Jumat, 03 Juli 2009

Eksepsi Perkara Kedua

E K S E P S I

Terhadap

Surat Dakwaan No.Reg.Perk. : PDM-234/JKTM/2/2005
Tanggal 3 Februari 2005




Yth. Majelis Hakim,

Berkenaan dengan Surat Dakwaan No.Reg.Perk. : PDM-234/JKTM/2/2005 tanggal 2 Februari 2005, yang telah dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum pada tanggal 23 Maret 2005 di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, maka ijinkanlah saya, Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS sebagai Terdakwa mengajukan keberatan (eksepsi) terhadap Surat Dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum tersebut, di samping Penasehat Hukum saya, sehingga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan keberatan (eksepsi) yang diajukan oleh Penasehat Hukum saya.

Pada Surat Dakwaan dengan No.Reg.Perk. : PDM-234/JKTM/2/2005, Jaksa Penuntut Umum menuliskan :

Dakwaan Kesatu Primair :
”Bahwa ia terdakwa Dr. Rudy Sutadi bin Darma Kumala pada hari, tanggal dan waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi, sekitar bulan Januari 1990 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu yang masih termasuk dalam tahun 1990, bertempat di Klinik Buncit Raya No.38, Jakarta Selatan, atau setidak-tidaknya berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP Pengadilan Negeri Jakarta Timur berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya; memalsukan surat authentiek, sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan, ..........”.

Dakwaan Kesatu Subsidair :
”Bahwa ia terdakwa Dr. Rudy Sutadi bin Darma Kumala pada hari dan waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi, pada tanggal 20 Juli 1994 dan pada tanggal 12 Januari 2000 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Juli 1994 dan bulan Januari 2000 atau masih dalam tahun 1994 dan tahun 2000, bertempat di Jalan Teuku Umar No.45 Menteng, Jakarta Pusat dan di Jalan Sutan Syahrir No.6 Menteng, Jakarta Pusat, atau setidak-tidaknya berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP Pengadilan Negeri Jakarta Timur berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya; dengan sengaja menggunakan akte itu seolah-olah isinya cocok dengan hal yang sebenarnya, seolah-olah itu surat asli dan tidak dipalsukan, jika pemakaian surat itu dapat mendatangkan sesuatu kerugian, sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan, ..........”

Dakwaan Kedua Primair :
” Bahwa ia terdakwa Dr. Rudy Sutadi bin Darma Kumala pada hari, tanggal dan waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi, sekitar bulan Januari 1990 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu yang masih termasuk dalam tahun 1990, bertempat di Klinik Buncit Raya No.38, Jakarta Selatan, atau setidak-tidaknya berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP Pengadilan Negeri Jakarta Timur berwenang memeriksa dan mengadili perkararanya; membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian, sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan, ..........”

Dakwaan Kedua Subsidair :
”Bahwa ia terdakwa Dr. Rudy Sutadi bin Darma Kumala pada hari dan waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi, pada tanggal 20 Juli 1994 dan pada tanggal 12 Januari 2000 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu dalam bulan Juli 1994 dan bulan Januari 2000 atau setidak-tidaknya masih dalam tahun 1994 dan tahun 2000, bertempat di Jalan Teuku Umar No.45 Menteng, Jakarta Pusat dan di Jalan Sutan Syahrir No.6 Menteng, Jakarta Pusat, atau setidak-tidaknya berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP Pengadilan Negeri Jakarta Timur berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya, dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian, sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan, ..........”

”.......... terdakwa menyuruh saksi Mahdi untuk membuatkan Akta Nikah atau Buku Nikah terdakwa dan saksi korban ........”

”......... saksi Mahdi menanyakan mengenai pembuatan Buku Nikah terdakwa dan saksi korban tersebut kepada Mohamad Abdul Fatah (Almarhum), .........., dan oleh Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) dikatakan bahwa Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) sanggup membuatkan Akta Nikah atau Buku Nikah tersebut;”

”......... setelah selesai pembuatan Akta Nikah atau Buku Nikah tersebut diserahkan kepada saksi Mahdi dan kurang lebih 3 (tiga) atau 4 (empat) hari setelah menerima Akta Nikah atau Buku Nikah tersebut, baru saksi Mahdi menyerahkan Akta Nikah atau Buku Nikah tersebut kepada terdakwa, yang mana saksi Mahdi tidak mengetahui apakah Akta Nikah atau Buku Nikah tersebut sah atau palsu;”

”.........., namun oleh terdakwa, Buku Nikah tersebut telah dipergunakan untuk mengurus dan membuat Akta Kelahiran kedua anak laki-laki saksi korban dengan terdakwa ........ tanpa sepengetahuan dari saksi korban hingga akhirnya atas perbuatan terdakwa tersebut saksi korban merasa dirugikan;”

”Bahwa akibat perbuatan terdakwa Dr. Rudy Sutadi bin Darma Kumala, saksi korban Dr. Lucky Aziza Bawazier merasa dirugikan atas perbuatan terdakwa tersebut.”

Kemudian Jaksa Penuntut Umum mencoba menjerat terdakwa dengan :
- Dakwaan Pertama Primair :
Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
- Dakwaan Pertama Subsidair :
Pasal 264 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
- Dakwaan Kedua Primair :
Pasal 263 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
- Dakwaan Kedua Subsidair :
Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun Pasal 263 KUHP sebagai berikut :
(1) Barangsiapa membuat surat palsu atu memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebanan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Sedangkan Pasal 264 KUHP sebagai berikut :
(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap :
1. akte-akte otentik;
2. surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan perseroan atau maskapai;
4. talon, tanda bukti deviden atau bunga dari salah-satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.
(2) Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagai berikut :
Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan.


Yth. Majelis Hakim,

Adapun keberatan (eksepsi) saya dibagi dalam beberapa bagian, yaitu :
I. Dakwaan batal demi hukum karena terjadi perubahan surat dakwaan.
II. Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak berwenang untuk mengadili.
III. Dakwaan kadaluarsa.
IV. Salah dakwaan dan dakwaan salah alamat (eror in persona).
V. Dakwaan tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap.
VI. Barang bukti tidak sah.
VII. Penutup.


Berikut di bawah ini adalah uraian mengenai butir-butir keberatan tersebut di atas.


I. DAKWAAN BATAL DEMI HUKUM KARENA TERJADI PERUBAHAN SURAT DAKWAAN


Terdakwa menerima Surat Dakwaan melalui Bagian Register Rutan/LP Cipinang Jakarta, pada tanggal 4 Maret 2005. Kemudian pada sidang pertama yang dijadwalkan tanggal 16 Maret 2005, Terdakwa tidak dapat hadir oleh karena sakit. Kemudian pada sidang berikut pada tanggal 23 Maret 2005, Jaksa Penuntut Umum membacakan Surat Dakwaannya. Pada tanggal yang sama, sesudah sidang, Penasihat Hukum Terdakwa mendapat fotokopi Surat Dakwaan beserta Berkas Perkara dari Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Ternyata Surat Dakwaan yang dikirimkan dan diterima oleh Terdakwa ternyata berbeda dengan yang dikirimkan dan diterima oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Secara fisik kasat mata terlihat banyak perbedaan antara Surat Dakwaan yang dikirimkan dan diterima oleh Terdakwa dengan yang dikirimkan dan diterima oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur, yaitu antara lain :
1. Halaman 1 : Yang pada Terdakwa tertulis No.Reg.Perk. : PDM-PDM-234/JKTM/2/ 2005, yaitu PDM tertulis 2 (dua) kali. Sedangkan yang pada PN JakTim tertulis No.Reg.Perk. : PDM-234/JKTM/2/2005, yaitu PDM tertulis 1 (satu) kali.
2. Halaman 2 : Yang pada Terdakwa, tulisan ”Subsidair” (maksudnya Dakwaan Pertama Subsidair) berada pada beberapa baris dari bawah. Sedangkan yang pada PN JakTim tidak ada tulisan ”Subsidair” pada halaman 2, tulisan tersebut baru muncul pada baris pertama halaman 3.
3. Halaman 3 : Yang pada Terdakwa tidak ada tulisan ”Subsidair” (maksudnya Dakwaan Pertama Subsidair). Sedangkan yang pada PN JakTim terdapat tulisan ”Subsidair” pada baris pertama halaman 3.
4. Halaman 4 : Yang pada Terdakwa tulisan ”Atau Kedua Primair” terletak pada beberapa baris dari atas. Sedangkan yang pada PN JakTim tulisan ”Atau Kedua Primair” terdapat pada beberapa baris dari bawah.
5. Halaman 5 : Yang pada Terdakwa tulisan ”Subsidair” (maksudnya Dakwaan Kedua Subsidair) berada pada beberapa baris dari bawah. Sedangkan yang pada PN JakTim tidak ada tulisan ”Subsidair” tersebut, tulisan tersebut baru muncul pada halaman 6.
6. Halaman 6 : Yang pada Terdakwa tidak ada tulisan ”Subsidair”. Sedangkan yang pada PN JakTim terdapat tulisan ”Subsidair” (maksudnya Dakwaan Kedua Subsidair) pada halaman 6 pertengahan agak ke bawah.
7. Halaman 7 : Yang pada Terdakwa, Surat Dakwaan berakhir di halaman 7 ini, serta ditandatangani serta diberi tanggal 3 Februari 2005. Sedangkan yang pada PN JakTim, halaman 7 ini masih terus berlanjut ke halaman 8.
8. Halaman 8 : Yang pada Terdakwa, tidak ada halaman 8, Surat Dakwaan berakhir dan ditandatangani pada halaman 7, dengan diberi tanggal 3 Februari 2005. Sedangkan yang pada PN JakTim, Surat Dakwaan baru berakhir dan ditandatangani pada halaman 8 ini, dan diberi tanggal 3 Februari 2005 juga.

Menilik perbedaan dari isi antara Surat Dakwaan yang dikirimkan dan diterima oleh Terdakwa pada tanggal 4 Maret 2005, dengan Surat Dakwaan yang dikirimkan dan diterima oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang kopinya didapat oleh Penasehat Hukum dari Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada tanggal 23 Maret 2005, ternyata pada yang dikirimkan dan diterima oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur sangat banyak terdapat di sana-sini berbagai koreksi, pembetulan, sisipan, dan penambahan. Itu berarti bahwa telah terjadi penggantian dan/atau perubahan Surat Dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Sebenarnya, perubahan Surat Dakwaan telah diatur pada Pasal 144 KUHAP, sebagai berikut di bawah ini.

Pasal 144 KUHAP :
(1) Penuntut Umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum Pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan tuntutannya.
(2) Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai.
(3) Dalam hal Penuntut Umum mengubah surat dakwaan ia menyampaikan turunannya kepada tersangka atau Penasihat Hukum dan penyidik.

Tidak diketahui kapankah Jaksa Penuntut Umum mengubah Surat Dakwaannya. Tetapi yang jelas dan pasti adalah :
1. Jaksa Penuntut Umum telah merubah Surat Dakwaannya.
2. Perubahan itu tidak pernah diberitahukan sebelumnya kepada Tersangka atau Penasihat Hukum dari Tersangka, dan juga tidak pernah diberitahukan kepada Penyidik.
3. Bahkan, pada tanggal 23 Maret 2005, pada hari Jaksa Penuntut Umum membacakan Surat Dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum tidak pernah mengatakan/menyebutkan adanya perubahan dari Surat Dakwaannya.
4. Bahkan, terlebih lagi, sampai hari inipun Jaksa Penuntut Umum tidak pernah memberitahukan adanya perubahan dari Surat Dakwaannya. Sehingga patut disangkakan bahwa ada kesengajaan dari Jaksa Penuntut Umum untuk menutupi fakta yang ada.

Itu berarti telah bertentangan dengan Pasal 144 KUHAP tersebut di atas. Memang KUHAP tidak jelas-jelas mengatur akan sanksi apa jika Pasal 144 KUHAP ini dilanggar. Namun pada Penjelasan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Thun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, mengenai Pasal 144 KUHAP ini dituliskan ”Cukup Jelas”. Ini berarti bahwa perancang/pembuat undang-undang ini menyatakan bahwa tidak ada arti lain selain mengikuti logika normal, logika seumumnya, yaitu bila Pasal 144 KUHAP ini dilanggar maka Surat Dakwaan haruslah Batal Demi Hukum. Seharusnyalah hanya satu hal ini yang berlaku kalau menuruti logika normal, logika seumumnya. Tidaklah boleh terdapat interpretasi yang lain yang tidak menuruti logika normal, logika seumumnya, hal ini tentunya juga untuk adanya kepastian hukum.

Oleh karena itu, Terdakwa mohon kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan :

Menyatakan Surat Dakwaan dengan No.Reg.Perk. : PDM-234/JKTM/2/2005 BATAL DEMI HUKUM, dan oleh karena itu Terdakwa dibebaskan dari segala Dakwaan dan Tuntutan.



II. PENGADILAN NEGERI JAKARTA TIMUR TIDAK BERWENANG UNTUK MENGADILI.


Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya menyatakan ”..... sekitar bulan Januari 1990 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu yang masih termasuk dalam tahun 1990, bertempat di Klinik Buncit Raya No.38, Jakarta Selatan, atau setidak-tidaknya berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP Pengadilan Negeri Jakarta Timur berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya .....”.
Juga dituliskan bahwa ” .......... pada tanggal 20 Juli 1994 dan pada tanggal 12 Januari 2000 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Juli 1994 dan bulan Januari 2000 atau masih dalam tahun 1994 dan tahun 2000, bertempat di Jalan Teuku Umar No.45 Menteng, Jakarta Pusat dan di Jalan Sutan Syahrir No.6 Menteng, Jakarta Pusat, atau setidak-tidaknya berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP Pengadilan Negeri Jakarta Timur berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya; ..........”

Jaksa Penuntut Umum dengan jelas dan terang menuliskan bahwa locus delicti adalah Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, maka tidak sesuai dengan Pasal 84 ayat (1) KUHAP yang berbunyi :

”Pengadilan Negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya”.

Sedangkan Jaksa Penuntut Umum menggunakan Pasal 84 ayat (2) KUHAP yang berbunyi :

”Pengadilan Negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat Pengadilan Negeri itu daripada tempat kedudukan Pengadilan Negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan”.

Ingin saya bahas bagian-bagian dari Pasal 84 ayat (2) KUHAP yang digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum, yaitu sebagai berikut :

a. ”Pengadilan Negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan. .....”
- Alamat terdakwa sesuai KTP adalah memang di Jakarta Timur, tapi de facto terdakwa bertempat tinggal dan berdiam sejak tahun 1989 adalah Jl. Teuku Umar No.45, Jakarta Pusat, dan berdiam terakhir sejak tahun 1997 adalah di Jl. Sutan Syahrir No.5&6, Jakarta Pusat. Untuk kemudian sejak April 2004 sampai sebelum ditahan di Polda Metro Jaya, terdakwa tinggal di hotel milik kakak dari Saksi Pelapor/Korban, yaitu Hotel Boulevard, Jl. Tanjung Duren Raya, Jakarta Barat. Setelah itu, sejak September 2004, terdakwa ditahan di Polda Metro Jaya, Jl. Jendral Sudirman, Jakarta Selatan kemudian pindah ke LP/Rutan Cipinang, Jakarta Timur, oleh karena perkara lain yaitu fitnahan dakwaan penganiayaan dan perusakan yang dilaporkan oleh Saksi Pelapor/Korban yang sama (Dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH).
- Untuk perkara yang sesuai dengan Surat Dakwaan No.Reg.Perk. : PDM-234/JKTM/2/2005, seperti juga ditulis oleh Jaksa Penuntut Umum, terdakwa tidak ditahan oleh Penyidik maupun Jaksa Penuntut Umum.
- Memang benar saat ini terdakwa ditahan di LP/Rutan Cipinang, Jakarta Timur. Tetapi,
(1) Penahanan tersebut untuk perkara lain
(2) Banyak dari tahanan/terdakwa yang ditahan di LP/Rutan Cipinang, Jakarta Timur, sidang pengadilannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan.

Jadi, tidak ada alasan untuk mengadili terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

b. ”..... hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat Pengadilan Negeri itu daripada tempat kedudukan Pengadilan Negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan”

Alamat para saksi sesuai dengan yang ada di BAP (Berita Acara Pemeriksaan), adalah sebagai berikut :
- Saksi Pelapor/Korban Dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH :
Alamat sesuai KTP adalah Jl. Teuku Umar No.45, Jakarta Pusat. Tetapi de facto adalah Jl. Sutan Syahrir No.5 & 6, Jakarta Pusat sejak tahun 1997. Kemudian sejak Mei/Juni 2004 bertempat tinggal di Jl. Cikajang No.13, Jakarta Selatan.
- Saksi Mahdi Saleh : Jl. Kampung Melayu Kecil II No.29, RT 002 RW 010, Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.
- Saksi Darno : Kp. Srengseng, RT 011 RW 008, Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakars, Jakarta Selatan.
- Saksi Uun Kurniasih : Jl. Cikajang No.13, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
- Saksi Supami : Jl. Cikajang No.13, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
- Saksi Andri Sumadi alias Madi :
Alamat sesuai KTP adalah Jl. Kemuning Dalam, RT 007 RW 004, Utan Kayu Utara, Jakarta Timur, di mana saksi pernah mengontrak dan tinggal bersama anak istrinya. Tetapi saat ini sudah tidak lagi tinggal di tempat kontrakan tersebut karena istri dan anak dari Saksi Andri Sumadi alias Madi kembali ke Solo, Jawa Tengah untuk tinggal di rumah orangtuanya sejak tahun 2002. Sedangkan saat ini de facto, saksi Andri Sumadi alias Madi bekerja sebagai sopir dari Saksi Pelapor/Korban dan tinggal di rumah Saksi Pelapor/Korban yaitu saat ini di Jl. Cikajang No.13, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
- Saksi Drs. Valentino Simanungkalit, Msi : Jl. Pegangsaan Barat No.20, RT 016 RW 005, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat.
- Saksi Samsudin bin Mardi Wiyono : Jl. Pedati Utara I No.23, RT 004 RW 006, Kelurahan Cijantung, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur.
- Saksi Madrahi, SH bin H. Idja : Jl. Otista III Dalam, RT 007 RW 001, Kelurahan Cipinang Cempedak, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.
- Saksi H. Abdul Wadud Mochtar : Jl. Tanah Manisan No.8, RT 002 RW 009, Kelurahan Cipinang Cempedak, Jatinegara, Jakarta Timur.

Jadi, dari 10 (sepuluh) saksi yang diperiksa, terdapat 6 (enam) saksi yang bertempat tinggal di Jakarta Selatan, dan 1 (satu) orang bertempat tinggal di Jakarta Pusat. Dan hanya ada 3 (tiga) yang bertempat tinggal di wilayah Jakarta Timur, itupun secara meyakinkan bisa dipastikan bahwa mereka (tiga orang tersebut) yang tinggal di wilayah Jakarta Timur, tidak akan kesulitan untuk mencapai/datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Oleh karena itu, bahwa sesuai dengan Pasal 84 ayat (1) KUHAP maupun Pasal 84 ayat (2) KUHAP tersebut, maka saya memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara pidana ini untuk menjatuhkan putusan :

Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Timur TIDAK berwenang mengadili perkara ini.



III. DAKWAAN KADALUARSA.


Pada Surat Dakwaan dengan No.Reg.Perk. : PDM-234/JKTM/2/2005, Jaksa Penuntut Umum menuliskan ”Bahwa ia terdakwa Dr. Rudy Sutadi bin Darma Kumala pada hari, tanggal dan waktu yang sudah tidak dapat diingat lagi, sekitar bulan Januari 1990 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu yang masih termasuk dalam tahun 1990, ....”

Pasal 78 KUHP ayat (1) : Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
2. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah duabelas tahun;
4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapanbelas tahun.

Di samping itu, pada Pasal 79 KUHP disebutkan bahwa ”Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, .........”

Pada Surat Dakwaan tersebut di atas, Jaksa Penuntut Umum mencoba menjerat terdakwa dengan Pasal 263 KUHP dengan ancaman hukuman 6 tahun, dan dengan Pasal 264 KUHP dengan ancaman hukuman 8 tahun.
Oleh karena itu, sesuai dengan Pasal 78 KUHP ayat (1) ke-3, maka penuntutan pidana telah hapus karena tenggang waktu telah dilampaui (kadaluarsa).
Oleh karena itu, maka saya memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara pidana ini untuk menjatuhkan putusan :

Menyatakan bahwa penuntutan pidana pada Surat Dakwaan dengan No.Reg.Perk. : PDM-234/JKTM/2/2005 tidak dapat diterima dan/atau ditolak, karena telah hapus oleh sebab tenggang waktu untuk menuntut pidana telah dilampaui (kadaluarsa), dan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan.



IV. SALAH DAKWAAN dan DAKWAAN SALAH ALAMAT (EROR IN PERSONA).


Pada Surat Dakwaan dengan No.Reg.Perk. : PDM-234/JKTM/2/2005 tanggal 3 Februari 2005, Jaksa Penuntut Umum menuliskan seperti apa-apa yang telah saya kutip di awal nota keberatan (eksepsi) ini, sehingga tidak perlu diulang lagi.

Dari apa-apa yang dituliskan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan tersebut di atas, jelaslah :

a. Walaupun pada kenyataannya bahwa Terdakwa menyuruh Saksi Mahdi mengurus pernikahan, bukan menyuruh membuat Buku/Akta Nikah, tetapi, bila mengikuti Surat Dakwaan tersebut di atas, maka Terdakwa Dr. Rudy Sutadi hanya menyuruh Saksi Mahdi membuatkan Akta/Buku Nikah, nota-bene terdakwa tidak menyuruh Saksi Mahdi membuatkan Akta/Buku Nikah PALSU, sebagaimana yang telah dikutip di atas, yaitu :

”.......... terdakwa menyuruh saksi Mahdi untuk membuatkan Akta Nikah atau Buku Nikah terdakwa dan saksi korban ........”

Sesuai dengan kutipan tersebut di atas dari Surat Dakwaan, maka Terdakwa Dr. Rudy Sutadi tidak pernah menyuruh saksi Mahdi untuk membuat Akta/Buku Nikah Palsu, atau tidak pernah menyuruh saksi Mahdi untuk memalsukan Akta/Buku Nikah dan/atau melakukan pemalsuan Akta/Buku Nikah.
Terlebih lagi, berarti juga bahwa Terdakwa Dr. Rudy Sutadi tidak pernah memalsukan dan/atau melakukan pemalsuan Akta/Buku Nikah.

b. Bahwa, bila mengikuti Surat Dakwaan tersebut di atas, maka Terdakwa Dr. Rudy Sutadi sama sekali tidak pernah berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan pelaku pemalsuan dan/atau pelaku yang memalsukan Akta/Buku Nikah, apakah itu Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) ataukah orang/orang-orang lain yang disuruh/diminta oleh Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) untuk memalsukan dan/atau melakukan pemalsuan dan/atau menyuruh memalsukan Akta/Buku Nikah, sebagaimana yang telah dikutip di atas, yaitu :

”......... saksi Mahdi menanyakan mengenai pembuatan Buku Nikah terdakwa dan saksi korban tersebut kepada Mohamad Abdul Fatah (Almarhum), .........., dan oleh Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) dikatakan bahwa Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) sanggup membuatkan Akta Nikah atau Buku Nikah tersebut;”

Mengikuti kutipan tersebut di atas dari Surat Dakwaan, maka yang berperan aktif, yang menyuruh Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) adalah Saksi Mahdi Saleh.
Sehubungan dengan itu, ternyata Saksi Mahdi Saleh hanya dijadikan sebagai saksi saja dalam perkara ini, bukan sebagai terdakwa juga. Sehingga tidak terlihat adanya kaitan dari Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) yang mungkin sebagai orang yang memalsukan atau sebagai orang yang melakukan pemalsuan atau sebagai orang yang menyuruh melakukan pemalsuan atau sebagai orang yang turut melakukan pemalsuan, dengan Terdakwa Dr. Rudy Sutadi. Sehingga ada mata rantai yang hilang (rantainya/kaitannya terputus) dikarenakan Saksi Mahdi Saleh hanya dijadikan sebagai saksi, bukan sebagai terdakwa juga.
Sehubungan dengan itu, maka Terdakwa Dr. Rudy Sutadi tidak dapat dikatakan sebagai turut melakukan perbuatan. Dengan siapakah Terdakwa Dr. Rudy Sutadi turut melakukan perbuatan? Dengan pelaku utama siapakah Terdakwa Dr. Rudy Sutadi turut melakukan perbuatan? Tidak mungkin dengan Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) karena Terdakwa Dr. Rudy Sutadi tidak mengenal dan tidak berhubungan dengan Mohamad Abdul Fatah (Almarhum). Kecuali Saksi Mahdi Saleh juga sebagai Terdakwa dan/atau Pelaku Utama, maka dapat dikatakan bahwa Terdakwa Dr. Rudy Sutadi turut melakukan bersama dengan Mahdi Saleh dan Mohamad Abdul Fatah (Almarhum), atau Terdakwa Dr. Rudy Sutadi bersama-sama dengan Mahdi Saleh, turut melakukan perbuatan bersama-sama dengan Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) sebagai Terdakwa dan/atau Pelaku Utama.
Nota bene, Saksi Mahdi juga tidak pernah menyuruh Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) membuat Akta/Buku Nikah palsu, mengikuti dengan apa yang ditulis oleh Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya bahwa ”......... saksi Mahdi menanyakan mengenai pembuatan Buku Nikah terdakwa dan saksi korban tersebut kepada Mohamad Abdul Fatah (Almarhum)”. Jadi, saksi Mahdi hanya menanyakan pembuatan Akta/Buku Nikah, sama sekali tidak menanyakan pembuatan Akta/Buku Nikah Palsu dan/atau menyuruh membuat Akta/Buku Nikah Palsu.

c. Bahwa, bila mengikuti Surat Dakwaan tersebut di atas, maka Terdakwa Dr. Rudy Sutadi, sama sekali tidak mengetahui bahwa Akta Nikah atau Buku Nikah tersebut sah atau palsu, sebagaimana yang telah dikutip di atas, yaitu :

”......... setelah selesai pembuatan Akta Nikah atau Buku Nikah tersebut diserahkan kepada saksi Mahdi dan kurang lebih 3 (tiga) atau 4 (empat) hari setelah menerima Akta Nikah atau Buku Nikah tersebut, baru saksi Mahdi menyerahkan Akta Nikah atau Buku Nikah tersebut kepada terdakwa, yang mana saksi Mahdi tidak mengetahui apakah Akta Nikah atau Buku Nikah tersebut sah atau palsu;”

Logikanya, bila Saksi Mahdi Saleh saja tidak mengetahui bahwa Akta/Buku Nikah tersebut palsu, maka manalah mungkin Terdakwa Dr. Rudy Sutadi mengetahui bahwa Akta/Buku Nikah tersebut palsu. Nota bene, padahal yang menyuruh Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) adalah Saksi Mahdi Saleh, padahal yang menerima Akta/Buku Nikah tersebut dari Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) adalah Saksi Mahdi Saleh.

Berkaitan dengan hal itu pula, maka bila memang benar seperti yang dituliskan dalam Surat Dakwaan, sebagaimana yang telah dikutip di atas, yaitu :

”.........., namun oleh terdakwa, Buku Nikah tersebut telah dipergunakan untuk mengurus dan membuat Akta Kelahiran kedua anak laki-laki saksi korban dengan terdakwa ........”

Maka Terdakwa Dr. Rudy Sutadi tidak dapat dipersalahkan bilamana memang benar Terdakwa Dr. Rudy Sutadi telah menggunakan Buku Nikah tersebut untuk mengurus Akta Kelahiran kedua anak laki-laki saksi korban dengan terdakwa, oleh karena Terdakwa Dr. Rudy Sutadi sama sekali tidak mengetahui bahwa Buku Nikah tersebut adalah palsu. Sebagaimana yurisprudensi :

Suatu tindakan pada umumnya dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum bukan hanya berdasarkan suatu ketentuan dalam perundang-undangan, melainkan juga berdasarkan azas-azas hukum dan bersifat umum,
MA No.42 K/Kr/1965
tanggal 8 Januari 1966


Lagipula, sesuai dengan Staatblad 1920 no.751 Jo 1927 no. 564, mewajibkan pendaftaran kelahiran seorang anak oleh bapaknya.

Selain itu, pada Pasal 50 KUHP :
Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana.

Dan menurut HR 26 Juni 1899 :
Ketentuan Undang-undang adalah setiap peraturan, yang dikeluarkan oleh setiap penguasa yang berwenang menurut undang-undang, bukan saja peraturan yang dikeluarkan oleh atau berdasarkan undang-undang negara.

Dan menurut HR 22 November 1949 :
Melakukan perbuatan terlarang yang tidak disadari tanpa suatu kesalahan, merupakan alasan penghapus pidana.


Di samping itu, pada Pasal 83 KUHP disebutkan bahwa ”Kewenangan menjalankan pidana hapus jika terpidana meninggal dunia”.
Yang menjadi persoalan, apakah Mohamad Abdul Fatah memang benar-benar telah meninggal dunia? Penyidik maupun Jaksa Penuntut Umum tidak memberikan bukti-bukti otentik mengenai hal itu. Penyidik dan Jaksa Penuntut Umum hanya mengambil begitu saja dari keterangan Saksi Mahdi Saleh di BAP tanggal 21 September 2004, yang belum tentu kebenarannya. Sebagaimana keterangan Mahdi Saleh, yaitu pada jawaban dari pertanyaan nomor 30, yaitu ”Ada keterangan lain yang ingin saya tambahkan yaitu sdr. Mohamad Abdul Fatah telah meninggal dunia, tapi saya lupa kapan sdr. Mohamad Abdul Fatah meninggal dunia”.
Penyidik mencoba memperkuat bahwa Mohamad Abdul Fatah telah meninggal dunia dengan melampirkan Surat Laporan Kematian No. 17/??/1755/03/IV/96 tanggal 23 Desember 1996 dari Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Kodya Jakarta Selatan, dan Surat Keterangan Pemeriksaan Mayat dengan Nomor Urut 023 tanggal 22 Desember 1996 dari Puskesmas Tebet.

Terdapat beberapa hal bahwa Terdakwa berkeberatan terhadap surat-surat tersebut, yaitu:
a. Darimanakah Surat Laporan Kematian dan Keterangan Pemeriksaan Mayat tersebut didapat? Siapa yang menyerahkan dan siapa yang menerima? Surat-surat tersebut tidak ada dalam Daftar Barang Bukti tanggal 8 Nopember 2004. Tidak ada Surat Perintah Penyitaan, tidak ada Surat Permohonan Penyitaan dari Polda Metro Jaya ke Pengadilan Negeri, tidak ada Berita Acara Penyitaan, tidak ada Surat Penetapan Penyitaan dari Pengadilan Negeri.
b. Terdapat beberapa kejanggalan pada Surat Laporan Kematian dan Surat Keterangan Pemeriksaan Mayat tersebut di atas, yaitu :
- Nomor Surat Laporan Kematian yaitu 17/??/1755/03/IV/96, di mana yang Terdakwa tulis dengan tanda tanya (“??”), kelihatannya bekas dihapus dengan tipp-ex, kemudian diganti dengan tulisan tangan untuk menuliskan angka ”17”, sedangkan yang lain berupa tulisan mesin ketik.
- Nomor Surat Laporan Kematian yaitu 17/??/1755/03/IV/96, dengan melihat angka Romawi IV (empat) yang kemungkinan berarti bulan IV (April) tahun 1996, sedangkan Surat Laporan Kematian tersebut dibuat pada tanggal 23 Desember 1996, maka seharusnyalah digunakan angka Romawi XII (dua belas).
- Nomor Surat Laporan Kematian yaitu 17/??/1755/03/IV/96, dengan melihat urutan angka 03/IV/96, maka kemungkinan berarti dibuat pada tanggal 3 April 1996, sedangkan Surat Laporan Kematian tersebut dibuat pada tanggal 23 Desember 1996.
- Pada Surat Laporan Kematian ditulis bahwa Nomor Pokok Penduduk adalah 0909310045, di mana empat angka pertama merupakan tanggal lahir, sehingga berarti tanggal lahir Mohamad Abdul Fatah adalah 09-09-1931 atau pada bulan 09 (sembilan), sedangkan pada kolom tanggal lahir ditulis bulan 04 (empat).
- Pada Surat Keterangan Pemeriksaan Mayat, ditulis tanggal waktu meninggal apakah 21 (dua puluh satu) kemudian ditindas jadi 22 (dua puluh dua), ataukah tanggal 22 (dua puluh dua) kemudian ditindas jadi 21 (dua puluh satu).
- Pada Surat Keterangan Pemeriksaan Mayat, ditulis Jam Pemeriksaan adalah 10.00 (sepuluh tepat), sedangkan pada Surat Laporan Kematian ditulis Jam Kematian 12.00 (dua belas tepat). Jadi, tidak mungkin bila Mohamad Abdul Fatah meninggal pada jam 12.00 (dua belas tepat) tetapi oleh pemeriksa mayat telah diperiksa pada jam 10.00 (sepuluh tepat), yang berarti pada jam 10.00 (sepuluh tepat) tersebut Mohamad Abdul Fatah telah menjadi mayat, tetapi baru meninggal 2 (dua) jam kemudian yaitu pada jam 12.00 (dua belas tepat).
- Pada Surat Keterangan Pemeriksaan Mayat, Alamat Tempat Meninggal ditulis dengan tulisan yang berbeda, sehingga berarti ditulis oleh orang yang berbeda.

Dengan demikian banyak cacat, kesalahan dan kejanggalan pada surat-surat tersebut di atas, sehingga oleh karena itu, Terdakwa mohon agar supaya Majelis Hakim memutuskan:

Bahwa Surat Laporan Kematian No.17/??/1755/03/IV/96 tanggal 23 Desember 1996 dari Kelurahan Bukitduri, Kecamatan Tebet, Kodya Jakarta Selatan, serta Surat Keterangan Pemeriksaan Mayat No.23 tanggal 22 Desember 1996 adalah Cacat Hukum, sehingga ditolak, tidak dapat diterima, tidak dapat dijadikan bukti, dan harus disingkirkan serta tidak boleh diperhatikan.

Maka, berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perkara ini adalah Pidana Penipuan yang kemungkinan dilakukan oleh Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) sendiri dan/atau orang lain yang disuruh/dimintakan oleh Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) untuk membuat Akta/Buku Nikah. Sehingga Jaksa Penuntut Umum telah melakukan salah dakwaan atau telah membuat dakwaan secara salah.
Dan yang dijadikan terdakwa adalah mungkin Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) sendiri dan/atau orang lain yang disuruh/dimintakan oleh Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) untuk membuat Akta/Buku Nikah. Sehingga Jaksa Penuntut Umum telah salah mendakwa orang (eror in persona).

Oleh karena itu, Terdakwa memohon kepada Majelis Hakim untuk memutuskan bahwa :

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah salah, dan Jaksa Penuntut salah mendakwa orang (eror in persona)



V. DAKWAAN TIDAK CERMAT, TIDAK JELAS, TIDAK LENGKAP


Pada Surat Dakwaan dengan No.Reg.Perk. : PDM-234/JKTM/2/2005, Jaksa Penuntut Umum menuliskan seperti apa-apa yang telah saya kutip di awal nota keberatan (eksepsi) ini, sehingga tidak perlu diulang lagi.

Berdasarkan KUHAP Pasal 143 ayat 2 (b) yang berbunyi sebagai berikut :

”2. Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi :
b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan”

Pada Surat Dakwaan tersebut, Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa :

”.........., namun oleh terdakwa, Buku Nikah tersebut telah dipergunakan untuk mengurus dan membuat Akta Kelahiran kedua anak laki-laki saksi korban dengan terdakwa ........ tanpa sepengetahuan dari saksi korban hingga akhirnya atas perbuatan terdakwa tersebut saksi korban merasa dirugikan;”

”Bahwa akibat perbuatan terdakwa Dr. Rudy Sutadi bin Darma Kumala, saksi korban Dr. Lucky Aziza Bawazier merasa dirugikan atas perbuatan terdakwa tersebut.”

Namun, Jaksa Penuntut Umum tidak menyatakan, tidak menjelaskan, tidak menguraikan mengenai kerugian tersebut. Yaitu apa kerugiannya atau apa kemungkinan/potensi kerugiannya, apa bentuk kerugiannya, dalam hal apa kerugiannya, seberapa banyak kerugian tersebut, seberapa besar kerugian tersebut, kapan terjadinya kerugian tersebut, di mana terjadinya kerugian tersebut, mengapa kerugian tersebut dapat terjadi, dan bagaimana terjadinya kerugian tersebut.
Oleh karena memang sebenarnyalah tidak ada kerugian tersebut. Bahkan pada bulan April 2004, melalui SMS, Saksi Pelapor menyebutkan bahwa dia mendapat mukjizat karena Akta/Buku Nikah tidak terdaftar di KUA Matraman Jakarta Timur. Bagaimana mungkin mendapat mukjizat tetapi sekaligus merasa dirugikan?

Dari apa-apa yang dituliskan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan tersebut di atas, jelaslah :

a. Bahwa, bila mengikuti Surat Dakwaan tersebut di atas, maka Terdakwa Dr. Rudy Sutadi hanya menyuruh Saksi Mahdi membuatkan Akta/Buku Nikah, terdakwa tidak menyuruh Saksi Mahdi membuatkan Akta/Buku Nikah PALSU, sebagaimana yang telah dikutip di atas, yaitu :

”.......... terdakwa menyuruh saksi Mahdi untuk membuatkan Akta Nikah atau Buku Nikah terdakwa dan saksi korban ........”

Mengikuti kutipan tersebut di atas dari Surat Dakwaan, maka Terdakwa Dr. Rudy Sutadi tidak pernah menyuruh saksi Mahdi untuk memalsukan Akta/Buku Nikah dan/atau melakukan pemalsuan Akta/Buku Nikah.
Terlebih lagi, berarti juga bahwa Terdakwa Dr. Rudy Sutadi tidak pernah memalsukan dan/atau melakukan pemalsuan Akta/Buku Nikah.

b. Bahwa, bila mengikuti Surat Dakwaan tersebut di atas, maka Terdakwa Dr. Rudy Sutadi sama sekali tidak pernah berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan pelaku pemalsuan dan/atau pelaku yang memalsukan Akta/Buku Nikah, apakah itu Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) ataukah orang/orang-orang lain yang disuruh/diminta oleh Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) untuk memalsukan dan/atau melakukan pemalsuan dan/atau menyuruh memalsukan Akta/Buku Nikah, sebagaimana yang telah dikutip di atas, yaitu :

”......... saksi Mahdi menanyakan mengenai pembuatan Buku Nikah terdakwa dan saksi korban tersebut kepada Mohamad Abdul Fatah (Almarhum), .........., dan oleh Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) dikatakan bahwa Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) sanggup membuatkan Akta Nikah atau Buku Nikah tersebut;”

Mengikuti kutipan tersebut di atas dari Surat Dakwaan, maka yang berperan aktif, yang menyuruh Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) adalah Saksi Mahdi Saleh.
Sehubungan dengan itu, ternyata Saksi Mahdi Saleh hanya dijadikan sebagai saksi saja dalam perkara ini, bukan sebagai terdakwa juga. Sehingga tidak terlihat adanya kaitan dari Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) yang mungkin sebagai orang yang memalsukan atau sebagai orang yang melakukan pemalsuan atau sebagai orang yang menyuruh melakukan pemalsuan atau sebagai orang yang turut melakukan pemalsuan, dengan Terdakwa Dr. Rudy Sutadi. Sehingga ada mata rantai yang hilang (rantainya/kaitannya terputus) dikarenakan Saksi Mahdi Saleh hanya dijadikan sebagai saksi, bukan sebagai terdakwa juga.
Sehubungan dengan itu, maka Terdakwa Dr. Rudy Sutadi tidak dapat dikatakan sebagai turut melakukan perbuatan. Dengan siapakah Terdakwa Dr. Rudy Sutadi turut melakukan perbuatan? Tidak mungkin dengan Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) karena Terdakwa Dr. Rudy Sutadi tidak mengenal dan tidak berhubungan dengan Mohamad Abdul Fatah (Almarhum). Kecuali Saksi Mahdi Saleh juga sebagai Terdakwa, maka dapat dikatakan bahwa Terdakwa Dr. Rudy Sutadi bersama-sama dengan Mahdi Saleh, turut melakukan perbuatan bersama-sama dengan Mohamad Abdul Fatah (Almarhum).

c. Bahwa, bila mengikuti Surat Dakwaan tersebut di atas, maka Terdakwa Dr. Rudy Sutadi, sama sekali tidak mengetahui bahwa Akta Nikah atau Buku Nikah tersebut sah atau palsu, sebagaimana yang telah dikutip di atas, yaitu :

”......... setelah selesai pembuatan Akta Nikah atau Buku Nikah tersebut diserahkan kepada saksi Mahdi dan kurang lebih 3 (tiga) atau 4 (empat) hari setelah menerima Akta Nikah atau Buku Nikah tersebut, baru saksi Mahdi menyerahkan Akta Nikah atau Buku Nikah tersebut kepada terdakwa, yang mana saksi Mahdi tidak mengetahui apakah Akta Nikah atau Buku Nikah tersebut sah atau palsu;”

Logikanya, bila Saksi Mahdi Saleh saja tidak mengetahui bahwa Akta/Buku Nikah tersebut palsu, maka manalah mungkin Terdakwa Dr. Rudy Sutadi mengetahui bahwa Akta/Buku Nikah tersebut palsu. Nota bene, padahal yang menyuruh Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) adalah Saksi Mahdi Saleh, padahal yang menerima Akta/Buku Nikah tersebut dari Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) adalah Saksi Mahdi Saleh.

Berkaitan dengan hal itu pula, maka bila memang benar seperti yang dituliskan dalam Surat Dakwaan, sebagaimana yang telah dikutip di atas, yaitu :

”.........., namun oleh terdakwa, Buku Nikah tersebut telah dipergunakan untuk mengurus dan membuat Akta Kelahiran kedua anak laki-laki saksi korban dengan terdakwa ........”

Maka Terdakwa Dr. Rudy Sutadi tidak dapat dipersalahkan bilamana memang benar Terdakwa Dr. Rudy Sutadi telah menggunakan Buku Nikah tersebut untuk mengurus Akta Kelahiran kedua anak laki-laki saksi korban dengan terdakwa, oleh karena Terdakwa Dr. Rudy Sutadi sama sekali tidak mengetahui bahwa Buku Nikah tersebut adalah palsu. Sebagaimana yurisprudensi :

Suatu tindakan pada umumnya dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum bukan hanya berdasarkan suatu ketentuan dalam perundang-undangan, melainkan juga berdasarkan azas-azas hukum dan bersifat umum,
MA No.42 K/Kr/1965
tanggal 8 Januari 1966


Lagipula, sesuai dengan Staatblad 1920 no.751 Jo 1927 no. 564, mewajibkan pendaftaran kelahiran seorang anak oleh bapaknya.

Selain itu, pada Pasal 50 KUHP :
Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana.

Dan menurut HR 26 Juni 1899 :
Ketentuan Undang-undang adalah setiap peraturan, yang dikeluarkan oleh setiap penguasa yang berwenang menurut undang-undang, bukan saja peraturan yang dikeluarkan oleh atau berdasarkan undang-undang negara.

Dan menurut HR 22 November 1949 :
Melakukan perbuatan terlarang yang tidak disadari tanpa suatu kesalahan, merupakan alasan penghapus pidana.

Terdakwa baru tahu bahwa Akta/Buku Nikah tidak terdaftar di KUA setelah melakukan pengecekan ke KUA Matraman Jakarta Timur pada akhir bulan Agustus 2004, yaitu setelah peristiwa penyerbuan ke klinik tempat Terdakwa menyelenggarakan terapi untuk anak-anak penderita autisme. Pernyerbuan tersebut dilakukan oleh Saksi Pelapor Dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH, pada tanggal 26 Agustus 2004, bersama oleh orang-orang dengan penampilan tertentu yang populer dikenal sebagai preman. Terdakwa teringat akan SMS dari Saksi Pelapor pada bulan April 2004 yang menyebutkan bahwa Saksi Pelapor mendapat mukjizat karena Akta/Buku Nikah tidak terdaftar di KUA Matraman. Dari KUA Matraman Jakarta Timur, pada akhir Agustus 2004 tersebut, Terdakwa mendapat foto kopi Surat Permohonan dari Saksi Pelapor tertanggal 30 Maret 2004 dan Surat Keterangan dari KUA Matraman Jakarta Timur tertanggal 30 Maret 2004 juga.

Jaksa Penuntut Umum mencoba menjerat terdakwa dengan :
- Dakwaan Pertama Primair :
Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
- Dakwaan Pertama Subsidair :
Pasal 264 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
- Dakwaan Kedua Primair :
Pasal 263 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
- Dakwaan Kedua Subsidair :
Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pada Pasal 263 KUHP maupun Pasal 264 KUHP, menjerat Pelaku Utama Pidana. Sedangkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, menjerat Pelaku Peserta Pidana. Tetapi Jaksa Penuntut Umum menggunakan Jo yang merupakan singkatan Juncto, yang berarti ”DAN” atau ”DENGAN”. Jadi, bagaimana mungkin Terdakwa sebagai dirinya sendiri merupakan Pelaku Utama, tetapi juga sekaligus Turut Serta dengan dirinya sendiri? Sehingga dakwaan Jaksa Penuntut Umum sungguh tidak jelas dan tidak cermat.

Di samping itu, pada Pasal 83 KUHP disebutkan bahwa ”Kewenangan menjalankan pidana hapus jika terpidana meninggal dunia”.
Yang menjadi persoalan, apakah Mohamad Abdul Fatah memang benar-benar telah meninggal dunia? Penyidik maupun Jaksa Penuntut Umum tidak memberikan bukti-bukti otentik mengenai hal itu. Penyidik dan Jaksa Penuntut Umum hanya mengambil begitu saja dari keterangan Saksi Mahdi Saleh di BAP, yang belum tentu kebenarannya. Apa-apa yang telah Terdakwa uraikan pada uraian Nomor 3 (tiga) mengenai Salah Dakwaan dan Dakwaan Salah Alamat (Eror In Persona) di atas, diambil lagi untuk menerangkan mengenai hal ini, sehingga tidak perlu diulang lagi.

Maka, berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perkara ini adalah Pidana Penipuan yang kemungkinan dilakukan oleh Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) sendiri dan/atau orang lain yang disuruh/dimintakan oleh Mohamad Abdul Fatah (Almarhum) untuk membuat Akta/Buku Nikah. Sehingga Jaksa Penuntut Umum telah melakukan salah dakwaan atau telah membuat dakwaan secara salah.
Dan yang dijadikan terdakwa adalah mungkin Mohamad Abdul Fatah sendiri dan/atau orang lain yang disuruh/dimintakan oleh Mohamad Abdul Fatah untuk membuat Akta/Buku Nikah. Sehingga Jaksa Penuntut Umum telah salah mendakwa orang (eror in persona).

Jaksa Penuntut Umum telah mendakwa bahwa Terdakwa melakukan, atau menyuruh melakukan atau turut melakukan, pemalsuan Akta/Buku Nikah dengan mengajukan Barang Bukti berupa Akta/Buku Nikah. Di sini terlihat lagi bahwa Jaksa Penuntut Umum membuat Dakwaan yang tidak jelas, tidak cermat, dan tidak lengkap.
Yaitu, apakah memang benar Akta/Buku Nikah yang diajukan sebagai Barang Bukti memang palsu? Darimanakah Penyidik dan Jaksa Penuntut Umum dapat menyatakan bahwa Akta/Buku Nikah yang dijadikan Barang Bukti adalah palsu? Penyidik dan Jaksa Penuntut Umum menerima begitu saja bahwa Akta/Buku Nikah yang dijadikan Barang Bukti adalah palsu hanya berdasarkan keterangan dari Saksi Madrahi, SH bin H. Idja yang menyatakan perbedaan fisik Akta/Buku Nikah yang dijadikan sebagai barang bukti, dan bahwa Akta/Buku Nikah yang dijadikan Barang Bukti tidak terdaftar/tercatat di register yang ada pada KUA Matraman (jawaban pertanyaan nomor 8, pada BAP tanggal 15 September 2004) dan keterangan dari Saksi H. Abdul Wadud Mochtar yang menyatakan bahwa tanda tangan yang tertera adalah bukan tanda tangan saksi.
Sama sekali tidak ada hal yang menunjang bahwa keterangan mereka adalah benar, yaitu misalnya tidak ada pembanding yang menunjukkan perbedaan fisik Akta/Buku Nikah yang dijadikan Barang Bukti sebagai Palsu dengan Akta/Buku Nikah sebagai pembanding yang dikatakan Asli. Terlebih lagi, tidak ada bukti pemeriksaan dari instansi/lembaga yang berwenang seperti misalnya Laboratorium Kriminal Kepolisian R.I. untuk menyatakan apakah fisik dari Akta/Buku Nikah yang dijadikan Barang Bukti adalah Palsu, dan juga tidak ada bukti pemeriksaan dari instansi/lembaga yang berwenang seperti misalnya Laboratorium Kriminal Kepolisian R.I. untuk menyatakan bahwa tanda tangan yang tertera adalah memang bukan tanda tangan dari Saksi H. Abdul Wadud Mochtar dan/atau setidak-tidaknya memang bukan Saksi H. Abdul Wadud Mochtar yang menandatanganinya. Selain itu, Penyidik tidak melakukan pemeriksaan dan penyitaan terhadap Buku Register yang ada di Kantor Urusan Agama Matraman.
Hal-hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 131 KUHAP dan Pasal 132 KUHAP, yang isinya sebagai berikut di bawah ini.

Pasal 131 KUHAP :
(1) Dalam hal sesuatu tindak pidana sedemikian rupa sifatnya sehingga ada dugaan kuat dapat diperoleh keterangan dari berbagai surat, buku atau kitab, daftar dan sebagainya, penyidik segera pergi ke tempat yang dipersangkakan untuk menggeledah, memeriksa surat, buku atau kitab, daftar dan sebagainya dan jika perlu menyitanya.
(2) Penyitaan tersebut dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 129 undang-undang ini.

Pasal 132 KUHAP :
(1) Dalam hal diterima pengaduan bahwa sesuatu surat atau tulisan palsu atau dipalsukan atau diduga oleh penyidik, maka untuk kepentingan penyidikan, oleh penyidik dapat dimintakan keterangan mengenai hal itu dari orang ahli.
(2) Dalam hal timbul dugaan kuat bahwa ada surat palsu atau yang dipalsukan, penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat dapat atau dapat minta kepada pejabat penyimpan umum yang wajib dipenuhi, supaya ia mengirimkan surat asli yang disimpannya itu kepadanya untuk dipergunakan sebagai bahan perbandingan.
(3) Dalam hal suatu surat yang dipandang perlu untuk pemeriksaan, menjadi bagian serta tidak dapat dipisahkan dari daftar sebagaimana dimaksud dalam pasal 131, penyidik dapat minta supaya daftar itu seluruhnya selama waktu yang ditentukan dalam surat permintaan dikirimkan kepadanya untuk diperiksa, dengan menyerahkan tanda penerimaan.
(4) Dalam hal surat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak menjadi bagian dari suatu daftar, penyimpan membuat salinan sebagai penggantinya sampai surat yang asli diterima kembali yang di bagian bawah dari salinan itu penyimpan mencatat apa sebab salinan itu dibuat.
(5) Dalam hal surat atau daftar itu tidak dikirimkan dalam waktu yang ditentukan dalam surat permintaan, tanpa alasan yang sah, penyidik berwenang mengambilnya.
(6) Semua pengeluaran untuk penyelesaian hal tersebut dalam pasal ini dibebankan pada dan sebagai biaya perkara.

Oleh karena itu, tuntutan Jaksa Penuntut Umum adalah salah, tidak cermat, tidak jelas, samar-samar/kabur, dan tidak lengkap. Sehingga oleh karena itu, maka dakwaan Jaksa Penuntut Umum tentunya harus batal demi hukum. Yaitu seperti yang dimaksud dalam :

a. KUHAP Pasal 143 ayat 3 yang berbunyi : Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum.
b. Yurisprudensi MA No.808 K/Pid/1984 tanggal 29 Juni 1985 :
Dakwaan tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap sehingga harus dinyatakan batal demi hukum.
c. Yurisprudensi MA No.33 K/Mil/1985 tanggal 15 Pebruari 1986 :
Karena surat dakwaan tidak dirumuskan secara lengkap dan tidak secara cermat, dakwaaan dinyatakan batal demi hukum.
d. Yurisprudensi MA No.492 K/Kr/1981 tanggal 8 Januari 1983
Pengadilan Tinggi telah tepat dengan pertimbangannya, bahwa tuduhan yang samar-samar/kabur harus dinyatakan batal demi hukum.

Oleh karena itu, saya memohon kepada Majelis Hakim agar supaya memutuskan

Bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah salah, tidak cermat, tidak jelas, samar-samar/kabur, dan tidak lengkap, sehingga dakwaan dinyatakan batal demi hukum. Sehingga Terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan.



V. BARANG BUKTI TIDAK SAH


Dalam Daftar Barang Bukti tanggal 8 Nopember 2004 dari Penyidik, disebutkan dalam Jenis Barang Bukti adalah sebagai berikut :
1. 2 (dua) buah Buku Nikah dengan No.71/97/II/1990 tertanggal 27 Maret 1990 yang dikeluuarkan oleh KUA Matraman Jakarta Timur
2. 1 (satu) lembar Akta Kelahiran atas nama Abdulla Prima Prakarsa Dicky Putra dengan Nomor 6348/U/JP/1994 tertanggal 1 Agustus 1994
3. 1 (satu) lembar Akta Kelahiran atas nama Muammar Amien Dicky Putra dengan Nomor 2527/U/JP/2000 tertanggal 29 Maret 2000.

Barang Bukti tersebut di atas telah disita oleh Penyidik dari Saksi Pelapor. Sedangkan mengenai Penyitaan, diatur oleh Pasal 38 KUHAP, sebagai berikut di bawah ini.


Pasal 38 KUHAP :
(1) Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat.
(2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk memperoleh persetujuannya.

Penyitaan untuk dijadikan sebagai Barang Bukti, terhadap Buku Nikah No. 71/97/II/1990 tertanggal 27 Maret1990 a.n. Rudy Sutadi dan Lucky Aziza Bawazier, berdasarkan Surat Perintah Penyitaan No.Pol.: SP.Sita/1584/IX/2004/Dit.Reskrimum tanggal 15 September 2004.
Dalam Surat Perintah tersebut dicantumkan dasar penyitaan antara lain disebutkan dalam butir ke-4 yaitu : Penetapan Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 1238/PenPid/2004/PN.JKT.TIM tanggal 30 September 2004.
Sungguh tidak masuk akal dan sungguh tidak benarlah bahwa Surat Perintah Penyitaan yang dibuat pada tanggal 15 September 2004, tetapi mempunyai dasar Penetapan Penyitaan tertanggal 30 September 2004. Pada Surat Perintah Penyitaan, terlihat bahwa dasar ke-4 tersebut ditulis dengan mesin ketik (yaitu tulisan 1238/PenPid/2004/ PN.JKT.TIM dan 30 September 2004), sedangkan yang lain dengan cetakan dari komputer.
Sehingga jelaslah bahwa Penetapan Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur adalah terbit belakangan dari Surat Perintah Penyitaan dari Polda Metro Jaya, atau dengan kata lain bahwa Surat Perintah Penyitaan dari Polda Metro Jaya dibuat terlebih dahulu, kemudian dilakukan penyitaan dari Saksi Pelapor Dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH pada tanggal 16 September 2004 sebagaimana tercantum pada Berita Acara Penyitaan yang dilampirkan dalam Berkas Perkara, barulah kemudian dimintakan persetujuan dari Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Sedangkan pada Pasal 38 ayat (1) KUHAP, jelas disebutkan bahwa ”Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat”. Dan yang dilakukan oleh Penyidik adalah melakukan penyitaan tanpa atau sebelum ada izin dari Ketua Pengadilan Negeri. Sehingga penyitaan ini tidak sah.
Untuk membenarkan tindakannya tersebut, kemudian Penyidik membuat surat yang diberi tanggal 15 September 2004 dengan No.Pol. B/7969/IX/2004/Dit.Reskrimum dengan perihal Laporan guna memperoleh Persetujuan Penyitaan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Masalah yang ada pada surat ini adalah :
a. Surat ini sebagaimana dalam perihal, menyebutkan ”Laporan guna memperoleh Persetujuan Penyitaan”. Jadi Penyidik hanya melaporkan, dan laporan ini untuk memperoleh persetujuan. Sedangkan pada Pasal 38 ayat (1) KUHAP, jelas-jelas ditulis bahwa penyitaan harus dengan izin, bukannya penyitaan dilaporkan untuk disetujui. Jadi penyitaan adalah tidak sah.
b. Surat permohonan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur, sedangkan pada Berita Acara Penyitaan, jelas-jelas tertulis bahwa penyitaan dilakukan pada Dr.Lucky Aziza Bawazier, SpPD, dengan alamat Jl. Teuku Umar No.45, Jakarta Pusat, dan penyitaan dilakukan di Klinik Jakarta Medical Center Jl. Warung Buncit Raya Jakarta Selatan. Jadi, seharusnyalah izin dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, atau setidak-tidaknya bukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Ini berarti juga bahwa Surat Penetapan Penyitaan dari Pengadilan Negeri Jakarta Timur adalah cacat hukum. Kemudian, mengapa Pengadilan Negeri Jakarta Timur menerbitkan Surat Penetapan Penyitaan No.1238/Pen.Pid/2004/PN.JKT.TIM? Hal itu bisa terjadi adalah karena disebutkan penyitaan tersebut dilakukan di Kantor KUA Matraman Jakarta Timur sebagaimana tertulis pada Surat Penetapan Penyitaan tersebut, yang adalah tidak sesuai dengan fakta/kenyataannya bahwa penyitaan dilakukan di Klinik Jakarta Medical Center Jl. Warung Buncit Raya Jakarta Selatan sebagaimana tercantum dalam Surat Berita Acara Penyitaan tanggal 16 September 2000, yang bukan merupakan wilayah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Sehingga Surat Penetepan Penyitaan ini adalah cacat hukum.

Penyidik berusaha membenarkan tindakannya dengan mencantumkan dalam surat ”Laporan guna memperoleh Persetujuan Penyitaan” tersebut di atas dengan mencantumkan pada buitr ke-3, yaitu ”Karena keadaan yang sangat perlu dan mendesak, telah dilakukan tindakan hukum berupa penyitaan ........”, dan juga pada butir-4, yaitu ”Mengingat adanya barang bukti yang disita dan dalam keadaan terpaksa dan mendesak, mohon kiranya Ketua Pengadilan Menerbitkan Penyitaannya”.
Sungguh sangatlah tidak berdasarkan fakta yang ada bila dikemukakan alasan bahwa ”sangat perlu dan mendesak” serta ”dalam keadaan terpaksa dan mendesak”. Mendesak dalam hal apa? Terpaksa bagaimana? Tidak dijelaskan/diterangkan/diuraikan, karena memang tidak ada hal yang bisa menjelaskan/menerangkan/menguraikan. Faktanya adalah bahwa Buku Nikah dipegang/dikuasai oleh Saksi Pelapor, sebagaimana yang jelas pada Surat Berita Acara Penyitaan tanggal 16 September 2000, yang tentulah sangat ingin sekali bahwa Buku Nikah itu dijadikan Barang Bukti, tentulah Saksi Pelapor akan dengan sangat senang hati menyerahkannya kepada Penyidik, kapan saja, di mana saja. Sehingga tentulah tidak akan dikuatirkan bahwa Saksi Pelapor akan menghilangkan/melenyapkan barang bukti. Sehingga, tidak ada keadaan terpaksa, tidak ada keadaan yang mendesak.
Sehingga unsur-unsur dalam Pasal 38 ayat (2) KUHAP tidak terpenuhi, yaitu ”Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu .........”. Dalam hal ini sungguh sangatlah jelas dan terang bahwa Penyidik sangatlah mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, sehingga sungguh sangatlah tidak beralasan bahwa izin baru dimintakan kemudian.

Begitupun mengenai penyitaan untuk dijadikan sebagai Barang Bukti, terhadap Akta Kelahiran atas nama Abdulla Prima Prakarsa Dicky Putra dengan Nomor 6348/U/JP/1994 tertanggal 1 Agustus 1994, dan Akta Kelahiran atas nama Muammar Amien Dicky Putra dengan Nomor 2527/U/JP/2000 tertanggal 29 Maret 2000, berdasarkan Surat Perintah Penyitaan No.Pol.: SP.Sita/2025/XI/2004/Dit.Reskrimum tanggal 5 Nopember 2004.
Dalam Surat Perintah tersebut dicantumkan dasar penyitaan antara lain disebutkan dalam butir ke-4 yaitu : Penetapan Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 1372/PenPid/2004/PN.JKT.TIM tanggal 22 Nopember 2004.
Sungguhlah tidak masuk akal dan sungguh tidak benarlah bahwa Surat Perintah Penyitaan yang dibuat pada tanggal 5 Nopember 2004, tetapi mempunyai dasar Penetapan Penyitaan tertanggal 22 Nopember 2004. Pada Surat Perintah Penyitaan, terlihat bahwa dasar ke-4 tersebut ditulis dengan mesin ketik (yaitu tulisan 1372/PenPid/2004/ PN.JKT.TIM dan 22 Nopember 2004), sedangkan yang lain dengan cetakan dari komputer.
Sehingga jelaslah bahwa Penetapan Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur adalah terbit belakangan dari Surat Perintah Penyitaan dari Polda Metro Jaya, atau dengan kata lain bahwa Surat Perintah Penyitaan dari Polda Metro Jaya dibuat terlebih dahulu, kemudian dilakukan penyitaan dari Saksi Pelapor Dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH pada tanggal 8 Nopember 2004 sebagaimana tercantum pada Berita Acara Penyitaan yang dilampirkan dalam Berkas Perkara, barulah kemudian dimintakan persetujuan dari Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Sedangkan pada Pasal 38 ayat (1) KUHAP, jelas disebutkan bahwa ”Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat”. Dan yang dilakukan oleh Penyidik adalah melakukan penyitaan tanpa atau sebelum ada izin dari Ketua Pengadilan Negeri. Sehingga penyitaan ini tidak sah.
Untuk membenarkan tindakannya tersebut, kemudian Penyidik membuat surat yang diberi tanggal 8 Nopember 2004 dengan No.Pol. B/9273/XI/2004/Dit.Reskrimum dengan perihal Laporan guna memperoleh Persetujuan Penyitaan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Masalah yang ada pada surat ini adalah :
a. Surat ini sebagaimana dalam perihal, menyebutkan ”Laporan guna memperoleh Persetujuan Penyitaan”. Jadi Penyidik hanya melaporkan, dan laporan ini untuk memperoleh persetujuan. Sedangkan pada Pasal 38 ayat (1) KUHAP, jelas-jelas ditulis bahwa penyitaan harus dengan izin, bukannya penyitaan dilaporkan untuk disetujui. Jadi penyitaan adalah tidak sah.
b. Surat permohonan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur, sedangkan pada Berita Acara Penyitaan, jelas-jelas tertulis bahwa penyitaan dilakukan pada Dr.Lucky Aziza Bawazier, SpPD, dengan alamat Jl. Teuku Umar No.45, Jakarta Pusat, dan penyitaan dilakukan di Klinik Jakarta Medical Center Jl. Warung Buncit Raya Jakarta Selatan. Jadi, seharusnyalah izin dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, atau setidak-tidaknya bukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Ini berarti juga bahwa Surat Penetapan Penyitaan dari Pengadilan Negeri Jakarta Timur adalah cacat hukum. Kemudian, mengapa Pengadilan Negeri Jakarta Timur menerbitkan Surat Penetapan Penyitaan No.1372/Pen.Pid/2004/PN.JKT.TIM? Hal ini bisa terjadi adalah karena disebutkan penyitaan tersebut dilakukan di Kantor KUA Matraman Jakarta Timur sebagaimana tertulis pada Surat Penetapan Penyitaan tersebut, yang adalah tidak sesuai dengan fakta/kenyataannya bahwa penyitaan dilakukan di Klinik Jakarta Medical Center Jl. Warung Buncit Raya Jakarta Selatan sebagaimana tercantum dalam Surat Berita Acara Penyitaan tanggal 8 Nopember 2000, yang bukan merupakan wilayah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Sehingga Surat Penetapan Penyitaan ini adalah cacat hukum.

Penyidik berusaha membenarkan tindakannya dengan mencantumkan dalam surat ”Laporan guna memperoleh Persetujuan Penyitaan” tersebut di atas dengan mencantumkan pada buitr ke-3, yaitu ”Karena keadaan yang sangat perlu dan mendesak, telah dilakukan tindakan hukum berupa penyitaan ........”, dan juga pada butir-4, yaitu ”Mengingat adanya barang bukti yang disita dan dalam keadaan terpaksa dan mendesak, mohon kiranya Ketua Pengadilan Menerbitkan Penyitaannya”.
Sungguh sangatlah tidak berdasarkan fakta yang ada bila dikemukakan alasan bahwa ”sangat perlu dan mendesak” serta ”dalam keadaan terpaksa dan mendesak”. Mendesak dalam hal apa? Terpaksa bagaimana? Tidak dijelaskan/diterangkan/diuraikan, karena memang tidak ada hal yang bisa menjelaskan/menerangkan/menguraikan. Faktanya adalah bahwa Buku Nikah dipegang/dikuasai oleh Saksi Pelapor, sebagaimana yang jelas pada Surat Berita Acara Penyitaan tanggal 8 Nopember 2000, yang tentulah sangat ingin sekali bahwa Buku Nikah itu dijadikan Barang Bukti, tentulah Saksi Pelapor akan dengan sangat senang hati menyerahkannya kepada Penyidik, kapan saja, di mana saja. Sehingga tentulah tidak akan dikuatirkan bahwa Saksi Pelapor akan menghilangkan/melenyapkan barang bukti. Sehingga, tidak ada keadaan terpaksa, tidak ada keadaan yang mendesak.
Sehingga unsur-unsur dalam Pasal 38 ayat (2) KUHAP tidak terpenuhi, yaitu ”Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu .........”. Dalam hal ini sungguh sangatlah jelas dan terang bahwa Penyidik sangatlah mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, sehingga sungguh sangatlah tidak beralasan bahwa izin baru dimintakan kemudian.


Apakah Mohamad Abdul Fatah memang benar-benar telah meninggal dunia? Penyidik maupun Jaksa Penuntut Umum tidak memberikan bukti-bukti otentik mengenai hal itu. Penyidik dan Jaksa Penuntut Umum hanya mengambil begitu saja dari keterangan Saksi Mahdi Saleh di BAP, yang belum tentu kebenarannya. Sebagaimana keterangan Mahdi Saleh, yaitu pada jawaban dari pertanyaan nomor 30, yaitu ”Ada keterangan lain yang ingin saya tambahkan yaitu sdr. Mohamad Abdul Fatah telah meninggal dunia, tapi saya lupa kapan sdr. Mohamad Abdul Fatah meninggal dunia”.
Penyidik mencoba memperkuat bahwa Mohamad Abdul Fatah telah meninggal dunia dengan melampirkan Surat Laporan Kematian No. 17/??/1755/03/IV/96 tanggal 23 Desember 1996 dari Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Kodya Jakarta Selatan, dan Surat Keterangan Pemeriksaan Mayat dengan Nomor Urut 023 tanggal 22 Desember 1996 dari Puskesmas Tebet.

Terdapat beberapa hal bahwa Terdakwa berkeberatan terhadap surat-surat tersebut, yaitu:
a. Darimanakah Surat Laporan Kematian dan Keterangan Pemeriksaan Mayat tersebut didapat? Siapa yang menyerahkan dan siapa yang menerima? Surat-surat tersebut tidak ada dalam Daftar Barang Bukti tanggal 8 Nopember 2004. Tidak ada Surat Perintah Penyitaan, tidak ada Surat Permohonan Penyitaan dari Polda Metro Jaya ke Pengadilan Negeri, tidak ada Berita Acara Penyitaan, tidak ada Surat Penetapan Penyitaan dari Pengadilan Negeri.
b. Terdapat beberapa kejanggalan pada Surat Laporan Kematian dan Surat Keterangan Pemeriksaan Mayat tersebut di atas, yaitu :
- Nomor Surat Laporan Kematian yaitu 17/??/1755/03/IV/96, di mana yang Terdakwa tulis dengan tanda tanya (“??”), kelihatannya bekas dihapus dengan tipp-ex, kemudian diganti dengan tulisan tangan untuk menuliskan angka ”17”, sedangkan yang lain berupa tulisan mesin ketik.
- Nomor Surat Laporan Kematian yaitu 17/??/1755/03/IV/96, dengan melihat angka Romawi IV (empat) yang kemungkinan berarti bulan IV (April) tahun 1996, sedangkan Surat Laporan Kematian tersebut dibuat pada tanggal 23 Desember 1996, maka seharusnyalah digunakan angka Romawi XII (dua belas).
- Nomor Surat Laporan Kematian yaitu 17/??/1755/03/IV/96, dengan melihat urutan angka 03/IV/96, maka kemungkinan berarti dibuat pada tanggal 3 April 1996, sedangkan Surat Laporan Kematian tersebut dibuat pada tanggal 23 Desember 1996.
- Pada Surat Laporan Kematian ditulis bahwa Nomor Pokok Penduduk adalah 0909310045, di mana empat angka pertama merupakan tanggal lahir, sehingga berarti tanggal lahir Mohamad Abdul Fatah adalah 09-09-1931 atau pada bulan 09 (sembilan), sedangkan pada kolom tanggal lahir ditulis bulan 04 (empat).
- Pada Surat Keterangan Pemeriksaan Mayat, ditulis tanggal waktu meninggal apakah 21 (dua puluh satu) kemudian ditindas jadi 22 (dua puluh dua), ataukah tanggal 22 (dua puluh dua) kemudian ditindas jadi 21 (dua puluh satu).
- Pada Surat Keterangan Pemeriksaan Mayat, ditulis Jam Pemeriksaan adalah 10.00 (sepuluh tepat), sedangkan pada Surat Laporan Kematian ditulis Jam Kematian 12.00 (dua belas tepat). Jadi, tidak mungkin bila Mohamad Abdul Fatah meninggal pada jam 12.00 (dua belas tepat) tetapi oleh pemeriksa mayat telah diperiksa pada jam 10.00 (sepuluh tepat), yang berarti pada jam 10.00 (sepuluh tepat) tersebut Mohamad Abdul Fatah telah menjadi mayat, tetapi baru meninggal 2 (dua) jam kemudian yaitu pada jam 12.00 (dua belas tepat).
- Pada Surat Keterangan Pemeriksaan Mayat, Alamat Tempat Meninggal ditulis dengan tulisan yang berbeda, sehingga berarti ditulis oleh orang yang berbeda.

Dengan demikian banyak cacat, kesalahan dan kejanggalan pada surat-surat tersebut di atas, sehingga oleh karena itu, Terdakwa mohon agar supaya Majelis Hakim memutuskan bahwa Surat Laporan Kematian No.17/??/1755/03/IV/96 tanggal 23 Desember 1996 dari Kelurahan Bukitduri, Kecamatan Tebet, Kodya Jakarta Selatan, serta Surat Keterangan Pemeriksaan Mayat No.23 tanggal 22 Desember 1996 adalah Cacat Hukum, sehingga ditolak sebagai barang bukti, tidak dapat diterima, tidak dapat dijadikan bukti, dan harus disingkirkan serta tidak boleh diperhatikan.


Oleh karena itu, mohon Majelis Hakim menetapkan/memutuskan bahwa :

1. Surat Perintah Penyitaan No.Pol.: SP.Sita/1584/IX/2004/ Dit.Reskrimum tanggal 15 September 2004 adalah cacat hukum.
2. Surat Perintah Penyitaan No.Pol.: SP.Sita/1584/IX/2004/ Dit.Reskrimum tanggal 15 September 2004 adalah tidak sah.
3. Surat laporan guna memperoleh persetujuan penyitaan No. Pol.: B/7969/IX/2004/Dit.Reskrimum tanggal 15 September 2004 adalah tidak berdasar dan cacat hukum.
4. Surat laporan guna memperoleh persetujuan penyitaan No. Pol.: B/7969/IX/2004/Dit.Reskrimum tanggal 15 September 2004 adalah tidak sah.
5. Surat Penetapan Penyitaan No.1238/Pen.Pid./2004/PN.JKT. TIM tanggal 30 September 2004 adalah cacat hukum.
6. Surat Penetapan Penyitaan No.1238/Pen.Pid./2004/PN.JKT. TIM tanggal 30 September 2004 adalah tidak sah.
7. Bahwa penyitaan terhadap surat-surat di bawah ini adalah tidak sah, yaitu:
a. 2 (dua) buah Buku Nikah dengan No.71/97/II/1990 tertanggal 27 Maret 1990 yang dikeluuarkan oleh KUA Matraman Jakarta Timur
b. 1 (satu) lembar Akta Kelahiran atas nama Abdulla Prima Prakarsa Dicky Putra dengan Nomor 6348/U/JP/1994 tertanggal 1 Agustus 1994
c. 1 (satu) lembar Akta Kelahiran atas nama Muammar Amien Dicky Putra dengan Nomor 2527/U/JP/2000 tertanggal 29 Maret 2000.
8. Bahwa Surat Laporan Kematian No.17/??/1755/03/IV/96 tanggal 23 Desember 1996 dari Kelurahan Bukitduri, Kecamatan Tebet, Kodya Jakarta Selatan adalah Cacat Hukum.
9. Bahwa Surat Keterangan Pemeriksaan Mayat No.23 tanggal 22 Desember 1996 dari Puskesmas Tebet, Kecamatan Bukit Duri, Jakarta Selatan adalah Cacat Hukum.
10. Tidak sah dan tidak berharga dijadikan sebagai barang bukti terhadap :
a. 2 (dua) buah Buku Nikah dengan No.71/97/II/1990 tertanggal 27 Maret 1990 yang dikeluuarkan oleh KUA Matraman Jakarta Timur
b. 1 (satu) lembar Akta Kelahiran atas nama Abdulla Prima Prakarsa Dicky Putra dengan Nomor 6348/U/JP/1994 tertanggal 1 Agustus 1994
c. 1 (satu) lembar Akta Kelahiran atas nama Muammar Amien Dicky Putra dengan Nomor 2527/U/JP/2000 tertanggal 29 Maret 2000.
d. Surat Laporan Kematian No.17/??/1755/03/IV/96 tanggal 23 Desember 1996 dari Kelurahan Bukitduri, Kecamatan Tebet, Kodya Jakarta Selatan
e. Surat Keterangan Pemeriksaan Mayat No.23 tanggal 22 Desember 1996 dari Puskesmas Tebet, Kecamatan Bukit Duri, Jakarta Selatan.
11. Tidak dapat diterima sebagai barang bukti, ditolak, disingkirkan, tidak boleh diperhatikan surat-surat di bawah ini :
a. 2 (dua) buah Buku Nikah dengan No.71/97/II/1990 tertanggal 27 Maret 1990 yang dikeluuarkan oleh KUA Matraman Jakarta Timur
b. 1 (satu) lembar Akta Kelahiran atas nama Abdulla Prima Prakarsa Dicky Putra dengan Nomor 6348/U/JP/1994 tertanggal 1 Agustus 1994
c. 1 (satu) lembar Akta Kelahiran atas nama Muammar Amien Dicky Putra dengan Nomor 2527/U/JP/2000 tertanggal 29 Maret 2000.
d. Surat Laporan Kematian No.17/??/1755/03/IV/96 tanggal 23 Desember 1996 dari Kelurahan Bukitduri, Kecamatan Tebet, Kodya Jakarta Selatan
e. Surat Keterangan Pemeriksaan Mayat No.23 tanggal 22 Desember 1996 dari Puskesmas Tebet, Kecamatan Bukit Duri, Jakarta Selatan.



VI. PENUTUP


Yth. Majelis Hakim,

Saya sebagai Terdakwa telah mencoba mengungkapkan fakta dan kebenaran yang ada. Kini giliran Majelis Hakim Yang Terhormat untuk menegakkan keadilan.

.......... Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS 5 : 8)



Jakarta, 6 April 2005.

Terdakwa,




Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar