemudian kami berangkat meninggalkan Polsek Jatinegara, menuju Polres Jaktim yang berada di Pulomas.

18. Di tengah perjalanan (di jalan by-pass), Hendra turun dari mobil karena saya (Dr. Rudy) suruh agar dia ke Hotel Banian Bulevar di Tanjung Duren untuk mengamankan surat-surat penting yang ada di kamar hotel tempat saya menginap selama ini, karena saya kuatir Dr. Lucky juga menyerbu ke sana (oleh karena hotel tersebut milik kakak dari Dr. Lucky, yang bernama Bapak Naif).

19. Sesampai di Polres Jaktim, Polisi yang bertugas di situ menganjurkan saya untuk dibuatkan visum terlebih dahulu sebelum dibuatkan LP. Surat pengantar permintaan visum dibuat pada jam 16.00 seperti yang tercantum dalam surat tersebut. Kemudian dengan diantar petugas Polisi dari Polres Jaktim dan karyawan saya yang bernama Atiek, kami ke RSCM.

20. Di RSCM, saya (Dr. Rudy) diperiksa oleh Dr. Rofi, dan difoto menggunakan kamera digital, juga dilakukan foto Rontgen (X-Ray) pada bagian dada dan kepala. Juga diperiksa EKG (rekam jantung), dan laboratorium darah. Saya diobservasi di ruang resusitasi IGD RSCM oleh dokter jaga Bagian Penyakit Dalam dan dokter jaga Nerologi (Syaraf) karena dikuatirkan gegar otak.

21. Sekitar pukul 22, saya meninggalkan RSCM untuk kembali ke Polres Jaktim bersama anggota Polisi dari Polres Jaktim dan kakak-kakak saya yang datang menyusul ke RSCM karena telah saya kabari melalui telpon. Kemudian dibuatkan Laporan Polisi di bagian Yan Mas mengenai penganiayaan dan pengambil-alihan/penguasaan secara paksa yang dilakukan oleh Dr. Lucky dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan/Pengaduan No.Pol : 1270/K/VIII/2004/RESTRO JAKTIM, tanggal 26 Agustus 2004 jam 22.27 WIB.

22. Kemudian saya (Dr. Rudy) diantar ke lantai III untuk dibuatkan BAP. Sebelum dibuatkan BAP, saya ditanya-tanya oleh beberapa petugas yang ada di lantai III tersebut. Kemudian mereka mengajak saya ke TKP dengan menggunakan kendaraan mereka (2-3 mobil kijang), juga diikuti oleh 1 mobil kijang yang berisi kakak/saudara saya.

23. Di TKP, bergabung satu mobil petugas kepolisian yang belakangan saya ketahui bahwa itu adalah Kasat Serse Polres Jaktim bersama anggotanya.

24. Di TKP, saya (Dr. Rudy) melihat kursi-kursi milik saya berada di mobil Kijang bak terbuka, saya meminta kepada Petugas Polisi untuk menyita mobil dan kursi-kursi tersebut sebagai barang bukti.

25. Di TKP, kami bertemu dengan Dr. Lucky dan beberapa orangnya. Dr. Lucky antara lain mengatakan ”Saya sudah lapor duluan, dahi saya diketok handphone”, sambil menujuk dahinya, namun orang-orang yang berada di situ tidak melihat adanya bekas/tanda apapun di dahi Dr. Lucky.

26. Setelah terjadi percakapan selama beberapa saat, Petugas-Petugas Polisi dari Polres Jaktim kemudian keluar dari TKP, dan bersama saya menuju kembali ke Polres Jaktim.

27. Sebelum berangkat kembali ke Polres Jaktim, saya (Dr. Rudy) mengulangi permintaan kepada Petugas Polisi Pores Jaktim untuk menyita mobil Kijang bak terbuka serta kursi-kursi yang ada di atasnya. Tetapi mereka menolak, dengan mengatakan bahwa nanti bisa ditanyakan dibawa kemana.

28. Saat Petugas Polisi Polres Jaktim beserta saya akan meninggalkan lokasi, Dr. Lucky keluar dari dalam TKP, dan di depan pintu masuk berteriak ”Ayo kita perang, lu belajar hukum dari gue aja mau sok”.

29. Kemudian di Polres Jaktim, dibuat BAP.

30. Beberapa hari kemudian, saya menerima pemberitahuan dari Polres Jaktim, dengan surat tertanggal 2 September 2004, No.Pol. B/4757/IX/2004/Res.JT, yang intinya bahwa laporan saya (Dr. Rudy) telah dilimpahkan ke Dir. Reskrim Um Polda Metro Jaya. NAMUN TERNYATA KEMUDIAN DITOLAK DAN DIKEMBALIKAN KE POLRES JAKTIM. MENGAPA???

31. Kemudian saya (Dr. Rudy) mendapat Surat Panggilan dari Polda Metro Jaya dengan No.Pol. S.Pgl/9968/IX/2004/Dit.Reskrimum tertanggal 7 September 2004 untuk datang ke Unit I Sat II Harda Bangtah pada hari Kamis tanggal 9 September 2004 jam 09.30 guna didengar keterangannya sebagai Saksi dalam perkara Pengrusakan dan Penganiayaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 406 ayat (1) KUHP dan Pasal 351 ayat (1) KUHP yang terjadi pada tanggal 26 Agustus 2004 jam 16.00 di Jl. Otista No.82 Jakarta Timur yang dilaporkan oleh Dr. Lucky Aziza Bawazier dengan terlapor Rudy Sutadi.

32. Pada hari Kamis tanggal 7 September 2004 pukul 11, saya (Dr. Rudy) datang ke Unit I Sat II Harda Bangtah dan diperiksa oleh petugas Polisi oleh AKP Yan Kris Allo dan AKP Kristinatara W. Kemudian pada hari Jum’at tanggal 8 September 2004, sekitar pukul 19, saya disodorkan Surat Penangkapan dan dijadikan Tersangka, dan juga Surat Penahanan. Namun saya menolak menandatanganinya, juga menolak menandatangani Berita Acara Penolakan Penandatanganan. Namun kemudian pada sekitar pukul 24, saya dibawa ke Rumah Tahanan Polda Metro Jaya dan ditahan.

33. Pada hari Jum’at tanggal 8 September 2004, ada 10 (sepuluh) karyawan saya yang datang untuk memberi kesaksian yaitu antara lain mereka melihat bahwa saya dipegangi, dan saya dipukuli. Namun oleh penyidik, dilakukan BAP hanya terhadap 2 (dua) orang saja. Dan itupun kemudian keesokan harinya dicabut kembali oleh mereka DENGAN DIANTAR OLEH PENGACARA DR. LUCKY (ANEH! KENAPA?).

34. Kemudian pada hari Selasa tanggal 28 September 2004, saya (Dr. Rudy) mendapat Surat Perpanjangan Penahanan Nomor B-4492/D.1.4/Epp.1/09/2004 tertanggal 24 September 2004, untuk paling lama 40 (empat puluh) hari terhitung mulai tanggal 30 September 2004 sampai dengan tanggal 08 Nopember 2004 di Rutan Polda Metro Jaya.

35. Kemudian pada hari Selasa tanggal 5 Oktober 2004, saya (Dr. Rudy) dilepaskan dan dibebaskan dari Rutan Polda Metro Jaya. Saya keluar dari Rutan pada jam 23.35, diantar oleh seorang anggota Polisi Polda Metro Jaya bernama Budi, sampai di rumah kakak saya di Bekasi. Pelepasan/pembebasan tersebut saya ketahui ketika pada hari itu sekitar jam 16.00 saya dibon dari Rutan oleh penyidik AKP Yan Kris Allo, dan dibawa ke ruang Kanit I Sat II Harda Bangtah (Bapak Dadang). Di situ saya bertemu dengan Ibu Etty Gani, Ibu Dede, Bapak Dr. Handryn Hari Murti, dan Bapak Eddy Yahya SH (Pengacara saya). Bapak Dr. Handryn Hari Murti mengemukakan bahwa pelepasan/pembebasan saya adalah karena bantuan/budi baik dari Ibu Etty Gani dan Ibu Dede. Kemudian Dr. Handryn menganjurkan saya untuk berterimakasih kepada Ibu Etty Gani dan Ibu Dede, serta mencium tangan mereka berdua.

36. Pada hari Kamis tanggal 7 Oktober 2004, saya datang ke Polda Metro Jaya untuk memenuhi kewajiban saya sesuai Surat Wajib Lapor. Saat itu bertemu dengan penyidik AKP Yan Kris Allo, dan Kanit I Sat II Harda Bangtah (Bapak Dadang).

37. Pada hari Jum’at tanggal 8 Oktober 2004, beberapa Anggota Polisi dipimpin oleh Bapak Dadang (Kanit I Sat II Harda Bangtah) melakukan penggeladahan di rumah kakak saya di Bekasi, dengan alasan mencari saya (Dr. Rudy) untuk dibawa ke Kejaksaan karena berkas sudah P21. Namun tidak menemukan saya karena saya menginap di tempat lain. Padahal, baru kemarinnya (hari Kamis tanggal 7 Oktober 2004) saya menemui penyidik dan Kanit I Sat II Harda Bangtah untuk memenuhi ketentuan Wajib Lapor. Sehingga kewajiban saya untuk melaporkan diri baru akan dilaksanakan lagi pada hari Senin tanggal 11 Oktober 2004. Saya merasa diperlakukan tidak layak, seperti penjahat kambuhan dan/atau penjahat besar yang sangat membahayakan keamanan nasional dan/atau keamanan negara.



LAIN-LAIN

1. MENGAPA PELIMPAHAN LAPORAN SAYA DI POLRES JAKTIM KE POLDA METRO JAYA, DITOLAK DAN DIKEMBALIKAN KE POLRES JAKTIM???

2. Pada saat saya ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, 2 (dua) kali dilakukan sidak/razia handphone pada sel tempat saya ditahan dengan alasan bahwa ada ancaman SMS oleh saya (Dr. Rudy) ke pelapor (Dr. Lucky). Ternyata tidak ditemukan handphone, karena memang saya tidak pernah memiliki/menyimpan handphone selama di tahanan, dan juga tidak pernah menggunakan handphone selama di tahanan. Tambahan lagi, saya tidak mengetahui nomor telpon handphone Dr. Lucky, karena sudah diganti. Dan juga telpon rumah di Jl. Sutan Syahrir No.5 dan 6, serta Jl. Cikajang No.13, sudah lama diputus oleh Dr. Lucky. Menurut sumber yang dapat dipercaya, yang datang ke Kasubag Rutan Polda Metro Jaya untuk menebarkan fitnah tersebut, adalah seorang perempuan yang kemungkinan adalah Dr. Lucky sendiri.

3. Pada malam saya akan dilepaskan itu, Dr. Lucky ditemani oleh banyak orangnya datang ke ruang Kasat Harda Bangtah (Bapak Darma), menyatakan keberatan atas dilepaskannya saya dari Rutan Polda Metro Jaya. Dan menurut Bapak Eddy Yahya (pengacara saya), Dr. Lucky menginap di ruang Kasat Harda Bangtah sampai keesokan paginya, juga membawa serta anak-anak kami.

4. Laporan Dr. Lucky adalah FITNAH BESAR dan memutarbalikkan kenyataan. SAYA (DR. RUDY) BERANI BERSUMPAH DUNIA DAN AKHIRAT, DEMI ALLAH SWT BAHWA SAYA TIDAK PERNAH MELAKUKAN PEMUKULAN TERHADAP DR. LUCKY PADA HARI KAMIS TANGGAL 26 AGUSTUS 2004 sebagaimana yang dilaporkan oleh Dr. Lucky. MALAHAN SEBALIKNYA, SAYA (DR. RUDY) YANG MENJADI KORBAN PENGANIAYAAN OLEH DR. LUCKY (sebagai bukti pada foto terlampir dari IGD RSCM), DAN SAYA WAKTU ITU DALAM KEADAAN KETAKUTAN KARENA DIPEGANGI OLEH ORANG-ORANGNYA DR. LUCKY. SAYA BERSEDIA UNTUK DILAKUKAN SUMPAH POCONG BERSAMA DENGAN DR. LUCKY DAN ORANG-ORANG YANG MEMBERIKAN KESAKSIAN PALSU. Saya juga tidak melakukan perusakan, tetapi yang saya lakukan adalah renovasi pada lantai I sesuai kebutuhan. Nota bene, pemilik tidak keberatan saya lakukan renovasi, dan pada tahun 1999 saya telah melakukan renovasi total pada lantai I, II, dan III. Anehnya, yang melaporkan perusakan justru adalah istri saya, bukannya pemilik. Pemilik adalah kakak dari istri saya (Dr. Lucky), yang menandatangani kontrak adalah istri saya (Pada kontrak atau pembelian tanah/bangunan, cukup istri saja atau suami saja. Lain halnya bila menjual, harus ditandatangani oleh suami-istri keduanya). Bangunan tersebut sebagian sangat kecil digunakan untuk Klinik Dokter 24 Jam yang dikelola oleh kami berdua sebelumnya, dan sebagian besar adalah Klinik Autisme yang dikelola oleh saya (Dr. Rudy) sendiri. Dan nota bene, bagian yang saya (Dr. Rudy) renovasi adalah bagian Klinik Autisme.

5. Saya (Dr. Rudy) bukan penjahat, tetapi diperlakukan sebagai mana layaknya penjahat. Saya tidak patut ditahan, karena saya tidak akan melarikan diri, saya tidak akan menghilangkan barang bukti (karena saya tidak pernah melakukan pemukulan/penganiayaan), saya tidak akan dikuatirkan mengulangi perbuatan (karena saya memang tidak pernah melakukan pemukulan/penganiayaan).

6. Mungkinkah ini semua penuh dengan rekayasa dan konspirasi? Apakah ini juga dimungkinkan karena adanya Pati Polri berbintang 2 (dua) di luar Polda Metro Jaya yang turut berperan?

7. Saya sangat kecewa dengan pengacara saya sebelumnya yaitu Bapak Eddy Yahya, SH, dan Ibu Jeni Limbong Allo, SH, dari Kantor Advokad & Pengacara ”JLA & Partners”. Karena mereka tidak pernah mendiskusikan dengan saya mengenai masalah saya, temuan-temuan yang didapat, rencana/strategi dan antisipasinya, serta laporan perkembangan yang terjadi. Selama saya dalam Rutan Polda Metro Jaya, mereka tidak pernah sekalipun mendatangi saya untuk melakukan hal-hal tersebut. Sebagai analoginya, saya seperti pasien yang dirawat di rumah sakit, tetapi tidak pernah dijenguk/didatangi/divisit oleh dokter yang katanya merawat saya. Saya hanya seringnya bertemu dengan Ibu Jeni saat dilakukan BAP/BAP lanjutan. Kalau saya bertanya kepada Ibu Jeni, hanya dikatakan bahwa pertemuan dengan tim pengacara Dr. Lucky hasilnya positif, mereka mau damai. Kalau saya bertanya kepada Bapak Eddy, hanya dijawab dengan ”Ha’?” atau ”He’?” saja, tetapi tidak ada jawaban keluar. Setelah pada hari Senin siang tanggal 4 Oktober 2004, kakak-kakak saya mendatangi kantor Ibu Jeni dan mendesakkan berbagai pertanyaan, barulah pada hari Selasa pagi tanggal 5 Oktober 2004, Ibu Jeni datang ke Rutan Polda Metro Jaya, menemui saya sambil menyodorkan proposal perdamaian. Saya kemukakan kekecewaan saya, bahwa masakan pertemuan sudah 2 (dua) kali tetapi kalau ditanya apa hasil pertemuannya, hanya dikatakan positif mau damai saja, tanpa ada kelanjutannya. Ternyata bahwa pengacara saja sudah ”menyeberang” dan turut ”bermain”.

8. Kejadian yang menimpa saya ini, yaitu difitnah (dengan rekayasa dan konspirasi?) sehingga ditahan di Rutan Polda Metro Jaya selama 25 hari (terhitung dari tanggal 10 September 2004 hingga tanggal 5 Oktober 2004), kemudian dicari-cari oleh Polisi pada hari Jum’at tanggal 8 Oktober 2004, telah menodai saya (Dr. Rudy) dan menyebabkan saya merasa tertekan.

9. Saya (Dr. Rudy) adalah orang yang taat hukum, namun saya tidak bersedia difitnah dan diperlakukan tidak adil. Saya akan mencari keadilan ke manapun, baik ke Komnas HAM maupun ke berbagai saluran-saluran lainnya yang memungkinkan.

10. Hal lain yang aneh, pada setiap kehadiran saya di Polda Metro Jaya untuk menemui penyidik, baik pada saat beberapa kali BAP, pada hari saya akan dilepaskan/dibebaskan dari Rutan Polda Metro Jaya, dan pada hari Wajib Lapor, selalu saja terdapat beberapa orang Dr. Lucky yang membayang-bayangi saya (Dr. Rudy). Dari mana mereka mengetahui hari dan jam tersebut?

11. Ini sebenarnya lebih sebagai urusan rumah tangga yang tidak akan mencuat, membesar, melebar dan membesar, bila tidak ada campur-tangan pihak-pihak lain yang memungkinkan rekayasa/fitnah ini terjadi.

12. Seluruh asset yaitu uang, tanah, bangunan/rumah (yang dikontrak maupun dibeli), 40 klinik dan 1 rumah sakit (JMC = Jakarta Medical Center), dlsb, semuanya atas nama istri saya (Dr. Lucky) dan dikuasai oleh istri saya. Juga termasuk anak-anak dalam penguasaan istri saya (Dr. Lucky). Oleh karena itu, SAYA TIDAK TAHU APA MAUNYA LAGI DR. LUCKY ? Mungkinkah seperti yang pernah diutarakannya bahwa ”Rudy datang pake kolor, keluar juga pake kolor”. Padahal semua harta yang ada adalah usaha kami berdua, yang dimulai dari usaha bersama membuka Klinik 24 Jam di Jl. Radio Dalam Raya No.12, Jakarta Selatan, dengan modal bersama, kemudian berkembang pesat hingga yang dimiliki saat ini.


Jakarta, 10 Oktober 2004.




Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS

Kronologi Masalah Tanggal 26 Agustus 2004 Antara Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS Dengan Dr, Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH

KRONOLOGI MASALAH PADA TANGGAL 26 AGUSTUS 2004 ANTARA
DR. RUDY SUTADI, SpA, MARS DENGAN DR. LUCKY AZIZA BAWAZIER, SpPD-KGH

1. Pada tanggal 26 Agustus 2004, menjelang pukul 15, saat saya (Dr. Rudy) baru saja keluar dari pintu tol Taman Mini di Jalan Jagorawi, menuju arah Cawang, saya menerima SMS dari karyawan saya bernama Lisa dan Atiek dengan menggunakan HP Nungki. SMS tersebut meenyebutkan bahwa mereka tiedak dapat melakukan terapi ke pasien-pasien Autisme karena Dr. Lucky mengusir para terapis.

2. Kemudian saya (Dr. Rudy) menelpon mereka, dan mereka mengatakan bahwa Dr. Lucky menyerbu klinik (KID-Autis = Klinik Intervensi Dini Autisme, Jl. Otto Iskandar Dinata Raya No.82, Jakarta Timur) bersama banyak orang, dan mengusir para terapis serta karyawan, pasien dan orangtua pasien, serta mengangkuti barang-barang yang ada di klinik KID-Autis. Saya (Dr. Rudy) katakan kepada Lisa bahwa saya akan datang.

3. Dalam perjalanan menunju klinik KID-Autis, saya (Dr. Rudy) berusaha menghubungi kakak dari Dr. Lucky yaitu Bapak Naif untuk memberitahukan hal seperti yang diuraikan pada nomor 1 dan 2 tersebut di atas, dan untuk meminta saran/pertimbangannya. Namun telpon ke HP-nya tidak dijawab. Saya mencoba menelpon kantornya, namun oleh karyawannya dikatakan tidak ada di kantor. Saya minta karyawan tersebut menghubungi Bap;ak Naif karena sangat penting, namun setelah beberapa menit kemudian saya telpon kembali, dikatakan bahwa belum bisa dihubungi. Kemudian saya mencoba menghubungi adik dari Dr. Lucky yang bernama Ibu Lina, namun telpon saya ke HP-nya juga tidak dijawab. Kemudian saya mengirim SMS ke Bapak Naif dan Ibu Lina, menyebutkan bahwa Dr. Lucky menyerbu klinik KID-Autis dan mengangkuti barang-barang.

4. Setibanya saya (Dr. Rudy) di depan Klinik KID-Autis, saya lihat semua karyawan saya berada di luar klinik (di pinggir jalan), dan banyak orang-orang yang tidak saya kenal (menurut karyawan saya kemudian, bahwa mereka adalah orang-orangnya Dr. Lucky). Saya juga melihat supir Dr. Lucky yang bernama Kiki, sedang mengikat meja-meja Warnet milik saya di atas kijang bak terbuka.

5. Ketika saya (Dr. Rudy) masuk ke dalam klinik, saya disambut oleh Dr. Lucky beserta sekitar 5 (lima) orang laki-laki. Dr. Lucky langsung marah-marah, mencaci-maki saya, dan berkali-kali meludahi muka saya. Yang dikatakan oleh Dr. Lucky, antara lain ”Ini tempat gue, gue yang ngontrak”, ”Dasar lu engga tahu diri, kacang lupa kulitnya”, ”Lu sakit jiwa, psikopat, harus diobatin di Kanada”, dlsb.

6. Saya (Dr. Rudy) berusaha menghindar, sehingga seperti bertukar posisi dengan Dr. Lucky dan kawan-kawannya, yaitu posisi saya menjauhi pintu masuk, dan Dr. Lucky serta kawan-kawannya lebih dekat ke pintu masuk dan membelakangi pintu masuk.

7. Dr. Lucky kemudian memerintahkan ke seorang laki-laki, ”Hedar pukul Dar!”. Tetapi Hedar tidak memukul. Kemudian Dr. Lucky mengatakan ke saya (Dr. Rudy), ”Lu yang mukul duluan!”. Tetapi tidak terjadi pukul memukul antara saya dengan Hedar, walaupun posisi saya dan Hedar berhadapan.

8. Kemudian tiba-tiba Dr. Lucky memukul bibir/mulut saya (Dr. Rudy) dengan keras, sehingga terasa darah di mulut saya. Saya melihat ada Madi (supir Dr. Lucky) dan Roy (tukang parkir) berada di dalam ruangan. Kemudian sambil menunjuk Madi dan Roy bergantian, saya mengatakan ”Saksi ya, Dr. Lucky memukul saya”. Roy terlihat mengangguk.

9. Namun Dr. Lucky memukul bibir/mulut saya (Dr. Rudy) sekali lagi dengan keras, sambil mengatakan ”Mana ada perempuan menganiaya!”.

10. Saya (Dr. Rudy) berusaha keluar dengan berjalan ke arah pintu, namun kemudian lengan kiri dan kanan saya dipegangi oleh orang-orang yang bersama Dr. Lucky, sehingga saya tidak bisa keluar, oleh karena itu kemudian saya berteriak-teriak ke arah luar, ”Panggil Polisi, Panggil Polisi, Dr. Lucky memukuli saya”. Kemudian saya melihat karyawan saya yang bernama Hendra, maka saya berteriak-teriak ”Hendra, Hendra, Panggil Polisi, Panggil Polisi Polsek Jatinegara, Dr. Lucky mukulin saya!”. Tetapi Hendra tampak diam saya, belakangan di RSCM, Hendra mengatakan bahwa dia dipengangi dan diancam oleh orang Dr. Lucky.

11. Kemudan saya (Dr. Rudy) diseret masuk dan didorong ke arah lebih ke dalam, saya menghindar ke tengah ruangan. Kemudian Dr. Lucky menunjuk HP yang ada di pinggang saya sambil berteriak ”Hedar, itu HP saya, rampas Dar!” (karena HP tersebut jenisnya sama dengan yang pernah saya berikan ke Dr. Lucky pada satu ulang tahunnya). Oleh karena itu, saya menghindar dengan menjauh lebih masuk lagi ke dalam ruangan sehingga hampir di sudut ruangan. Dan saya berusaha menelpon 108, menggunakan HP yang sebelumnya ada di saku saya, untuk menanyakan telpon Polsek Jatinegara.

12. Kemudian Dr. Lucky berteriak lagi, ”Hedar, gue engga mau dia nelpon-nelpon dari sini!”. Kemudian Dr. Lucky bersama orang-orang yang dibawanya menghampiri saya. Orang-orang tersebut seolah-olah menghalangi Dr. Lucky, namun kenyataannya melindungi Dr. Lucky dan kemudian memegangi kedua tangan/lengan kiri dan kanan saya. Saya tidak berani melawan/memberontak karena ketakutan.

13. Kemudian Dr. Lucky memukuli saya (Dr. Rudy) berkali-kali, yaitu bagian perut, dada, dan muka saya.

14. Terakhir, Dr. Lucky menjambak rambut bagian atas kepala saya dengan tangan kirinya, sehingga saya seperti merunduk (setengah membungkuk). Dan kemudian Dr. Lucky berkali-kali memukuli puncak kepala saya dengan tangan kanannya, sehingga pandangan saya gelap sehingga terjatuh (K.O.), dengan posisi seperti merangkak (bertopang pada kedua lutuh dan kedua tangan saya).

15. Kemudian Dr. Lucky mengambil bata Celcon yang berada di dekatnya dan berusaha memukulkannya ke kepala saya (Dr. Rudy), namun berhasil ditahan oleh Hedar.

16. Kemudian saya (Dr. Rudy) diangkat dan diberdirikan oleh orang-orang Dr. Lucky, dan saya lihat beberapa Polisi berseragam berdatangan (yang belakangan saya ketahui, mereka datang ke TKP karena diberitahu/didatangi oleh karyawan saya bernama Atiek ke Polsek Jatinegara) dan menghentikan penganiayaan lebih lanjut. Namun Dr. Lucky masih berusaha menghampiri saya, sambil memaki-maki saya, tetapi berhasil dicegah/dihalangi berkali-kali/terus-menerus oleh seorang anggota Polwan.

17. Kemudian seorang anggota Polisi mengajak saya (Dr. Rudy) untuk keluar. Di tengah ruangan menuju ke luar, Polisi tersebut menganjurkan saya untuk melaporkan penganiayaan. Kemudian bersama Polisi tersebut dan karyawan saya yang bernama Hendra dan Atiek, kami berangkat ke Polsek Jatinegara. Namun setibanya di halaman parkir Polsek Jatinegara, seorang teman saya bernama Maliek Bawazier, S.H., melalui HP, menganjurkan agar saya melapornya ke Polsek Jaktim. Sehingga kemudian kami berangkat meninggalkan Polsek Jatinegara, menuju Polres Jaktim yang berada di Pulomas.

18. Di tengah perjalanan (di jalan by-pass), Hendra turun dari mobil karena saya (Dr. Rudy) suruh agar dia ke Hotel Banian Bulevar di Tanjung Duren untuk mengamankan surat-surat penting yang ada di kamar hotel tempat saya menginap selama ini, karena saya kuatir Dr. Lucky juga menyerbu ke sana (oleh karena hotel tersebut milik kakak dari Dr. Lucky, yang bernama Bapak Naif).

19. Sesampai di Polres Jaktim, Polisi yang bertugas di situ menganjurkan saya untuk dibuatkan visum terlebih dahulu sebelum dibuatkan LP. Surat pengantar permintaan visum dibuat pada jam 16.00 seperti yang tercantum dalam surat tersebut. Kemudian dengan diantar petugas Polisi dari Polres Jaktim dan karyawan saya yang bernama Atiek, kami ke RSCM.

20. Di RSCM, saya (Dr. Rudy) diperiksa oleh Dr. Rofi, dan difoto menggunakan kamera digital, juga dilakukan foto Rontgen (X-Ray) pada bagian dada dan kepala. Juga diperiksa EKG (rekam jantung), dan laboratorium darah. Saya diobservasi di ruang resusitasi IGD RSCM oleh dokter jaga Bagian Penyakit Dalam dan dokter jaga Nerologi (Syaraf) karena dikuatirkan gegar otak.

21. Sekitar pukul 22, saya meninggalkan RSCM untuk kembali ke Polres Jaktim bersama anggota Polisi dari Polres Jaktim dan kakak-kakak saya yang datang menyusul ke RSCM karena telah saya kabari melalui telpon. Kemudian dibuatkan Laporan Polisi di bagian Yan Mas mengenai penganiayaan dan pengambil-alihan/penguasaan secara paksa yang dilakukan oleh Dr. Lucky dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan/Pengaduan No.Pol : 1270/K/VIII/2004/RESTRO JAKTIM, tanggal 26 Agustus 2004 jam 22.27 WIB.

22. Kemudian saya (Dr. Rudy) diantar ke lantai III untuk dibuatkan BAP. Sebelum dibuatkan BAP, saya ditanya-tanya oleh beberapa petugas yang ada di lantai III tersebut. Kemudian mereka mengajak saya ke TKP dengan menggunakan kendaraan mereka (2-3 mobil kijang), juga diikuti oleh 1 mobil kijang yang berisi kakak/saudara saya.

23. Di TKP, bergabung satu mobil petugas kepolisian yang belakangan saya ketahui bahwa itu adalah Kasat Serse Polres Jaktim bersama anggotanya.

24. Di TKP, saya (Dr. Rudy) melihat kursi-kursi milik saya berada di mobil Kijang bak terbuka, saya meminta kepada Petugas Polisi untuk menyita mobil dan kursi-kursi tersebut sebagai barang bukti.

25. Di TKP, kami bertemu dengan Dr. Lucky dan beberapa orangnya. Dr. Lucky antara lain mengatakan ”Saya sudah lapor duluan, dahi saya diketok handphone”, sambil menujuk dahinya, namun orang-orang yang berada di situ tidak melihat adanya bekas/tanda apapun di dahi Dr. Lucky.

26. Setelah terjadi percakapan selama beberapa saat, Petugas-Petugas Polisi dari Polres Jaktim kemudian keluar dari TKP, dan bersama saya menuju kembali ke Polres Jaktim.

27. Sebelum berangkat kembali ke Polres Jaktim, saya (Dr. Rudy) mengulangi permintaan kepada Petugas Polisi Pores Jaktim untuk menyita mobil Kijang bak terbuka serta kursi-kursi yang ada di atasnya. Tetapi mereka menolak, dengan mengatakan bahwa nanti bisa ditanyakan dibawa kemana.

28. Saat Petugas Polisi Polres Jaktim beserta saya akan meninggalkan lokasi, Dr. Lucky keluar dari dalam TKP, dan di depan pintu masuk berteriak ”Ayo kita perang, lu belajar hukum dari gue aja mau sok”.

29. Kemudian di Polres Jaktim, dibuat BAP.

30. Beberapa hari kemudian, saya menerima pemberitahuan dari Polres Jaktim, dengan surat tertanggal 2 September 2004, No.Pol. B/4757/IX/2004/Res.JT, yang intinya bahwa laporan saya (Dr. Rudy) telah dilimpahkan ke Dir. Reskrim Um Polda Metro Jaya. NAMUN TERNYATA KEMUDIAN DITOLAK DAN DIKEMBALIKAN KE POLRES JAKTIM. MENGAPA???

31. Kemudian saya (Dr. Rudy) mendapat Surat Panggilan dari Polda Metro Jaya dengan No.Pol. S.Pgl/9968/IX/2004/Dit.Reskrimum tertanggal 7 September 2004 untuk datang ke Unit I Sat II Harda Bangtah pada hari Kamis tanggal 9 September 2004 jam 09.30 guna didengar keterangannya sebagai Saksi dalam perkara Pengrusakan dan Penganiayaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 406 ayat (1) KUHP dan Pasal 351 ayat (1) KUHP yang terjadi pada tanggal 26 Agustus 2004 jam 16.00 di Jl. Otista No.82 Jakarta Timur yang dilaporkan oleh Dr. Lucky Aziza Bawazier dengan terlapor Rudy Sutadi.

32. Pada hari Kamis tanggal 7 September 2004 pukul 11, saya (Dr. Rudy) datang ke Unit I Sat II Harda Bangtah dan diperiksa oleh petugas Polisi oleh AKP Yan Kris Allo dan AKP Kristinatara W. Kemudian pada hari Jum’at tanggal 8 September 2004, sekitar pukul 19, saya disodorkan Surat Penangkapan dan dijadikan Tersangka, dan juga Surat Penahanan. Namun saya menolak menandatanganinya, juga menolak menandatangani Berita Acara Penolakan Penandatanganan. Namun kemudian pada sekitar pukul 24, saya dibawa ke Rumah Tahanan Polda Metro Jaya dan ditahan.

33. Pada hari Jum’at tanggal 8 September 2004, ada 10 (sepuluh) karyawan saya yang datang untuk memberi kesaksian yaitu antara lain mereka melihat bahwa saya dipegangi, dan saya dipukuli. Namun oleh penyidik, dilakukan BAP hanya terhadap 2 (dua) orang saja. Dan itupun kemudian keesokan harinya dicabut kembali oleh mereka DENGAN DIANTAR OLEH PENGACARA DR. LUCKY (ANEH! KENAPA?).

34. Kemudian pada hari Selasa tanggal 28 September 2004, saya (Dr. Rudy) mendapat Surat Perpanjangan Penahanan Nomor B-4492/D.1.4/Epp.1/09/2004 tertanggal 24 September 2004, untuk paling lama 40 (empat puluh) hari terhitung mulai tanggal 30 September 2004 sampai dengan tanggal 08 Nopember 2004 di Rutan Polda Metro Jaya.

35. Kemudian pada hari Selasa tanggal 5 Oktober 2004, saya (Dr. Rudy) dilepaskan dan dibebaskan dari Rutan Polda Metro Jaya. Saya keluar dari Rutan pada jam 23.35, diantar oleh seorang anggota Polisi Polda Metro Jaya bernama Budi, sampai di rumah kakak saya di Bekasi. Pelepasan/pembebasan tersebut saya ketahui ketika pada hari itu sekitar jam 16.00 saya dibon dari Rutan oleh penyidik AKP Yan Kris Allo, dan dibawa ke ruang Kanit I Sat II Harda Bangtah (Bapak Dadang). Di situ saya bertemu dengan Ibu Etty Gani, Ibu Dede, Bapak Dr. Handryn Hari Murti, dan Bapak Eddy Yahya SH (Pengacara saya). Bapak Dr. Handryn Hari Murti mengemukakan bahwa pelepasan/pembebasan saya adalah karena bantuan/budi baik dari Ibu Etty Gani dan Ibu Dede. Kemudian Dr. Handryn menganjurkan saya untuk berterimakasih kepada Ibu Etty Gani dan Ibu Dede, serta mencium tangan mereka berdua.

36. Pada hari Kamis tanggal 7 Oktober 2004, saya datang ke Polda Metro Jaya untuk memenuhi kewajiban saya sesuai Surat Wajib Lapor. Saat itu bertemu dengan penyidik AKP Yan Kris Allo, dan Kanit I Sat II Harda Bangtah (Bapak Dadang).

37. Pada hari Jum’at tanggal 8 Oktober 2004, beberapa Anggota Polisi dipimpin oleh Bapak Dadang (Kanit I Sat II Harda Bangtah) melakukan penggeladahan di rumah kakak saya di Bekasi, dengan alasan mencari saya (Dr. Rudy) untuk dibawa ke Kejaksaan karena berkas sudah P21. Namun tidak menemukan saya karena saya menginap di tempat lain. Padahal, baru kemarinnya (hari Kamis tanggal 7 Oktober 2004) saya menemui penyidik dan Kanit I Sat II Harda Bangtah untuk memenuhi ketentuan Wajib Lapor. Sehingga kewajiban saya untuk melaporkan diri baru akan dilaksanakan lagi pada hari Senin tanggal 11 Oktober 2004. Saya merasa diperlakukan tidak layak, seperti penjahat kambuhan dan/atau penjahat besar yang sangat membahayakan keamanan nasional dan/atau keamanan negara.



LAIN-LAIN

1. MENGAPA PELIMPAHAN LAPORAN SAYA DI POLRES JAKTIM KE POLDA METRO JAYA, DITOLAK DAN DIKEMBALIKAN KE POLRES JAKTIM???

2. Pada saat saya ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, 2 (dua) kali dilakukan sidak/razia handphone pada sel tempat saya ditahan dengan alasan bahwa ada ancaman SMS oleh saya (Dr. Rudy) ke pelapor (Dr. Lucky). Ternyata tidak ditemukan handphone, karena memang saya tidak pernah memiliki/menyimpan handphone selama di tahanan, dan juga tidak pernah menggunakan handphone selama di tahanan. Tambahan lagi, saya tidak mengetahui nomor telpon handphone Dr. Lucky, karena sudah diganti. Dan juga telpon rumah di Jl. Sutan Syahrir No.5 dan 6, serta Jl. Cikajang No.13, sudah lama diputus oleh Dr. Lucky. Menurut sumber yang dapat dipercaya, yang datang ke Kasubag Rutan Polda Metro Jaya untuk menebarkan fitnah tersebut, adalah seorang perempuan yang kemungkinan adalah Dr. Lucky sendiri.

3. Pada malam saya akan dilepaskan itu, Dr. Lucky ditemani oleh banyak orangnya datang ke ruang Kasat Harda Bangtah (Bapak Darma), menyatakan keberatan atas dilepaskannya saya dari Rutan Polda Metro Jaya. Dan menurut Bapak Eddy Yahya (pengacara saya), Dr. Lucky menginap di ruang Kasat Harda Bangtah sampai keesokan paginya, juga membawa serta anak-anak kami.

4. Laporan Dr. Lucky adalah FITNAH BESAR dan memutarbalikkan kenyataan. SAYA (DR. RUDY) BERANI BERSUMPAH DUNIA DAN AKHIRAT, DEMI ALLAH SWT BAHWA SAYA TIDAK PERNAH MELAKUKAN PEMUKULAN TERHADAP DR. LUCKY PADA HARI KAMIS TANGGAL 26 AGUSTUS 2004 sebagaimana yang dilaporkan oleh Dr. Lucky. MALAHAN SEBALIKNYA, SAYA (DR. RUDY) YANG MENJADI KORBAN PENGANIAYAAN OLEH DR. LUCKY (sebagai bukti pada foto terlampir dari IGD RSCM), DAN SAYA WAKTU ITU DALAM KEADAAN KETAKUTAN KARENA DIPEGANGI OLEH ORANG-ORANGNYA DR. LUCKY. SAYA BERSEDIA UNTUK DILAKUKAN SUMPAH POCONG BERSAMA DENGAN DR. LUCKY DAN ORANG-ORANG YANG MEMBERIKAN KESAKSIAN PALSU. Saya juga tidak melakukan perusakan, tetapi yang saya lakukan adalah renovasi pada lantai I sesuai kebutuhan. Nota bene, pemilik tidak keberatan saya lakukan renovasi, dan pada tahun 1999 saya telah melakukan renovasi total pada lantai I, II, dan III. Anehnya, yang melaporkan perusakan justru adalah istri saya, bukannya pemilik. Pemilik adalah kakak dari istri saya (Dr. Lucky), yang menandatangani kontrak adalah istri saya (Pada kontrak atau pembelian tanah/bangunan, cukup istri saja atau suami saja. Lain halnya bila menjual, harus ditandatangani oleh suami-istri keduanya). Bangunan tersebut sebagian sangat kecil digunakan untuk Klinik Dokter 24 Jam yang dikelola oleh kami berdua sebelumnya, dan sebagian besar adalah Klinik Autisme yang dikelola oleh saya (Dr. Rudy) sendiri. Dan nota bene, bagian yang saya (Dr. Rudy) renovasi adalah bagian Klinik Autisme.

5. Saya (Dr. Rudy) bukan penjahat, tetapi diperlakukan sebagai mana layaknya penjahat. Saya tidak patut ditahan, karena saya tidak akan melarikan diri, saya tidak akan menghilangkan barang bukti (karena saya tidak pernah melakukan pemukulan/penganiayaan), saya tidak akan dikuatirkan mengulangi perbuatan (karena saya memang tidak pernah melakukan pemukulan/penganiayaan).

6. Mungkinkah ini semua penuh dengan rekayasa dan konspirasi? Apakah ini juga dimungkinkan karena adanya Pati Polri berbintang 2 (dua) di luar Polda Metro Jaya yang turut berperan?

7. Saya sangat kecewa dengan pengacara saya sebelumnya yaitu Bapak Eddy Yahya, SH, dan Ibu Jeni Limbong Allo, SH, dari Kantor Advokad & Pengacara ”JLA & Partners”. Karena mereka tidak pernah mendiskusikan dengan saya mengenai masalah saya, temuan-temuan yang didapat, rencana/strategi dan antisipasinya, serta laporan perkembangan yang terjadi. Selama saya dalam Rutan Polda Metro Jaya, mereka tidak pernah sekalipun mendatangi saya untuk melakukan hal-hal tersebut. Sebagai analoginya, saya seperti pasien yang dirawat di rumah sakit, tetapi tidak pernah dijenguk/didatangi/divisit oleh dokter yang katanya merawat saya. Saya hanya seringnya bertemu dengan Ibu Jeni saat dilakukan BAP/BAP lanjutan. Kalau saya bertanya kepada Ibu Jeni, hanya dikatakan bahwa pertemuan dengan tim pengacara Dr. Lucky hasilnya positif, mereka mau damai. Kalau saya bertanya kepada Bapak Eddy, hanya dijawab dengan ”Ha’?” atau ”He’?” saja, tetapi tidak ada jawaban keluar. Setelah pada hari Senin siang tanggal 4 Oktober 2004, kakak-kakak saya mendatangi kantor Ibu Jeni dan mendesakkan berbagai pertanyaan, barulah pada hari Selasa pagi tanggal 5 Oktober 2004, Ibu Jeni datang ke Rutan Polda Metro Jaya, menemui saya sambil menyodorkan proposal perdamaian. Saya kemukakan kekecewaan saya, bahwa masakan pertemuan sudah 2 (dua) kali tetapi kalau ditanya apa hasil pertemuannya, hanya dikatakan positif mau damai saja, tanpa ada kelanjutannya. Ternyata bahwa pengacara saja sudah ”menyeberang” dan turut ”bermain”.

8. Kejadian yang menimpa saya ini, yaitu difitnah (dengan rekayasa dan konspirasi?) sehingga ditahan di Rutan Polda Metro Jaya selama 25 hari (terhitung dari tanggal 10 September 2004 hingga tanggal 5 Oktober 2004), kemudian dicari-cari oleh Polisi pada hari Jum’at tanggal 8 Oktober 2004, telah menodai saya (Dr. Rudy) dan menyebabkan saya merasa tertekan.

9. Saya (Dr. Rudy) adalah orang yang taat hukum, namun saya tidak bersedia difitnah dan diperlakukan tidak adil. Saya akan mencari keadilan ke manapun, baik ke Komnas HAM maupun ke berbagai saluran-saluran lainnya yang memungkinkan.

10. Hal lain yang aneh, pada setiap kehadiran saya di Polda Metro Jaya untuk menemui penyidik, baik pada saat beberapa kali BAP, pada hari saya akan dilepaskan/dibebaskan dari Rutan Polda Metro Jaya, dan pada hari Wajib Lapor, selalu saja terdapat beberapa orang Dr. Lucky yang membayang-bayangi saya (Dr. Rudy). Dari mana mereka mengetahui hari dan jam tersebut?

11. Ini sebenarnya lebih sebagai urusan rumah tangga yang tidak akan mencuat, membesar, melebar dan membesar, bila tidak ada campur-tangan pihak-pihak lain yang memungkinkan rekayasa/fitnah ini terjadi.

12. Seluruh asset yaitu uang, tanah, bangunan/rumah (yang dikontrak maupun dibeli), 40 klinik dan 1 rumah sakit (JMC = Jakarta Medical Center), dlsb, semuanya atas nama istri saya (Dr. Lucky) dan dikuasai oleh istri saya. Juga termasuk anak-anak dalam penguasaan istri saya (Dr. Lucky). Oleh karena itu, SAYA TIDAK TAHU APA MAUNYA LAGI DR. LUCKY ? Mungkinkah seperti yang pernah diutarakannya bahwa ”Rudy datang pake kolor, keluar juga pake kolor”. Padahal semua harta yang ada adalah usaha kami berdua, yang dimulai dari usaha bersama membuka Klinik 24 Jam di Jl. Radio Dalam Raya No.12, Jakarta Selatan, dengan modal bersama, kemudian berkembang pesat hingga yang dimiliki saat ini.


Jakarta, 10 Oktober 2004.




Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS

Kronologi Peristiwa Tanggal 26-27 Februari 2004 Dan 8-9 April 2004, Masalah Antara Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS Dengan Dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KG

KRONOLOGI PERISTIWA TANGGAL 26-27 FEBRUARI 2004 DAN 8-9 APRIL 2004. URUSAN/MASALAH ANTARA DR. RUDY SUTADI, SpA, MARS DENGAN DR. LUCKY AZIZA, SpPD-KGH

1. Bermula dari kekesalan Dr. Lucky Aziza, SpPD-KGH, pada hari Kamis tanggal 26 Februari 2004, terhadap temannya (Dr. Zulchair Ali, di Palembang, sesama nefrologis/ahli-ginjal) yang tadinya menjanjikan bahan untuk penelitian S3, tetapi ternyata kemudian tidak diberikan. Hal tersebut diungkapkan oleh Dr. Lucky kepada saya (Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS) pada sore harinya saat perjalanan menuju RS Pondok Indah untuk membawa anak kami (Ammar) berobat ke Dr. Karl Staa, SpA.

2. Malam harinya, sekitar pk.21, setelah saya menidurkan anak-anak, saya bekerja di komputer. Kemudian Dr. Lucky mendatangi saya dengan muka masam, dan mencela saya mengenai wawancara saya pada pagi harinya di radio. Dr. Lucky mengatakan bahwa saya kelihatan tidak tahu apa-apa mengenai autisme dan tidak baca apa-apa, karena yang dibicarakan hanya itu-itu saja. Saya (Dr. Rudy) katakan bahwa saya hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pewawancara/pembawa acara saja dan juga penelepon, dan memang yang ditanyakan hanya yang superfisial saja.

3. Tetapi Dr. Lucky tidak mau menerima/mengerti jawaban saya, kemudian merembet ke hal-hal lain, seperti misalnya Dr. Lucky katakan bahwa memang saya tidak tahu apa-apa, terlihat dari wawancara saya di majalah Gatra yang dibandingkan dengan wawancara Dr. Melly Budhiman, SpKJ (psikiater anak, menangani pasien autisme). Kemudian saya (Dr. Rudy) jawab bahwa hal tersebut tidak bisa diperbandingkan, karena wartawan Gatra mewawancarai saya mengenai penyelenggaraan Kongres Nasional Autisme Indonesia 2003 yang saya adalah Ketua Pelaksana, sedangkan Dr. Melly diwawancara mengenai autisme, ya teranglah tidak bisa diperbandingkan, kalau mau membandingkan tentunya dengan kami (Dr. Rudy dan Dr. Melly) menulis sesuatu dengan judul dan topik yang sama.

4. Tetapi kemudian Dr. Lucky marah-marah dan mencaci-maki saya, serta merembet ke hal-hal lain, seperti misalnya ”Dasar lu Kristen engga, Islam juga engga”. Penghinaan itu disebabkan karena ayah saya beragama Kristen sebelum menikah dengan ibu saya yang beragama Islam.

5. Karena saya tidak ingin pertengkaran berlanjut dan meluas, maka saya matikan komputer dan kemudian saya mengganti baju dengan piyama kemudian pergi ke kamar tidur dan berbaringan untuk tidur.

6. Namun Dr. Lucky, sambil berbaring di sebelah saya, tetap terus marah-marah dan mencaci maki saya. Tetapi tidak saya jawab / tanggapi sedikitpun. Kemudian Dr. Lucky berpura-pura merasa pusing tujuh keliling (vertigo), dan minta obat Stugeron atau Dramamine, serta minta dipanggilkan pembantu bernama Uun untuk dipijat.

7. Kemudian Dr. Lucky dipijat sambil berbaring di sebelah saya. Oleh karena saya terganggu oleh gerakan-gerakan pijat tersebut serta terasa pedih dari uap minyak tawon yang digunakan (saya tidak tahan balsem maupun minyak tawon), maka saya pindah ke ruang-keluarga/ruang-duduk untuk tidur di sofa. Saat saya hendak keluar dari kamar, Dr. Lucky bertanya ”Mau kemana Rud”, saya jawab ”Mau tidur di sofa ruang keluarga, karena tidak tahan pedih minyak tawon dan guncangan-guncangan pijatan”. Sebenarnya Dr. Lucky sendiri juga sering tidur di sofa tersebut atau tidur bersama anak-anak di kamar tidur anak-anak.

8. Sekitar 10-15 menit kemudian, Dr. Lucky bangun dan berjalan ke kamar anak-anak tidur, serta membawa mereka pindah tidur ke rumah sebelah (Jl. Sutan Syahrir No.5) yang masih sedang direnovasi.

9. Sekitar 15-30 menit kemudian, Dr. Lucky kembali ke ruang-keluarga/ruang-duduk tempat saya tidur, dan menyalakan lampu-lampu. Kemudian mengguncang-guncang saya (Dr. Rudy) sambil mengatakan ”Rud, aku tidak bisa tidur”, saya jawab ”Ya minum stesolid seperti biasanya”. Tetapi kemudian Dr. Lucky marah dan menarik selimut yang saya gunakan sambil kembali mencaci-maki. Tetapi tidak saya tanggapi/jawab. Kemudian Dr. Lucky menarik bantal yang saya gunakan dengan kuat, cepat dan kasar. Saya diam saja, sambil terus tidur. Tetapi kemudian Dr. Lucky memukuli saya. Oleh karena saya dalam keadaan berbaring maka saya tahan badan Dr. Lucky dengan kaki saya. Namun kemudian Dr. Lucky mengambil sebilah pisau yang terletak di dalam tempat kayu di lantai di bagian samping sofa sebelah kepala saya berbaring, dan kemudian akan menusuk saya. Oleh karena itu saya kemudian bangun dan menjauh dari dia. Tetapi kemudian Dr. Lucky mengambil sebilah pisau lagi, kemudian menodongkan kedua belah pisau tersebut ke arah saya sambil mengajak duel (hal ini kemudian pada malam itu juga diakui oleh Dr. Lucky ke Polisi di Polsek Menteng, dengan alasan ”Kan memang begitu seharusnya, bahwa kita harus menyediakan dua pisau kalau nantang”).

10. Tantangan duel tersebut tidak saya ladeni, kemudian saya menghindar dan berlari ke ruang perpustakaan sambil berteriak-teriak ”Tolong, tolong, itu Dr. Lucky mau nusuk saya”. Ternyata di ruang perpustakaan ada pembantu bernama Asih yang sedang berbaring/tiduran, tetapi kemudian dia langsung bangun dan berjalan ke luar.

11. Dr. Lucky kemudian menyusul saya ke ruang perpustakaan. Karena saya lihat Dr. Lucky tidak membawa pisau, maka saya diam saja. Tetapi kemudian Dr. Lucky menerjang saya dan memukuli saya (sampai kancing piyama saya terlepas, dan bagian bahu kiri dari piyama saya robek, yang kemudian baru saya sadari saat Bapak Subali dari Polsek Menteng menanyakan kenapa sobek).

12. Kemudian sambil menahan tubuh Dr. Lucky, saya kembali menghindari dia dan lari kembali ke ruang-keluarga/ruang-duduk, dan duduk di sofa. Namun kemudian Dr. Lucky kembali mendatangi saya dan mengambil botol Aqua yang berisi air es (yang ada di meja karena sebelumnya saya minum), kemudian Dr. Lucky menyiram-nyiramkan air es tersebut ke saya. Saya kemudian berdiri dan berusaha menahan siraman-siraman tersebut, namun kemudian saya terpeleset karena licin oleh sebab air yang membasahi lantai.

13. Kemudian saya berdiri dan berusaha menghindar dari Dr. Lucky dengan akan menuju ke ruang perpustakaan lagi, tetapi Dr. Lucky mengikuti saya. Saat di ruang lemari baju, saya lihat ada gelas berisi sedikit air di atas lemari es, kemudian saya ambil dan saya siramkan ke Dr. Lucky, namun Dr. Lucky sudah lebih dahulu menghindar/menjauh sekitar 4 (empat) meter sehingga tidak terkena siraman dan Dr. Lucky meledek ”ye tidak kena”. Kemudian gelas yang saya pegang, saya banting di depan saya, dan sempat bertukar-kata (saling meledek), kemudian saya menghindar dan masuk ke dalam kamar mandi dan menguncinya dari dalam.

14. Sekitar 5 menit kemudian Dr. Lucky menggedor-gedor pintu kamar mandi sambil mematikan lampu dan mengatakan kakinya luka berdarah. Tetapi saya tetap di dalam kamar mandi, karena bila saya keluar maka pertengkaran akan berlanjut. Kemudian Dr. Lucky memanggil seluruh karyawan yang ada di rumah (pembantu, supir, dan penjaga pintu), sambil terus menggedor-gedor pintu dan mengancam akan memanggil polisi. Saya berpikir, kalau ada Polisi akan lebih baik karena akan menengahi kami bila Dr. Lucky menyerang saya lagi.

15. Sekitar 15 menit kemudian saya dengar Polisi datang, kemudian saya keluar dari kamar mandi atas permintaan Polisi. Tetapi kemudian Dr. Lucky kembali marah-marah dan mencaci-maki saya dan berusaha menyerang saya, tetapi berhasil dicegah oleh Polisi dan kami (Dr. Lucky dan Dr. Rudy) dipisahkan ke 2 ruang berbeda (Dr. Lucky di ruang-keluarga/ruang-duduk, saya di perpustakaan). Waktu itu Polisi yang datang bernama Bapak Latas dan Bapak Subali. Bapak Latas melakukan penyitaan terhadap pecahan-pecahan gelas yang ada di lantai. Waktu itu saya meminta kepada Bapak Latas untuk juga menyita pisau yang digunakan oleh Dr. Lucky untuk mencoba menusuk saya dan juga untuk mengajak duel. Saat itu pisau-pisau tersebut diambil oleh Bapak Latas, namun belakangan baru saya ketahui bahwa pisau-pisau tersebut kemudian ditinggalkan. Selain itu, waktu itu Bapak Latas juga menanyakan sebab robeknya piyama yang saya gunakan serta putusnya kancing piyama saya itu, hal-hal tersebut disebabkan penyerangan yang dilakukan oleh Dr. Lucky.

16. Kemudian Dr. Lucky melalui perantara Polisi menyuruh saya membuat surat pernyataan maaf di atas meterai, dengan ancaman kalau saya (Dr. Rudy) tidak buat, maka dia (Dr. Lucky) akan membuat Laporan Polisi. Kemudian saya buat surat pernyataan maaf tersebut.

17. Namun Dr. Lucky belum puas, dan mempertanyakan ketulusan saya membuat surat pernyataan tersebut.

18. Kemudian Dr. Lucky memaksa saya menjahit lukanya. Oleh karena secara etis kedokteran bahwa seorang dokter tidak boleh menangani suami/istri/anaknya sendiri, dan saya dalam keadaan stres/tertekan, maka saya menolak. Saya menganjurkan agar luka Dr. Lucky dijahit di klinik kami. Karena Dr. Lucky menolak, maka saya telpon mbak Eka di klinik kami untuk membawakan alat-alat untuk menjahit luka serta meminta dokter jaga datang ke rumah untuk menjahit luka Dr. Lucky.

19. Namun Dr. Lucky tetap menolak hal itu, dan melalui perantara pembantu bernama Uun, menyuruh saya menuliskan alat-alat yang diperlukan untuk menjahit luka. Oleh karena saat itu saya tidak bisa berkonsentrasi, maka saya hanya bisa menuliskan 3 alat saja. Dr. Lucky kemudian marah-marah dan berangkat ke Polsek Menteng untuk membuat Laporan Polisi dan minta dibuatkan visum.

20. Saya kemudian dibawa oleh Polisi ke Polsek Menteng. Di Polsek Menteng, Dr. Lucky melanjutkan marahnya, sambil mencaci-maki dan menghina-hina saya yang disaksikan oleh banyak Polisi yang saat itu sedang bertugas. Caci-maki dan hinaan tersebut sangat luas yang tidak ada hubungannya dengan peristiwa malam itu, dan mempermalukan saya, mencemarkan nama saya, serta bersifat pembunuhan-karakter (character-assasination). Kemudian Dr. Lucky memaksa saya membuat lagi surat pernyataan bermeterai, dengan ancaman bila tidak saya lakukan maka dia akan minta saya ditahan.

21. Untuk meredakan suasana oleh karena ribut-ribut tengah malam di Kantor Polisi, atas anjuran Polisi, maka saya terpaksa membuat surat pernyataan yang disuruh oleh Dr. Lucky, dengan konsep yang ditulis tangan oleh Dr. Lucky. Walaupun banyak hal yang tidak relevan dan janggal, seperti misalnya saya (Dr. Rudy) tidak boleh menangani pasien autisme lagi, tidak boleh mengambil S3, harus menutup Klinik Autisme (KID-Autis JMC), tidak boleh diwawancarai oleh media massa (cetak/elektronik) mengenai autisme, dlsb.

22. Selain karena saat itu saya (Dr. Rudy) di Polsek Menteng sangat merasa tertekan, Saya (Dr. Rudy) salin konsep yang dibuat oleh Dr. Lucky tersebut, kemudian saya tandatangani, dengan anggapan sesuai dengan anjuran Polisi yang bertugas saat itu, persoalan selesai sampai di situ, dan kami (Dr. Rudy dan Dr. Lucky), pulang kembali ke rumah dengan damai. Namun kemudian setelah Dr. Lucky menerima pernyataan yang saya salin dan tandatangani itu, malahan Dr. Lucky dengan diantar oleh Polisi, pergi ke RSCM untuk dijahit lukanya dan mendapat visum. Saya kira hanya akan dijahit saja lukanya. Dan saya dipulangkan oleh Polisi pada tanggal 27 Februari 2004 sekitar pukul 01.30 dini hari. Saya merasa diakali oleh Dr. Lucky.

23. Namun pada hari-hari berikutnya, Dr. Lucky sering marah-marah, padahal saya tidak berbuat apapun. Misalnya pembantu ijin pulang kampung untuk menikah, atau pembantu ijin cuti pulang kampung, maka saya yang jadi sasaran kemarahannya.

24. Kemudian juga pada hari-hari berikutnya Dr. Lucky memprovokasi saya dengan mengirimkan berbagai SMS. Mulanya saya terpancing untuk menjawabi SMS dari Dr. Lucky. Tetapi lama-lama saya bosan dan setiap ada SMS dari Dr. Lucky, langsung saya (Dr. Rudy) hapus tanpa membaca isinya. Hal tersbut (saya langsung hapus tanpa membaca isinya) saya beritahu ke Dr. Lucky melalui SMS.

25. Namun kemudian Dr. Lucky menggunakan kartu SIM telpon dengan nomor-nomor bergantian. Isinya caci-maki dan hinaan-hinaan ke saya. Mula-mula saya baca kemudian saya hapus. Tetapi kemudian tidak saya hapus, dengan harapan supaya memori telpon saya penuh sehingga SMS-SMS dari Dr. Lucky tidak dapat masuk lagi ke HP saya.

26. Pada hari Kamis tanggal 8 April 2004 sekitar jam 12 siang, saat saya pulang ke rumah, saya tidak bisa masuk ke rumah oleh karena menurut penjaga pintu (Bapak Pangat), kunci pintu dipegang oleh Dr. Lucky dan saya tidak boleh masuk. Hal ini sudah juga pernah terjadi beberapa kali.

27. Kemudian saya pergi ke sekolah anak saya (SD Islam Al Azhar Pusat, Jl. Sisingamangaraja), dengan harapan bila saya membawa anak saya maka akan dibukakan pintu. Namun tetap tidak dibukakan pintu oleh Dr. Lucky, dan melalui telpon ke supir (Bapak Darno), anak-anak disuruh diantara ke Jl. Teuku Umar No.45, Jakarta Pusat (rumah almarhum ibunya yang dulu kami tinggal di situ).

28. Oleh karena itu maka saya meloncat masuk ke rumah sebelah (Jl. Sutan Syahrir No.5) yang sedang direnovasi, kemudian membongkar gembok agar supaya anak saya bisa masuk rumah dan mobil bisa diparkir di halaman rumah. Kemudian saya (Dr. Rudy) dan anak kami (Abdul) serta anak asuh kami (Nasir) bermalam di rumah nomor 5 tersebut.

29. Esok paginya (hari Jum’at tanggal 9 April 2004), sekitar pukul 8 pagi, saya suruh Abdul (anak saya) menelpon ke rumah sebelah (nomor 6) untuk meminta baju salinan untuk Shallat Jum’at. Oleh pembantu, telpon dioper ke Dr. Lucky. Namun Dr. Lucky menjawab ke Abdul, menyuruh saya supaya membeli baju saja untuk mereka.

30. Kemudian siangnya kami (Dr. Rudy, Abdul, Nasir), pergi keluar rumah untuk makan siang di Paregu atas permintaan Abdul dan kemudian ke Sarinah Thamrin untuk membeli pakaian serta perlengkapannya, serta ke Hero Sarinah Thamrin untuk belanja snack untuk anak-anak serta air minum dan perlengkapan mandi.

31. Namun saat kami pulang sekitar pukul 16 sore, ternyata pintu penghubung antara rumah No.6 dan No.5 yang terletak di halaman belakang rumah, yang sebelumnya saya grendel (oleh karena pada hari sebelumnya sudah digembok dari arah rumah no.6 oleh Dr. Lucky), telah dibongkar pintu tersebut. Dan ternyata juga pintu kamar dibongkar dan berbagai barang telah diambil, antara lain baju-baju saya (Dr. Rudy), komputer, tas berisi uang, video-player, dekoder kabelvision, remote TV, remote AC, botol-botol air di lemari es, dan lain sebagainya.

32. Oleh karena itu, saya kembali menggrendel pintu penghubung tersebut (yang juga telah digembok dari sebelah rumah nomor 6). Karena saat saya menggrendel dengan potongan besi terdengar suara-suara, maka Dr. Lucky berteriak-teriak dari rumah nomor 6 dan mengancam akan memanggil Polisi. Kemudian saya menggergaji besi untuk memperkuat grendelan tersebut, Dr. Lucky berteriak-teriak bahwa sudah ada Polisi menunggu di luar bila saya macam-macam.

33. Oleh karena itu saya keluar dari rumah nomor 5 dan menemui Polisi yang ada (bernama Bapak Nengah) dan melaporkan mengenai pembongkaran serta pencurian barang-barang saya di rumah nomor 5 tersebut, dan memperlihatkan TKP.

34. Setelah Bapak Nengah menyaksikan TKP, Bapak Nengah menganjurkan saya ke Polsek Menteng untuk membuat laporan. Kemudian kami (Dr. Rudy, Abdul, Nasir) berjalan kaki ke Polsek Menteng.

35. Setiba di Polsek Menteng, saya (Dr. Rudy) disuruh menunggu giliran karena saat itu petugas sedang menerima laporan orang lain.

36. Saat saya menunggu, datanglah dua Anggota Polisi (yang kemudian saya ketahui bernama Bapak Yusfianto dan Bapak Roni) mendatangi saya menanyakan kunci gembok rumah nomor 6 yang menurut Dr. Lucky saya yang menggemboknya. Saya katakan bahwa yang menggembok adalah Dr. Lucky sendiri, dan saya mohon untuk bersama-sama pergi ke rumah nomor 6 tersebut untuk menanyakan ke penjaga pintu (Bapak Pangat). Kemudian kami berlima (Bapak Yusfianto, Bapak Roni, Dr. Rudy, Abdul, Nasir) berangkat ke rumah nomor 6 yang ternyata kemudian pintu gerbang sudah terbuka, dan Bapak Pangat mengakui bahwa memang gembok dia yang pasang.

37. Kemudian Bapak Yusfianto masuk ke rumah nomor 5 untuk menemui Dr. Lucky. Dan saya beserta anak-anak mengajak Bapak Roni untuk melihat TKP pembongkaran rumah nomor 5 dan pencurian barang-barang saya.

38. Setelah itu Bapak Yusfianto menyusul masuk ke rumah nomor 5.

39. Setelah itu Dr. Lucky menyusul masuk ke rumah nomor 5, sambil marah-marah dan mencaci-maki/menghina-hina saya. Oleh Bapak Yusfianto dilerai, dan dianjurkan untuk sebaiknya saya (Dr. Rudy) ke Polsek Menteng saja.

40. Saat saya (Dr. Rudy) beserta anak-anak (Abdul dan Nasir) akan berangkat ke Polsek Menteng, Dr. Lucky kembali teriak-teriak, marah-marah, dan mencaci-maki/menghina-hina saya. Dan melarang Abdul yang saat itu sudah bersama saya dan Nasir di mobil bapak Yusfianto, sambil mengatakan ”Nanti Abdul disiksa sama ibu tiri”. Oleh karena teriakan-teriakan Dr. Lucky mengundang perhatian orang-orang sekitar, yang juga ada turut berteriak-teriak, maka untuk menghindari keributan lebih jauh, Abdul dan Nasir saya turunkan dari mobil dan masuk ke rumah nomor 6, sesuai atas anjuran Bapak Yusfianto.

41. Kemudian saya bersama Bapak Yusfianto dan Bapak Roni kembali ke Polsek Menteng.

42. Dr. Lucky menyusul ke Polsek Menteng, dan melanjutkan teriak-teriak dan caci-maki serta hinaan-hinaan ke saya, disaksikan oleh banyak Polisi yang saat itu sedang bertugas.

43. Untuk selanjutnya diketahui oleh Bapak-Bapak Polisi di Polsek Menteng yang saat itu sedang bertugas/berada di Polsek Menteng.

44. Karena para Polisi telah capek dan kesal atas ulah/tingkah-laku Dr. Lucky, yang tidak jelas apa maunya dan terus bertambah permintaannya bila dituruti oleh saya (Dr. Rudy), maka salah seorang polisi di hadapan Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) menganjurkan saya agar menyerahkan kunci mobil saya dan kunci pagar rumah Jl. Sutan Syahrir No.5, sambil mengatakan akan pasang badan. Setelah saya lakukan sesuai anjuran tersebut, dan saya menjauh dari Dr. Lucky untuk duduk di salah satu kursi yang ada, juga sesuai anjuran polisi tersebut, ternyata Dr. Lucky melunak dan mendatangi Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) dan mengadakan pembicaraan di kamar kerja Kapolsek, kemudian Dr. Lucky pulang.

45. Kemudian saya diijinkan pulang oleh Polsek Menteng pada hari Sabtu tanggal 10 April 2004 sekitar pukul 01.30 pagi dini hari, dengan dijemput oleh 2 (orang) supir Dr. Lucky yaitu Bapak Madi dan Kikis, serta seorang karyawan (Bapak Samsudin).

46. Pada hari Senin, tanggal 12 April 2004, saya menerima surat dari Polsek Menteng untuk datang pada hari Rabu tanggal 14 April 2004 guna diperiksa sebagai Tersangka penganiayaan.

47. Pada hari Rabu tanggal 14 April 2004, saya (Dr. Rudy) diperiksa di Polsek Menteng, sampai selesai sekitar jam 19/20 malam dan BAP saya tandatangani. Namun saya tidak diijinkan pulang. Dan oleh Bapak Dahana (Kapolsek Menteng), saya disuruh tidur di ruang kerja beliau.

48. Pada hari Kamis pagi tanggal 15 April 2004, saya (Dr. Rudy) mengirim SMS ke Dr. Lucky, mengabarkan bahwa saya ditahan. Sekitar pukul 7.30 pagi Dr. Lucky menelpon Bapak Dahana (Kapolsek Menteng), mempertanyakan/mendiskusikan penahanan tersebut. Pada siang harinya Dr. Lucky datang ke Polsek Menteng, dengan membawa tas berisi baju, menghadap Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) sambil menangis meminta dia (Dr. Lucky) ikut ditahan. Tetapi anehnya, kedatangan Dr. Lucky sambil menyerahkan surat ke Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) yang beliau perlihatkan kepada saya dan disuruh membacanya secara cepat. Dalam surat tersebut anehnya antara lain tertulis permintaan Dr. Lucky agar saya (Dr. Rudy) ditahan. Kemudian Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) meminta saya membujuk Dr. Lucky agar supaya dia mau pulang.

49. Pada hari Kamis siang tanggal 15 April 2004, atas petunjuk Bapak Dahana (Kapolsek Menteng), saya menelpon kakak dari Dr. Lucky yang bernama Naif, agar supaya Bapak Naif menelpon Irjen Saleh Saaf yang saat itu menjabat sebagai Kepala Telematika Mabes Polri.

50. Pada hari Jum’at pagi tanggal 16 April 2004, Bapak Naif datang ke Polsek Menteng dan di kamar kerja Kapolsek Menteng, mengabarkan kepada saya dan Kapolsek Menteng bahwa pada Kamis sore tanggal 15 April 2004 telah menemui Irjen Saleh Saaf, dan Bapak Saleh Saaf akan menelpon Bapak Dahana (Kapolsek Menteng).

51. Pada hari Jum’at siang tanggal 16 April 2004, setelah shallat Jum’at, saya menerima telpon dari Bapak Irjen Saleh Saaf, memberitahu bahwa saya bisa pulang hari itu, dan diminta agar pada hari Senin tanggal 19 April 2004 pada jam 13.00 datang menghadap di kamar kerja beliau di Mabes Polri bersama Dr. Lucky.

52. Pada hari Jum’at malam tanggal 16 April 2004, saya diperbolehkan pulang, tanpa pernah dikeluarkan Surat Penangkapan, Surat Penahanan, maupun Surat Pelepasan atau Surat Penangguhan Penahanan, oleh Polsek Menteng.

53. Pada hari Senin tanggal 19 April 2004 jam 13.15, saya (Dr. Rudy) dan Dr. Lucky menghadap Bapak Irjen Saleh Saaf di Mabes Polri, Jl. Trunojoyo. Antara lain beliau mengatakan bahwa memang beliau meminta kepada Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) agar memproses laporan penganiayaan yang dilaporkan oleh Lucky. Juga dikatakan ”..... dan toh ditahannya tidak di sel, tetapi tidur di kamar kerja Kapolsek, karena Rudy kan masih terhitung saudara saya, TETAPI KAN LUCKY LEBIH SAUDARA LAGI .....”. Kami juga sempat dinasehati, antara lain supaya hidup rukun, dan sejak saat itu kemana-mana pergi berdua.

54. Tetapi oleh karena tidak jelas apa keinginan Lucky, karena pembicaraannya tidak fokus dan sering berpindah-pindah dari topik yang satu ke topik yang lain, ditambah sudah banyak tamu lain yang ingin menghadap/bertemu dengan Bapak Irjen Saleh Saaf, maka kemudian Bapak Irjen Saleh Saaf menganjurkan agar kami (Dr. Rudy dan Dr. Lucky) untuk sementara berpisah untuk saling introspeksi selama 1-2 bulan, sambil mengedipkan sebelah matanya ke saya (Dr. Rudy) yang saya tidak tahu apa maknanya. Dan saya untuk sementara diinapkan di Hotel Banian Bulevar yang terletak di Jl. Tanjung Duren Raya, Jakarta Barat, yaitu hotel milik Bapak Naif (kakak dari Dr. Lucky). Bapak Irjen Saleh Saaf sendiri yang langsung menelpon Bapak Naif untuk pengaturan menginapnya saya di situ.

55. Namun sepulang saya dari umroh pada bulan Juni 2004, saya tidak dapat masuk ke dalam rumah di Jl. Sutan Syahrir No.5 dan 6, karena dijaga oleh orang-orang yang tidak saya kenal. Dan juga tidak dapat menemui isteri saya (Dr. Lucky) dan anak-anak, karena rumah sudah dikosongkan, dan tidak diketahui kemana mereka pindah.

56. Kemudian saya ketahui bahwa istri saya (Dr. Lucky) beserta anak-anak kami pindah ke Jl. Cikajang No.13, Jakarta Selatan. Namun saya tidak bisa masuk karena tidak diijinkan dan dijaga oleh orang-orang yang tidak saya kenal. Saya juga tidak bisa mendekat ke anak-anak di sekolah karena mereka pulang-pergi diantar-jemput dan dihalangi oleh orang-orang yang tidak saya kenal.

Sementara sampai di sini.
Jakarta, 10 Oktober 2004.
Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS

Kronologi Peristiwa Tanggal 26-27 Februari 2004 Dan 8-9 April 2004, Masalah Antara Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS Dengan Dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KG

KRONOLOGI PERISTIWA TANGGAL 26-27 FEBRUARI 2004 DAN 8-9 APRIL 2004. URUSAN/MASALAH ANTARA DR. RUDY SUTADI, SpA, MARS DENGAN DR. LUCKY AZIZA, SpPD-KGH

1. Bermula dari kekesalan Dr. Lucky Aziza, SpPD-KGH, pada hari Kamis tanggal 26 Februari 2004, terhadap temannya (Dr. Zulchair Ali, di Palembang, sesama nefrologis/ahli-ginjal) yang tadinya menjanjikan bahan untuk penelitian S3, tetapi ternyata kemudian tidak diberikan. Hal tersebut diungkapkan oleh Dr. Lucky kepada saya (Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS) pada sore harinya saat perjalanan menuju RS Pondok Indah untuk membawa anak kami (Ammar) berobat ke Dr. Karl Staa, SpA.

2. Malam harinya, sekitar pk.21, setelah saya menidurkan anak-anak, saya bekerja di komputer. Kemudian Dr. Lucky mendatangi saya dengan muka masam, dan mencela saya mengenai wawancara saya pada pagi harinya di radio. Dr. Lucky mengatakan bahwa saya kelihatan tidak tahu apa-apa mengenai autisme dan tidak baca apa-apa, karena yang dibicarakan hanya itu-itu saja. Saya (Dr. Rudy) katakan bahwa saya hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pewawancara/pembawa acara saja dan juga penelepon, dan memang yang ditanyakan hanya yang superfisial saja.

3. Tetapi Dr. Lucky tidak mau menerima/mengerti jawaban saya, kemudian merembet ke hal-hal lain, seperti misalnya Dr. Lucky katakan bahwa memang saya tidak tahu apa-apa, terlihat dari wawancara saya di majalah Gatra yang dibandingkan dengan wawancara Dr. Melly Budhiman, SpKJ (psikiater anak, menangani pasien autisme). Kemudian saya (Dr. Rudy) jawab bahwa hal tersebut tidak bisa diperbandingkan, karena wartawan Gatra mewawancarai saya mengenai penyelenggaraan Kongres Nasional Autisme Indonesia 2003 yang saya adalah Ketua Pelaksana, sedangkan Dr. Melly diwawancara mengenai autisme, ya teranglah tidak bisa diperbandingkan, kalau mau membandingkan tentunya dengan kami (Dr. Rudy dan Dr. Melly) menulis sesuatu dengan judul dan topik yang sama.

4. Tetapi kemudian Dr. Lucky marah-marah dan mencaci-maki saya, serta merembet ke hal-hal lain, seperti misalnya ”Dasar lu Kristen engga, Islam juga engga”. Penghinaan itu disebabkan karena ayah saya beragama Kristen sebelum menikah dengan ibu saya yang beragama Islam.

5. Karena saya tidak ingin pertengkaran berlanjut dan meluas, maka saya matikan komputer dan kemudian saya mengganti baju dengan piyama kemudian pergi ke kamar tidur dan berbaringan untuk tidur.

6. Namun Dr. Lucky, sambil berbaring di sebelah saya, tetap terus marah-marah dan mencaci maki saya. Tetapi tidak saya jawab / tanggapi sedikitpun. Kemudian Dr. Lucky berpura-pura merasa pusing tujuh keliling (vertigo), dan minta obat Stugeron atau Dramamine, serta minta dipanggilkan pembantu bernama Uun untuk dipijat.

7. Kemudian Dr. Lucky dipijat sambil berbaring di sebelah saya. Oleh karena saya terganggu oleh gerakan-gerakan pijat tersebut serta terasa pedih dari uap minyak tawon yang digunakan (saya tidak tahan balsem maupun minyak tawon), maka saya pindah ke ruang-keluarga/ruang-duduk untuk tidur di sofa. Saat saya hendak keluar dari kamar, Dr. Lucky bertanya ”Mau kemana Rud”, saya jawab ”Mau tidur di sofa ruang keluarga, karena tidak tahan pedih minyak tawon dan guncangan-guncangan pijatan”. Sebenarnya Dr. Lucky sendiri juga sering tidur di sofa tersebut atau tidur bersama anak-anak di kamar tidur anak-anak.

8. Sekitar 10-15 menit kemudian, Dr. Lucky bangun dan berjalan ke kamar anak-anak tidur, serta membawa mereka pindah tidur ke rumah sebelah (Jl. Sutan Syahrir No.5) yang masih sedang direnovasi.

9. Sekitar 15-30 menit kemudian, Dr. Lucky kembali ke ruang-keluarga/ruang-duduk tempat saya tidur, dan menyalakan lampu-lampu. Kemudian mengguncang-guncang saya (Dr. Rudy) sambil mengatakan ”Rud, aku tidak bisa tidur”, saya jawab ”Ya minum stesolid seperti biasanya”. Tetapi kemudian Dr. Lucky marah dan menarik selimut yang saya gunakan sambil kembali mencaci-maki. Tetapi tidak saya tanggapi/jawab. Kemudian Dr. Lucky menarik bantal yang saya gunakan dengan kuat, cepat dan kasar. Saya diam saja, sambil terus tidur. Tetapi kemudian Dr. Lucky memukuli saya. Oleh karena saya dalam keadaan berbaring maka saya tahan badan Dr. Lucky dengan kaki saya. Namun kemudian Dr. Lucky mengambil sebilah pisau yang terletak di dalam tempat kayu di lantai di bagian samping sofa sebelah kepala saya berbaring, dan kemudian akan menusuk saya. Oleh karena itu saya kemudian bangun dan menjauh dari dia. Tetapi kemudian Dr. Lucky mengambil sebilah pisau lagi, kemudian menodongkan kedua belah pisau tersebut ke arah saya sambil mengajak duel (hal ini kemudian pada malam itu juga diakui oleh Dr. Lucky ke Polisi di Polsek Menteng, dengan alasan ”Kan memang begitu seharusnya, bahwa kita harus menyediakan dua pisau kalau nantang”).

10. Tantangan duel tersebut tidak saya ladeni, kemudian saya menghindar dan berlari ke ruang perpustakaan sambil berteriak-teriak ”Tolong, tolong, itu Dr. Lucky mau nusuk saya”. Ternyata di ruang perpustakaan ada pembantu bernama Asih yang sedang berbaring/tiduran, tetapi kemudian dia langsung bangun dan berjalan ke luar.

11. Dr. Lucky kemudian menyusul saya ke ruang perpustakaan. Karena saya lihat Dr. Lucky tidak membawa pisau, maka saya diam saja. Tetapi kemudian Dr. Lucky menerjang saya dan memukuli saya (sampai kancing piyama saya terlepas, dan bagian bahu kiri dari piyama saya robek, yang kemudian baru saya sadari saat Bapak Subali dari Polsek Menteng menanyakan kenapa sobek).

12. Kemudian sambil menahan tubuh Dr. Lucky, saya kembali menghindari dia dan lari kembali ke ruang-keluarga/ruang-duduk, dan duduk di sofa. Namun kemudian Dr. Lucky kembali mendatangi saya dan mengambil botol Aqua yang berisi air es (yang ada di meja karena sebelumnya saya minum), kemudian Dr. Lucky menyiram-nyiramkan air es tersebut ke saya. Saya kemudian berdiri dan berusaha menahan siraman-siraman tersebut, namun kemudian saya terpeleset karena licin oleh sebab air yang membasahi lantai.

13. Kemudian saya berdiri dan berusaha menghindar dari Dr. Lucky dengan akan menuju ke ruang perpustakaan lagi, tetapi Dr. Lucky mengikuti saya. Saat di ruang lemari baju, saya lihat ada gelas berisi sedikit air di atas lemari es, kemudian saya ambil dan saya siramkan ke Dr. Lucky, namun Dr. Lucky sudah lebih dahulu menghindar/menjauh sekitar 4 (empat) meter sehingga tidak terkena siraman dan Dr. Lucky meledek ”ye tidak kena”. Kemudian gelas yang saya pegang, saya banting di depan saya, dan sempat bertukar-kata (saling meledek), kemudian saya menghindar dan masuk ke dalam kamar mandi dan menguncinya dari dalam.

14. Sekitar 5 menit kemudian Dr. Lucky menggedor-gedor pintu kamar mandi sambil mematikan lampu dan mengatakan kakinya luka berdarah. Tetapi saya tetap di dalam kamar mandi, karena bila saya keluar maka pertengkaran akan berlanjut. Kemudian Dr. Lucky memanggil seluruh karyawan yang ada di rumah (pembantu, supir, dan penjaga pintu), sambil terus menggedor-gedor pintu dan mengancam akan memanggil polisi. Saya berpikir, kalau ada Polisi akan lebih baik karena akan menengahi kami bila Dr. Lucky menyerang saya lagi.

15. Sekitar 15 menit kemudian saya dengar Polisi datang, kemudian saya keluar dari kamar mandi atas permintaan Polisi. Tetapi kemudian Dr. Lucky kembali marah-marah dan mencaci-maki saya dan berusaha menyerang saya, tetapi berhasil dicegah oleh Polisi dan kami (Dr. Lucky dan Dr. Rudy) dipisahkan ke 2 ruang berbeda (Dr. Lucky di ruang-keluarga/ruang-duduk, saya di perpustakaan). Waktu itu Polisi yang datang bernama Bapak Latas dan Bapak Subali. Bapak Latas melakukan penyitaan terhadap pecahan-pecahan gelas yang ada di lantai. Waktu itu saya meminta kepada Bapak Latas untuk juga menyita pisau yang digunakan oleh Dr. Lucky untuk mencoba menusuk saya dan juga untuk mengajak duel. Saat itu pisau-pisau tersebut diambil oleh Bapak Latas, namun belakangan baru saya ketahui bahwa pisau-pisau tersebut kemudian ditinggalkan. Selain itu, waktu itu Bapak Latas juga menanyakan sebab robeknya piyama yang saya gunakan serta putusnya kancing piyama saya itu, hal-hal tersebut disebabkan penyerangan yang dilakukan oleh Dr. Lucky.

16. Kemudian Dr. Lucky melalui perantara Polisi menyuruh saya membuat surat pernyataan maaf di atas meterai, dengan ancaman kalau saya (Dr. Rudy) tidak buat, maka dia (Dr. Lucky) akan membuat Laporan Polisi. Kemudian saya buat surat pernyataan maaf tersebut.

17. Namun Dr. Lucky belum puas, dan mempertanyakan ketulusan saya membuat surat pernyataan tersebut.

18. Kemudian Dr. Lucky memaksa saya menjahit lukanya. Oleh karena secara etis kedokteran bahwa seorang dokter tidak boleh menangani suami/istri/anaknya sendiri, dan saya dalam keadaan stres/tertekan, maka saya menolak. Saya menganjurkan agar luka Dr. Lucky dijahit di klinik kami. Karena Dr. Lucky menolak, maka saya telpon mbak Eka di klinik kami untuk membawakan alat-alat untuk menjahit luka serta meminta dokter jaga datang ke rumah untuk menjahit luka Dr. Lucky.

19. Namun Dr. Lucky tetap menolak hal itu, dan melalui perantara pembantu bernama Uun, menyuruh saya menuliskan alat-alat yang diperlukan untuk menjahit luka. Oleh karena saat itu saya tidak bisa berkonsentrasi, maka saya hanya bisa menuliskan 3 alat saja. Dr. Lucky kemudian marah-marah dan berangkat ke Polsek Menteng untuk membuat Laporan Polisi dan minta dibuatkan visum.

20. Saya kemudian dibawa oleh Polisi ke Polsek Menteng. Di Polsek Menteng, Dr. Lucky melanjutkan marahnya, sambil mencaci-maki dan menghina-hina saya yang disaksikan oleh banyak Polisi yang saat itu sedang bertugas. Caci-maki dan hinaan tersebut sangat luas yang tidak ada hubungannya dengan peristiwa malam itu, dan mempermalukan saya, mencemarkan nama saya, serta bersifat pembunuhan-karakter (character-assasination). Kemudian Dr. Lucky memaksa saya membuat lagi surat pernyataan bermeterai, dengan ancaman bila tidak saya lakukan maka dia akan minta saya ditahan.

21. Untuk meredakan suasana oleh karena ribut-ribut tengah malam di Kantor Polisi, atas anjuran Polisi, maka saya terpaksa membuat surat pernyataan yang disuruh oleh Dr. Lucky, dengan konsep yang ditulis tangan oleh Dr. Lucky. Walaupun banyak hal yang tidak relevan dan janggal, seperti misalnya saya (Dr. Rudy) tidak boleh menangani pasien autisme lagi, tidak boleh mengambil S3, harus menutup Klinik Autisme (KID-Autis JMC), tidak boleh diwawancarai oleh media massa (cetak/elektronik) mengenai autisme, dlsb.

22. Selain karena saat itu saya (Dr. Rudy) di Polsek Menteng sangat merasa tertekan, Saya (Dr. Rudy) salin konsep yang dibuat oleh Dr. Lucky tersebut, kemudian saya tandatangani, dengan anggapan sesuai dengan anjuran Polisi yang bertugas saat itu, persoalan selesai sampai di situ, dan kami (Dr. Rudy dan Dr. Lucky), pulang kembali ke rumah dengan damai. Namun kemudian setelah Dr. Lucky menerima pernyataan yang saya salin dan tandatangani itu, malahan Dr. Lucky dengan diantar oleh Polisi, pergi ke RSCM untuk dijahit lukanya dan mendapat visum. Saya kira hanya akan dijahit saja lukanya. Dan saya dipulangkan oleh Polisi pada tanggal 27 Februari 2004 sekitar pukul 01.30 dini hari. Saya merasa diakali oleh Dr. Lucky.

23. Namun pada hari-hari berikutnya, Dr. Lucky sering marah-marah, padahal saya tidak berbuat apapun. Misalnya pembantu ijin pulang kampung untuk menikah, atau pembantu ijin cuti pulang kampung, maka saya yang jadi sasaran kemarahannya.

24. Kemudian juga pada hari-hari berikutnya Dr. Lucky memprovokasi saya dengan mengirimkan berbagai SMS. Mulanya saya terpancing untuk menjawabi SMS dari Dr. Lucky. Tetapi lama-lama saya bosan dan setiap ada SMS dari Dr. Lucky, langsung saya (Dr. Rudy) hapus tanpa membaca isinya. Hal tersbut (saya langsung hapus tanpa membaca isinya) saya beritahu ke Dr. Lucky melalui SMS.

25. Namun kemudian Dr. Lucky menggunakan kartu SIM telpon dengan nomor-nomor bergantian. Isinya caci-maki dan hinaan-hinaan ke saya. Mula-mula saya baca kemudian saya hapus. Tetapi kemudian tidak saya hapus, dengan harapan supaya memori telpon saya penuh sehingga SMS-SMS dari Dr. Lucky tidak dapat masuk lagi ke HP saya.

26. Pada hari Kamis tanggal 8 April 2004 sekitar jam 12 siang, saat saya pulang ke rumah, saya tidak bisa masuk ke rumah oleh karena menurut penjaga pintu (Bapak Pangat), kunci pintu dipegang oleh Dr. Lucky dan saya tidak boleh masuk. Hal ini sudah juga pernah terjadi beberapa kali.

27. Kemudian saya pergi ke sekolah anak saya (SD Islam Al Azhar Pusat, Jl. Sisingamangaraja), dengan harapan bila saya membawa anak saya maka akan dibukakan pintu. Namun tetap tidak dibukakan pintu oleh Dr. Lucky, dan melalui telpon ke supir (Bapak Darno), anak-anak disuruh diantara ke Jl. Teuku Umar No.45, Jakarta Pusat (rumah almarhum ibunya yang dulu kami tinggal di situ).

28. Oleh karena itu maka saya meloncat masuk ke rumah sebelah (Jl. Sutan Syahrir No.5) yang sedang direnovasi, kemudian membongkar gembok agar supaya anak saya bisa masuk rumah dan mobil bisa diparkir di halaman rumah. Kemudian saya (Dr. Rudy) dan anak kami (Abdul) serta anak asuh kami (Nasir) bermalam di rumah nomor 5 tersebut.

29. Esok paginya (hari Jum’at tanggal 9 April 2004), sekitar pukul 8 pagi, saya suruh Abdul (anak saya) menelpon ke rumah sebelah (nomor 6) untuk meminta baju salinan untuk Shallat Jum’at. Oleh pembantu, telpon dioper ke Dr. Lucky. Namun Dr. Lucky menjawab ke Abdul, menyuruh saya supaya membeli baju saja untuk mereka.

30. Kemudian siangnya kami (Dr. Rudy, Abdul, Nasir), pergi keluar rumah untuk makan siang di Paregu atas permintaan Abdul dan kemudian ke Sarinah Thamrin untuk membeli pakaian serta perlengkapannya, serta ke Hero Sarinah Thamrin untuk belanja snack untuk anak-anak serta air minum dan perlengkapan mandi.

31. Namun saat kami pulang sekitar pukul 16 sore, ternyata pintu penghubung antara rumah No.6 dan No.5 yang terletak di halaman belakang rumah, yang sebelumnya saya grendel (oleh karena pada hari sebelumnya sudah digembok dari arah rumah no.6 oleh Dr. Lucky), telah dibongkar pintu tersebut. Dan ternyata juga pintu kamar dibongkar dan berbagai barang telah diambil, antara lain baju-baju saya (Dr. Rudy), komputer, tas berisi uang, video-player, dekoder kabelvision, remote TV, remote AC, botol-botol air di lemari es, dan lain sebagainya.

32. Oleh karena itu, saya kembali menggrendel pintu penghubung tersebut (yang juga telah digembok dari sebelah rumah nomor 6). Karena saat saya menggrendel dengan potongan besi terdengar suara-suara, maka Dr. Lucky berteriak-teriak dari rumah nomor 6 dan mengancam akan memanggil Polisi. Kemudian saya menggergaji besi untuk memperkuat grendelan tersebut, Dr. Lucky berteriak-teriak bahwa sudah ada Polisi menunggu di luar bila saya macam-macam.

33. Oleh karena itu saya keluar dari rumah nomor 5 dan menemui Polisi yang ada (bernama Bapak Nengah) dan melaporkan mengenai pembongkaran serta pencurian barang-barang saya di rumah nomor 5 tersebut, dan memperlihatkan TKP.

34. Setelah Bapak Nengah menyaksikan TKP, Bapak Nengah menganjurkan saya ke Polsek Menteng untuk membuat laporan. Kemudian kami (Dr. Rudy, Abdul, Nasir) berjalan kaki ke Polsek Menteng.

35. Setiba di Polsek Menteng, saya (Dr. Rudy) disuruh menunggu giliran karena saat itu petugas sedang menerima laporan orang lain.

36. Saat saya menunggu, datanglah dua Anggota Polisi (yang kemudian saya ketahui bernama Bapak Yusfianto dan Bapak Roni) mendatangi saya menanyakan kunci gembok rumah nomor 6 yang menurut Dr. Lucky saya yang menggemboknya. Saya katakan bahwa yang menggembok adalah Dr. Lucky sendiri, dan saya mohon untuk bersama-sama pergi ke rumah nomor 6 tersebut untuk menanyakan ke penjaga pintu (Bapak Pangat). Kemudian kami berlima (Bapak Yusfianto, Bapak Roni, Dr. Rudy, Abdul, Nasir) berangkat ke rumah nomor 6 yang ternyata kemudian pintu gerbang sudah terbuka, dan Bapak Pangat mengakui bahwa memang gembok dia yang pasang.

37. Kemudian Bapak Yusfianto masuk ke rumah nomor 5 untuk menemui Dr. Lucky. Dan saya beserta anak-anak mengajak Bapak Roni untuk melihat TKP pembongkaran rumah nomor 5 dan pencurian barang-barang saya.

38. Setelah itu Bapak Yusfianto menyusul masuk ke rumah nomor 5.

39. Setelah itu Dr. Lucky menyusul masuk ke rumah nomor 5, sambil marah-marah dan mencaci-maki/menghina-hina saya. Oleh Bapak Yusfianto dilerai, dan dianjurkan untuk sebaiknya saya (Dr. Rudy) ke Polsek Menteng saja.

40. Saat saya (Dr. Rudy) beserta anak-anak (Abdul dan Nasir) akan berangkat ke Polsek Menteng, Dr. Lucky kembali teriak-teriak, marah-marah, dan mencaci-maki/menghina-hina saya. Dan melarang Abdul yang saat itu sudah bersama saya dan Nasir di mobil bapak Yusfianto, sambil mengatakan ”Nanti Abdul disiksa sama ibu tiri”. Oleh karena teriakan-teriakan Dr. Lucky mengundang perhatian orang-orang sekitar, yang juga ada turut berteriak-teriak, maka untuk menghindari keributan lebih jauh, Abdul dan Nasir saya turunkan dari mobil dan masuk ke rumah nomor 6, sesuai atas anjuran Bapak Yusfianto.

41. Kemudian saya bersama Bapak Yusfianto dan Bapak Roni kembali ke Polsek Menteng.

42. Dr. Lucky menyusul ke Polsek Menteng, dan melanjutkan teriak-teriak dan caci-maki serta hinaan-hinaan ke saya, disaksikan oleh banyak Polisi yang saat itu sedang bertugas.

43. Untuk selanjutnya diketahui oleh Bapak-Bapak Polisi di Polsek Menteng yang saat itu sedang bertugas/berada di Polsek Menteng.

44. Karena para Polisi telah capek dan kesal atas ulah/tingkah-laku Dr. Lucky, yang tidak jelas apa maunya dan terus bertambah permintaannya bila dituruti oleh saya (Dr. Rudy), maka salah seorang polisi di hadapan Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) menganjurkan saya agar menyerahkan kunci mobil saya dan kunci pagar rumah Jl. Sutan Syahrir No.5, sambil mengatakan akan pasang badan. Setelah saya lakukan sesuai anjuran tersebut, dan saya menjauh dari Dr. Lucky untuk duduk di salah satu kursi yang ada, juga sesuai anjuran polisi tersebut, ternyata Dr. Lucky melunak dan mendatangi Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) dan mengadakan pembicaraan di kamar kerja Kapolsek, kemudian Dr. Lucky pulang.

45. Kemudian saya diijinkan pulang oleh Polsek Menteng pada hari Sabtu tanggal 10 April 2004 sekitar pukul 01.30 pagi dini hari, dengan dijemput oleh 2 (orang) supir Dr. Lucky yaitu Bapak Madi dan Kikis, serta seorang karyawan (Bapak Samsudin).

46. Pada hari Senin, tanggal 12 April 2004, saya menerima surat dari Polsek Menteng untuk datang pada hari Rabu tanggal 14 April 2004 guna diperiksa sebagai Tersangka penganiayaan.

47. Pada hari Rabu tanggal 14 April 2004, saya (Dr. Rudy) diperiksa di Polsek Menteng, sampai selesai sekitar jam 19/20 malam dan BAP saya tandatangani. Namun saya tidak diijinkan pulang. Dan oleh Bapak Dahana (Kapolsek Menteng), saya disuruh tidur di ruang kerja beliau.

48. Pada hari Kamis pagi tanggal 15 April 2004, saya (Dr. Rudy) mengirim SMS ke Dr. Lucky, mengabarkan bahwa saya ditahan. Sekitar pukul 7.30 pagi Dr. Lucky menelpon Bapak Dahana (Kapolsek Menteng), mempertanyakan/mendiskusikan penahanan tersebut. Pada siang harinya Dr. Lucky datang ke Polsek Menteng, dengan membawa tas berisi baju, menghadap Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) sambil menangis meminta dia (Dr. Lucky) ikut ditahan. Tetapi anehnya, kedatangan Dr. Lucky sambil menyerahkan surat ke Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) yang beliau perlihatkan kepada saya dan disuruh membacanya secara cepat. Dalam surat tersebut anehnya antara lain tertulis permintaan Dr. Lucky agar saya (Dr. Rudy) ditahan. Kemudian Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) meminta saya membujuk Dr. Lucky agar supaya dia mau pulang.

49. Pada hari Kamis siang tanggal 15 April 2004, atas petunjuk Bapak Dahana (Kapolsek Menteng), saya menelpon kakak dari Dr. Lucky yang bernama Naif, agar supaya Bapak Naif menelpon Irjen Saleh Saaf yang saat itu menjabat sebagai Kepala Telematika Mabes Polri.

50. Pada hari Jum’at pagi tanggal 16 April 2004, Bapak Naif datang ke Polsek Menteng dan di kamar kerja Kapolsek Menteng, mengabarkan kepada saya dan Kapolsek Menteng bahwa pada Kamis sore tanggal 15 April 2004 telah menemui Irjen Saleh Saaf, dan Bapak Saleh Saaf akan menelpon Bapak Dahana (Kapolsek Menteng).

51. Pada hari Jum’at siang tanggal 16 April 2004, setelah shallat Jum’at, saya menerima telpon dari Bapak Irjen Saleh Saaf, memberitahu bahwa saya bisa pulang hari itu, dan diminta agar pada hari Senin tanggal 19 April 2004 pada jam 13.00 datang menghadap di kamar kerja beliau di Mabes Polri bersama Dr. Lucky.

52. Pada hari Jum’at malam tanggal 16 April 2004, saya diperbolehkan pulang, tanpa pernah dikeluarkan Surat Penangkapan, Surat Penahanan, maupun Surat Pelepasan atau Surat Penangguhan Penahanan, oleh Polsek Menteng.

53. Pada hari Senin tanggal 19 April 2004 jam 13.15, saya (Dr. Rudy) dan Dr. Lucky menghadap Bapak Irjen Saleh Saaf di Mabes Polri, Jl. Trunojoyo. Antara lain beliau mengatakan bahwa memang beliau meminta kepada Bapak Dahana (Kapolsek Menteng) agar memproses laporan penganiayaan yang dilaporkan oleh Lucky. Juga dikatakan ”..... dan toh ditahannya tidak di sel, tetapi tidur di kamar kerja Kapolsek, karena Rudy kan masih terhitung saudara saya, TETAPI KAN LUCKY LEBIH SAUDARA LAGI .....”. Kami juga sempat dinasehati, antara lain supaya hidup rukun, dan sejak saat itu kemana-mana pergi berdua.

54. Tetapi oleh karena tidak jelas apa keinginan Lucky, karena pembicaraannya tidak fokus dan sering berpindah-pindah dari topik yang satu ke topik yang lain, ditambah sudah banyak tamu lain yang ingin menghadap/bertemu dengan Bapak Irjen Saleh Saaf, maka kemudian Bapak Irjen Saleh Saaf menganjurkan agar kami (Dr. Rudy dan Dr. Lucky) untuk sementara berpisah untuk saling introspeksi selama 1-2 bulan, sambil mengedipkan sebelah matanya ke saya (Dr. Rudy) yang saya tidak tahu apa maknanya. Dan saya untuk sementara diinapkan di Hotel Banian Bulevar yang terletak di Jl. Tanjung Duren Raya, Jakarta Barat, yaitu hotel milik Bapak Naif (kakak dari Dr. Lucky). Bapak Irjen Saleh Saaf sendiri yang langsung menelpon Bapak Naif untuk pengaturan menginapnya saya di situ.

55. Namun sepulang saya dari umroh pada bulan Juni 2004, saya tidak dapat masuk ke dalam rumah di Jl. Sutan Syahrir No.5 dan 6, karena dijaga oleh orang-orang yang tidak saya kenal. Dan juga tidak dapat menemui isteri saya (Dr. Lucky) dan anak-anak, karena rumah sudah dikosongkan, dan tidak diketahui kemana mereka pindah.

56. Kemudian saya ketahui bahwa istri saya (Dr. Lucky) beserta anak-anak kami pindah ke Jl. Cikajang No.13, Jakarta Selatan. Namun saya tidak bisa masuk karena tidak diijinkan dan dijaga oleh orang-orang yang tidak saya kenal. Saya juga tidak bisa mendekat ke anak-anak di sekolah karena mereka pulang-pergi diantar-jemput dan dihalangi oleh orang-orang yang tidak saya kenal.

Sementara sampai di sini.
Jakarta, 10 Oktober 2004.
Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS