P E M B E L A A N
Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS
Reg.Perk.No. : PDM-1573/JKTM/10/2004
Audzubillaahi minasysyaithoonirrojiim
(Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk)
Bismillaahirrohmaanirrohiim
(Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang)
Yang Mulia Majelis Hakim,
Yang Terhormat Jaksa Penuntut Umum,
Yang saya banggakan Team Pembela / Penasihat Hukum,
Yang sangat saya cintai dan sayangi : Semua kakak saya, saudara ipar, keponakan, dan seluruh keluarga besar yang sangat memberi dukungan, semangat dan ketegaran selama ini,
Tidak lupa juga sembah-sujud kepada Ibunda Tercinta, Saydah binti Sjaif yang karena usia dan kesehatannya tidak dapat hadir di persidangan ini, namun do’a beliau tiada putus-putusnya diperuntukkan untuk saya,
Bapak / Ibu / Saudara / Saudari pengunjung sidang sekaliannya,
Assalamualikum Warohmatullohi Wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Sebelumnya saya ingin menyampaikan terimakasih kepada Majelis Hakim Yang Mulia atas diberikannya kesempatan kepada saya membacakan/menyampaikan pembelaan saya ini di samping pembelaan yang diajukan oleh Pembela / Penasihat Hukum saya.
Selanjutnya, ingin/perlu saya kemukakan di sini, bahwa yang saya kemukakan ini bukan hanya sekedar pembelaan, tetapi lebih dari itu, yaitu ini merupakan pengungkapan kebenaran yang insya Allah dapat dimengerti dan diterima oleh Yang Mulia Majelis Hakim, yang untuk kemudian saya serahkan kepada hati nurani Majelis Hakim Yang Mulia, sehingga dapat memberi putusan dengan adil, seperti firman Allah SWT :
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS 4 : 58)
.......... dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena membela orang-orang yang khianat. (QS 4 : 105)
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, .......... (QS 4 : 135)
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan jangalah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS 5 : 8)
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil .......... (QS 16 : 90)
Majelis Hakim Yang Mulia,
Apa-apa yang saya utarakan di sini, semata-mata hanyalah menanggapi apa-apa yang terdapat dalam Surat Tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum dengan Reg.Perk.No. PDM-1573/JKTM/10/2004 yang telah dibacakan pada tanggal 30 Desember 2004. Karena sebenarnyalah saya tidak berniat sedikitpun untuk membuka aib yang ada pada Saksi Pelapor, yaitu Dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH, oleh karena walauj bagaimanapun sebenarnya dia adalah Ibu dari anak-anak saya tercinta (Abdul dan Ammar), juga dia untuk sementara ini masih sebagai Isteri saya. Yang mana di dalam Al Qur’an difirmankan, bahwa
.........., mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. .......... (QS 2 : 187)
Yang juga dapat ditafsirkan bahwa agar supaya suami istri saling menutupi kekurangan masing-masing yang tidak perlu diketahui oleh olorang lain, terlebih lagi bila itu suatu aib. Namun, sekali lagi, apa-apa yang akan saya kemukakan semata-mata hanyalah menanggapi apa-apa yang terdapat dalam Surat Tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Perkenalan saya (Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS) dengan Saksi Pelapor, Dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH, dimulai saat kami sama-sama di Tingkat III Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Yaitu karena saya (Rudy Sutadi) tidak naik ke Tingkat IV, sehingga tetap tinggal / mengulang di Tingkat III, sedangkan Lucky Aziza naik dari Tingkat II ke tingkat III. Tepatnya perkenalan baru dimulai pada bulan September 1980, yaitu beberapa minggu setelah wafatnya Ayahanda saya tercinta. Lucky Aziza secara khusus mendatangi saya untuk mengucapkan bela sungkawa. Selanjutnya hubungan kami mulai mendekat, namun saya samasekali tidak pernah bermaksud atau mempunyai keinginan memacari dia. Karena, terus terang, saya baru saja berpisah/putus dengan pacar saya saat itu, yaitu M.H. Wresti Indriatmi, yang merupakan wanita tercantik se Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia saat itu. Di samping itu, saya telah mengikuti ISTI (Integrasi Studi Tentang Islam), LMD (Latihan Mujahid Dakwah), sehingga saya tidak melakukan sentuhan dengan wanita yang bukan mukhrim saya, walaupun itu hanya sekedar berjabat tangan saja.
Saat itu Lucky Aziza sedang mengalami keguncangan. Ia dikucilkan oleh teman-teman setingkatnya karena saat di Tingkat I bentrok dengan salah seorang dosen. Selain itu, dia mempunyai masalah dengan pacarnya yang masih sepupu (anak dari kakak ibunya), yaitu berulang kali cekcok – putus – rujuk. Lucky Aziza sering mengamuk, sampai merusakkan dan menghancurkan barang-barang, termasuk juga piala-piala kesayangannya sebagai juara kelas maupun juara umum saat di Sekolah Menengah Atas, dan berbagai kliping koran maupun piagam-piagam penghargaannnya. Sehingga Lucky Aziza mendapat terapi dari psikolog dan obat-obat kejiwaan dari psikiater, dan mendapat pengawasan dari kakak tertuanya yang saat itu sudah menjadi dokter senior yaitu Dr. Alwiyah. Sehingga, walau sebenarnya pada dasarnya Lucky Aziza adalah seorang yang pintar, tetapi karena keguncangan kejiwaan yang sedang dialaminya, menyebabkan dia (Lucky Aziza) mengalami kesulitan belajar.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Karena pendekatan Lucky Aziza, maka saya (Rudy Sutadi) mengetahui berbagai permasalahan yang saat itu sedang melanda Lucky Aziza. Kemudian sayapun terpanggil untuk membantu dia belajar, menemani dia belajar, bahkan menemani dia saat ujian lisan yaitu menungguinya di depan pintu di mana dia (Lucky Aziza) sedang menghadapi ujian lisan sesuai permintaannya. Nota bene, tanpa bermaksud sedikitpun memacarinya.
Pada akhir tahun 1981, Lucky Aziza mengajak saya meninjau rumah yang akan didiami olehnya dan keluarganya, yaitu yang berada di Jl. Teuku Umar No.45, Jakarta Pusat, yang saat itu hampir selesai renovasinya. Kamipun berkeliling rumah, memasuki ruangan demi ruangan, kamar demi kamar, yang saat itu hanya beberapa tukang yang bekerja karena renovasi hampir selesai. Saat memasuki kamar yang akan didiami Lucky Aziza, saya (Rudy Sutadi) lihat bahwa set kamar telah lengkap, tempat tidur, meja kursi, dan lemari. Tiba-tiba Lucky Aziza memeluk saya (Rudy Sutadi) dari belakang. Mungkin itu kesalahan saya, karena menurut ajaran Islam, tidak boleh seorang lelaki dan seorang perempuan hanya berduaan saja di dalam satu ruangan/kamar.
Sejak itulah hubungan kami berdua berubah. Saya (Rudy Sutadi) tetap membantu dia (Lucky Aziza) belajar, menemani dia belajar, juga tetap menemani dia saat ujian lisan dengan menungguinya di depan pintu di mana dia (Lucky Aziza) sedang menghadapi ujian lisan.
Karena waktu itu bantuan biaya kuliah dari kakak-kakak saya bisa dikatakan minim, karena kakak-kakak sayapun baru mulai merangkak meniti kehidupan. Saya tinggal di rumah ko-asisten yang berada di dalam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk menghemat biaya. Lucky Aziza mulai membantu saya dalam hal makan siang, kemudian akhirnya makan siang dan makan malam.
Namun, setelah Lucky Aziza mulai membiayai makan saya (Rudy Sutadi), perlakuan dia mulai berubah. Yaitu dia mulai berbicara dengan nada menyentak, bahkan mudah marah dan membentak serta mengeluarkan kata-kata yang tidak enak didengar dan/atau menyakitkan hati. Oleh karena latar belakang masalah kejiwaannya, saya bersabar menghadapi perilaku dia. Namun perilakunya terhadap saya bukannya menurun, malah semakin lama semakin meningkat. Perilakunya tetap impulsif dan eksplosif. Yaitu maksudnya, mudah sekali marah, dan bila marah meledak-ledak, meluapkan amarahnya, tanpa ada usaha sedikitpun menahan/membendung nafsu amarahnya, bahkan cenderung agresif dan destruktif. Saya (Rudy Sutadi) berpikir, sekeras-kerasnya batu bila ditetesi air maka akan luruh juga. Ternyata Lucky Aziza bukan sekedar batu karang, mungkin dia baja tahan karat. Ternyata perilakunya yang demikian itu tidak hanya kepada saya, kepada keluarganyapun demikian itu, bahkan kepada Ibunya sekalipun Lucky Aziza tidak segan-segan membentak-bentak.
Sedangkan perilaku saya sendiri dikenal sebagai penyabar. Keponakan-keponakan Lucky pun mengidolakan saya, dan mengidolakan bila punya suami ingin seperti saya.
Mereka (keluarga, teman, sejawat, dan lain-lainnya), yang mengenal saya (Rudy Sutadi) mapun Lucky Aziza, pastilah akan membenarkan betapa penyabarnya saya, dan betapa pemarahnya Lucky Aziza.
Pada Desember 1983, kami berdua lulus dari FKUI. Kemudian kami masing-masing bekerja di Klinik 24 Jam. Saya (Rudy Sutadi) bekerja di Klinik Dr. Iwang & Dr. Joko di Jl. RS Fatmawati, Cilandak, serta Klinik Pondok Bambu di Jl. Pahlawan Revolusi, Jakarta Timur. Sedangkan Lucky bekerja di Klinik Dr. Sukardi yang berlokasi di Menteng dan Depok.
Penghasilan saya (Rudy Sutadi) waktu itu jauh lebih banyak dibanding penghasilan Lucky Aziza. Karena saya bekerja dari hari Senin sampai dengan hari Sabtu, dan hari Minggu selang-seling bergantian dengan teman saya. Selain itu, klinik tempat saya bekerja jumlah pasiennya jauh lebih banyak dibanding klinik tempat isteri saya bekerja.
Sejak penghasilan saya bulan pertama, Lucky Aziza meminta supaya dia yang menyimpan penghasilan yang saya peroleh.
Pada tahun 1986, karena Klinik Dr. Iwang & Dr. Joko ditutup oleh sebab berakhir masa kontrak tempat tersebut, dan tidak diperpanjang lagi, maka saya (Rudy Sutadi) berpikir untuk membuka sendiri Praktek Dokter 24 Jam. Akhirnya saya menemukan tempat di Jl. Radio Dalam Raya No.12, Jakarta Selatan. Saya (Rudy Sutadi) sangat berperan besar, yaitu mulai dari penetapan lokasi yang strategis, renovasi, pembagian dan design ruangan, tata-letak, sistim administrasi, sistim keuangan, pemasaran, sistim pelayanan, dan lain sebagainya.
Walaupun kakak lelaki tertua Lucky Aziza termasuk orang kaya, namun kami tidak minta bantuan sedikitpun. Waktu itu uang tabungan saya (Rudy Sutadi) yang jauh lebih banyak dibandingkan uang tabungan Lucky Aziza, digunakan untuk modal klinik. Hanya mendapat bantuan dari ibunya Lucky Aziza berupa 1 (satu) buah AC dan 1 (satu) buah lemari es kecil untuk menyimpan vaksin.
Kemudian sampai tahun 1989, klinik berkembang menjadi 3 (tiga) buah. Itupun atas inisiatif saya untuk melakukan pengembangan jumlah klinik. Sekali lagi, saya yang berperan dalam menentukan lokasi yang strategis hingga klinik kami ramai dikunjungi pasien, di samping berbagai peran lainnya seperti yang telah saya sebutkan di atas. Sehingga sampai dengan tahun 2004, kami mempunyai 40 klinik dan 1 buah rumah sakit. Peran saya sungguh sangat besar, yaitu mulai dari penetapan lokasi yang strategis, renovasi, pembagian dan design ruangan, tata-letak, serta dalam membangun dan mengembangkan infrastruktur sistim administrasi, sistim keuangan, pemasaran, sistim pelayanan, dan lain sebagainya. Sedangkan kelebihan Lucky Aziza hanya satu, yaitu dalam hal negosiais harga pembelian obat, sehingga bisa memperoleh discount yang cukup besar. Tapi peranan saya yang sangat besar itu sama sekali tidak diakui, saya dikatakan tidak mempunyai peran apa-apa, saya digambarkan sebagai orang yang malas, tiduran melulu, sarungan melulu.
Pada akhir tahun 1989, kami berdua diterima untuk mengikuti pendidikan spesialisasi. Lucky Aziza diterima di Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, sedangkan saya (Rudy Sutadi) diterima di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM. Waktu itu kami berpikir bahwa kalau kami sudah mengikuti pendidikan spesialis, maka tentulah waktu kami akan banyak tersita. Oleh karena itu, kami merencanakan untuk pergi jalan-jalan ke Australia. Sekitar 2 (dua) minggu sebelum kami berangkat, Ibu dari Lucky Aziza mengatakan kepada Lucky Aziza, yang kemudian oleh Lucky Aziza disampaikan ke saya.
Kemudian saya mengurus surat-surat keterangan bujangan dan untuk numpang nikah dari RT, RW, dan Kelurahan tempat saya tinggal, yaitu Pondok Kopi, Jakarta Timur di kediaman Lucky Aziza di Menteng, Jakarta Pusat. Surat-surat tersebut atas saran dari Lucky Aziza, saya serahkan kepada Bapak Mahdi Saleh, yaitu karyawan kepercayaan Lucky Aziza, untuk diurus lebih lanjut di Kantor Urusan Agama.
Yang Mulia Majelis Hakim, dalam kesaksiannya Lucky Aziza mengatakan bahwa kami menikah secara syiri, di bawah tangan, karena itu merupakan kebiasaan di kalangan keturunan Arab di Indonesia. Yang Mulia Majelis Hakim, pernyataan Lucky Aziza tersebut adalah bohong besar, karena beberapa tahun sebelumnya, adiknya yang bernama Lina Asmahan Bawazier menikah di rumah orangtuanya di Menteng, Jakarta Pusat, tidak secara syiri, tidak di bawah tangan, mereka menikah secara resmi dengan penghulu dari Kantor Urusan Agama, walaupun suami dari Ibu Lina adalah orang Palestina berkewarganegaraan Jordania. Setelah itu, merekapun bercerai secara resmi melalui Pengadilan Agama.
Jadi adalah bohong bahwa menikah syiri, menikah di bawah tangan adalah kebiasaan bagi keluarga mereka. Keponakan-keponakan Lucky Azizapun menikah secara resmi melalui Kantor Urusan Agama, walaupun penyelenggaraan akad nikahnya dilakukan di rumah atau di gedung.
Majelis Hakim Yang Mulia, Lucky Aziza pernah mengajukan gugatan perceraian sebanyak 2 (dua) kali, yaitu pada bulan Juli 2003 dan pada bulan Maret 2004. Gugatan pertama ditarik kembali karena dimarahi oleh Naif Abdullah Bawazier, yaitu kakak lelaki tertua dari Lucky Aziza Bawazier. Gugatan kedua ditarik kembali, karena Lucky Aziza tidak rela bila terjadi pembagian harta gono-gini. Kemudian setelah itu, Lucky Aziza menekankan bahwa tidak ada pernikahan karena akte/buku nikah tidak tercatat di Kantor Urusan Agama. Sehingga, di Polda Metro Jaya, selain saya diperiksa sebagai tersangka oleh Sat Harda Bangtah mengenai perkara pidana yang sedang dilakukan persidangannya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur ini, waktu itu (bulan September 2004), saya juga diperiksa oleh Sat Renakta Polda Metro Jaya sebagai tersangka pemalsuan akte/buku nikah yang dilaporkan oleh Lucky Aziza. Namun kenyataannya ternyatalah bahwa hasil pemeriksaan saya sebagai tersangka maupun saksi-saksi, tidak mengarah ke saya. Itu saya ketahui dari foto kopi BAP (Berita Acara Pemeriksaan) saya maupun saksi-saksi, yang banyak coretan-coretan serta komentar-komentar berupa tulisan tangan Lucky Aziza di setiap lembarnya. Oleh karena itu, menurut informasi yang saya dengar, Lucky Aziza bersama teamnya mempersiapkan laporan baru untuk menjerat saya sebagai tersangka pemalsuan akte/buku nikah.
Yang menjadi pertanyaan saya, sepanjang yang saya ketahui bahwa berkas BAP (Berita Acara Pemeriksaan) di Kepolisian adalah dokumen rahasia negara. Lalu, bagaimana mungkin BAP tersebut dapat dimiliki oleh Lucky Aziza, yang kemudian memberi coretan-coretan dan komentar-komentarnya di sana-sini?
Yang Mulia Majelis Hakim,
Setelah pernikahan kami pada tanggal 30 November 1989, saat Lucky Aziza marah-marah, senjatanya berubah/bertambah. Yang bila sebelumnya sering sambil memaki-maki, mengatakan ”putus, kita putus...”, setelah pernikahan menjadi ”cerai, kita cerai.....”. Hal itu ringan dia lakukan/katakan oleh sebab yang sepele, misalnya sehabis nonton film yang dia (Lucky Aziza) tidak senang terhadap karakter/kelakuan pemeran pria di film tersebut, maka saya jadi sasaran kemarahannya, yang kemudian buntutnya adalah perkataan cerai tersebut.
Dan saat hamil anak yang pertama (tahun 1993-1994), seringkali mengancam untuk menggugurkan kandungannya. Hal itu karena saya yang meminta dia untuk mempertimbangkan agar mempunyai anak, sehubungan dengan usia dia dan usia saya yang semakin bertambah.
Oleh karena itu, sungguh saya sangat jijik mendengar perkataan Lucky Aziza saat dia maju bersaksi di sidang pengadilan, bahwa kehamilan anak pertama tersebut tidak direncanakan, semata-mata karena waktu itu kehabisan kondom.
Yang tercinta, buah hatiku Abdul yang sangat kusayangi, engkau lahir ke dunia bukan karena kecelakaan kehabisan kondom, tetapi engkau adalah belahan jiwa dan ragaku, yang mana sebagai diajarkan oleh Islam, akupun berdoa saat sebelum menyalurkan kasih sayangku untuk keberadaanmu di dalam rahim ibumu. Entahlah dengan Lucky Aziza sebagai ibumu Abdul. Tetapi memang yang pasti, akulah sebagai ayahmu yang sibuk mempersiapkan segala keperluan menjelang dan setelah kelahiranmu, yaitu berbagai hal seperti misalnya popok, bedong, pakaian bayi, pompa asi, perlengkapan mandi, dan lain sebagainya. Memang kamu hanya mendapat asi kurang dari 2 minggu, memang kamu sejak bayi sampai saat ini tidak pernah dimandikan oleh ibumu. Coba tanyakan kepada ibumu (Lucky Aziza), mengapa begitu.
Tetapi memang ayahmu akui, bahwa ibumu dingin terhadap anak-anak. Kamu bisa lihat sendiri, bila aku dan ibumu pulang bersama, walaupun ibumu berada di depanku, namun adikmu Ammar akan lari ke aku dan menabrak serta memeluk tungkaiku untuk minta digendong. Ibumu dilewati begitu saja, dan Ibumu juga cuek saja.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Saat Abdul (Abdullah Prima Prakarsa Dyckyputra) berusia 2 tahun 6 bulan (akhir tahun 1996), didiagnosis sebagai PDD/Autisme oleh Dr. Hardiono D. Pusponegoro, SpA(K) dan Dr. Melly Budhiman, SpKJ. Pada masa itu, di Indonesia penanganan autisme belum ada yang spesifik. Tidak ada ahli/profesional yang dapat menerangkan tatalaksana yang tepat untuk anak-anak autistik, paling hanya mengatakan edukasi khusus, tetapi edukasi khusus bagaimana, tidak dapat menerangkan lebih lanjut. Akhirnya saya mencari dari berbagai sumber di internet. Ternyata sangat banyak sekali informasi yang dapat diperoleh di internet, sehingga sekali mem-print saja dengan laserjet printer, dapat menghabiskan kertas sebanyak 2-3 rim. Sampai saya bingung untuk mulai membacanya. Akhirnya terpaksalah saya berminggu-minggu membaca sampai perlu bergadang, hanya membaca terus, hanya diseling oleh waktu makan dan waktu sholat. Hingga akhirnya saya mendapatkan suatu metode yang ilmiah, karena sudah melalui berbagai penelitian puluhan tahun, dan kelebihannya adalah sistematik, terstruktur, dan terukur, yaitu ABA (Applied Behavior Analysis) atau yang dikenal juga sebagai metode Lovaas. Kemudian saya mempelajari ABA dengan cara membeli buku-buku mengenai itu dari luar negeri, serta mengikuti berbagai seminar, workshop/pelatihan, short-course, summer-course, di Australia dan Amerika. Setelah itu, saya coba terapkan ke Abdul, anak saya. Namun waktu itu tidak ada seorang profesionalpun yang mau membantu saya, berbagai alasan dikemukakan, seperti misalnya anaknya belum siap, belum ada kontak mata, belum bisa duduk mandiri, dan lain sebagainya. Sayapun kemudian melatih sendiri anak saya, dibantu oleh baby-sitter. Selama 6 (enam) bulan, tiada lain yang saya kerjakan hanyalah melatih anak saya, Abdul yang sangat kusayangi. Selama itu dan untuk seterusnya, Lucky Aziza tidak berperan apapun. ”Dia hanya sibuk dengan sasaknya saja”, begitu komentar seseorang.
Kemudian saya mulai merekrut dan mempekerjakan orang-orang dari beberapa disiplin ilmu untuk dilatih menjadi terapis Abdul. Saya bimbing mereka sampai hal sekecil-kecilnya, sehingga mereka dapat mengambil alih terapi pada Abdul, saya cukup mengawasi saja. Pengawasan tersebut mula-mula sangat ketat yaitu dengan memperhatikan detik-per-detik terapi, di mana bila terjadi kesalahan maka saya interupsi, tetapi bila kesalahan tidak fatal, maka saya hanya membuat catatan-catatan saja, untuk kemudian saya informasikan kepada terapis setelah selesai teaching session. Akhirnya pengawasan dapat cukup dengan rekaman video saja, yang akan saya observasi pada malam harinya.
Setelah penanganan/terapi pada Abdul mulai menampakkan hasil, maka banyaklah orang-orangtua maupun profesional yang ingin mengetahui mengenai ABA (Applied Behavior Analysis) / Metode Lovaas. Sehingga kemudian saya sering melakukan seminar, simposium, pelatihan ke seluruh Indonesia, mengenai autisme umumnya dan mengenai ABA / Metode Lovaas umumnya. Sehingga akhirnya di Indonesia autisme cukup dikenal dan diwaspadai, serta penanganannya berkembang dengan pesat. Sayapun kemudian mendapat AWARD 2001 sebagai Profesional Indonesia Pertama Yang Menyebarluaskan Dan Mempopulerkan ABA (Applied Behavior Analysis). Untuk Autisme Di Indonesia.
Perkembangan pada Abdul tergolong sangat baik. Secara akademik dari waktu ke waktu juga meningkat. Abdul sekolah di SD Islam Al Azhar Pusat (Jl. Sisingamangaraja, Jakarta Selatan). Saat kelas 1 SD, Abdul berada di peringkat 24 dari 40 anak, kemudian meningkat menjadi 18, 12, 8, 5, hingga akhirnya peringkat 2 ketika naik ke kelas 5 unggulan.
Namun anehnya, saat belakangan ini Lucky Aziza tidak mau mengakui bahwa Abdul dulunya adalah autisme. Lucky Aziza menyalahkan saya dengan mengatakan bahwa saya (Rudy Sutadi) yang mengada-ada. Padahal diagnosis autisme pada Abdul pada Desember 1996 dan Januari 1997 diberikan oleh Dr. Hardiono D Pusponegoro, SpA(K) yang adalah seorang neurologis anak, dan Dr. Melly Budhiman, SpKJ yang adalah seorang psikiater anak.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Saya dijebloskan oleh Lucky Aziza di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya dan kemudian Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, oleh karena fitnahan Lucky Aziza bahwa saya melakukan penganiayaan pemukulan pada dirinya pada tanggal 26 Agustus 2004 dan juga melakukan perusakan klinik saya sendiri yaitu KID-Autis JMC (Klinik Intervensi Dini Autisme, Jakarta Medical Center). Kemudian diikut sertakan juga laporannya di Polsek Menteng pada tanggal 27 Februari 2004, dengan tuduhan saya melemparkan gelas ke kakinya sehingga terjadi luka.
Padahal semua itu fitnah besar. Tanggal 26 Agustus 2004, jangankan saya (Rudy Sutadi) memukul Lucky Aziza, ’mencolek’pun tidak. Tanggal 26 Februari saya (Rudy Sutadi) tidak melempar gelas ke kaki Lucky Aziza, saya membanting gelas ke lantai yang jaraknya cukup jauh dari Lucky Aziza, yaitu sekitar 4 meter.
Lalu, bagaimana mungkin banyak saksi yang menguatkan tuduhan Lucky Aziza terhadap saya (Rudy Sutadi)?
Majelis Hakim Yang Mulia, di sidang yang telah dilakukan, terungkap kebenaran bahwa pada tanggal 26 Agustus 2004 saya (Rudy Sutadi) sama sekali tidak memukul Lucky Aziza, terungkap kebenaran bahwa sebaliknyalah bahwa Lucky Aziza dengan ditemani oleh ”bodyguards”nya yang memukuli saya (Rudy Sutadi). Kemudian para saksi melakukan kesaksian palsu, dengan sebelum dilakukan pemeriksaan di Kepolisian sudah di-briefing oleh Lucky Aziza mengenai apa-apa yang harus dikatakan, dan mendapat bayaran.
Kalau hal tersebut di atas bisa dilakukan pada saksi-saksi palsu yang nota-bene adalah orang yang sudah dewasa, bahkan ada yang sudah paruh baya, dan dalam keadaan bebas merdeka, maka tentulah hal yang sama tidaklah sulit dilakukan pada saksi-saksi palsu yang berstatus pembantu rumah tangga dan yang hingga saat ini masih bekerja pada Lucky Aziza.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Bagaimana lagi saya dapat menyakinkan Majelis Hakim Yang Mulia, bahwa saya sama sekali tidak melakukan penganiayan/pemukulan terhadap Lucky Aziza. Saya menantang dilakukannya sumpah pocong pada saya (Rudy Sutadi) dan terhadap Lucky Aziza serta para saksi-saksi palsu tersebut. Namun tidak dapat dikabulkan/dilaksanakan karena menurut penjelasan Majelis Hakim Yang Mulia, bahwa sumpah pocong tidak diatur dalam Undang-Undang.
Majelis Hakim Yang Mulia, kalau saya (Rudy Sutadi) tidak percaya kepada takdir, mungkin saya telah berharap bahwa ketika akhir dari rangkaian penganiayan oleh Lucky Aziza terhadap saya, sebelum dilerai oleh Polisi, yaitu Lucky Aziza mengambil bata celcon besar dan akan memukulkan ke kepala saya tetapi sempat ditahan oleh Heydar Bawazier, mungkin saya berharap bahwa pemukulan bata celcon besar tersebut jangan ditahan, mungkin saya berharap bahwa pemukulan bata celcon tersebut memecahkan kepala saya saja, sehingga mengakibatkan kematian bagi saya, sehingga jelaslah bahwa siapa yang menganiaya siapa. Yaitu faktanya bahwa Lucky Aziza yang melakukan penganiayaan/pemukulan terhadap saya (Rudy Sutadi).
Tapi ternyata Allah SWT menakdirkan lain. Saya melaporkan penganiayaan yang dilakukan oleh Lucky Aziza terhadap saya (Rudy Sutadi) ke Polres Jakarta Timur. Tetapi kemudian Lucky Aziza merekayasa dan melakukan fitnah serta memutar balikkan fakta dengan melaporkan ke Polda Metro Jaya bahwa dirinyalah yang dianiaya/dipukul, dengan mengajukan saksi-saksi palsu yang dibayar. Sehingga akhirnya saya ditahan di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya. Hal ini dimungkinkan juga oleh karena bantuan memo dan telpon dari seorang Irjen Pol yang adalah sepupu Lucky Aziza yang saat ini menjabat sebagai Kapolda di luar Pulau Jawa.
Sedangkan laporan saya ke Polres Jaktim akhirnya kandas di tengah jalan. Mula-mula Laporan Polisi No.Pol. 1270/K/VIII/2004/Res Jt tanggal 26 Agustus 2004 dilimpahkan oleh Polres Jakarta Timur ke Polda Metro Jaya dengan surat tertanggal 2 September 2004 dengan No.Pol. B/4757/IX/2004/Res.JT. Tetapi entah kenapa, tidak direspons semestinya oleh Polda Metro Jaya, bahkan tanpa pemberitahuan ke pelapor (Rudy Sutadi), ternyata dikembalikan ke Polres Jakarta Timur.
Tetapi anehnya, kebalikannya, Polda Metro Jaya secara pro-aktif meminta kepada Polsek Menteng agar melimpahkan laporan Lucky Aziza tanggal 27 Februari 2004 di Polsek Menteng, dengan surat tanggal 8 September 2004 No.Pol. B/7229/IX/2004/Dit Reskrimum.
Akhirnya terhadap laporan saya di Polres Jakarta Timur tersebut dilakukan/diterbitkan SP3 oleh karena karyawan-karyawan saya yang melihat bahwa sayalah yang dipukuli oleh Lucky Aziza, tidak berani memberi kesaksian oleh sebab diancam dan dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan bersama untuk tidak memberi kesaksian, terlampir. Kalau kita baca isi surat tersebut, terlihatlah bahwa yang merancang surat tersebut adalah orang yang sangat mengerti seluk beluk mengenai hukum, yang tentunya jauh di luar pengetahuan dari karyawan-karyawan saya tersebut.
Di samping itu, SP3 dikeluarkan oleh karena Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) tidak mengeluarkan Visum Et Repertum terhadap kasus penganiayaan terhadap saya, dengan alasan catatan rekam medik tidak ada, oleh karena setelah dilakukan pemeriksaan untuk Visum Et Repertum terhadap saya, Lucky Aziza datang ke RSCM menemui Kepala Instalasi Gawat Darurat yaitu Dr. Sonar Soni Panigoro, SpB yang adalah sahabatnya, dan catatan rekam medik saya kemudian diambil.
Namun sebenarnya, tanpa catatan rekam medik, seharusnya masih tetap bisa dibuatkan Visum Et Repertum, karena saat saya datang pada tanggal 26 Agustus 2004 tersebut, oleh Dr. Rofi yang melakukan pemeriksaan terhadap saya, dilakukan pemotretan dengan foto digital milik RSCM (hasil foto terlampir). Foto tersebut tidak mungkin saya rekayasa, karena asli file foto tersebut disimpan oleh Dr. Rofi, dan menurut Bapak Roy M. Suryo, pakar telematika, bisa diketahui apakah suatu foto digital asli atau telah direkayasa, seperti yang dikemukakan oleh beliau saat kasus foto Sukma Ayu mencuat.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Keretakan rumah tangga kami bukan disebabkan saya selingkuh, tetapi justru dimulai ketika timbul dugaan kuat sejak awal tahun 2002 bahwa istri saya, Lucky Aziza, selingkuh dengan supir pribadinya yang bernama Fikri Salim alias Kiki.
Dugaan tersebut timbul karena, beberapa kejadian di tahun 2002, antara lain :
1. Saya memergoki Lucky Aziza berbicara mesra dan manja pada Fikri Salim alias Kiki.
2. Suatu malam, saat Lucky Aziza dan Fikri Salim pulang ke rumah, setelah mobil diparkir di garasi, saya keluar dari ruang keluarga dengan maksud menyambut kedatangan Lucky Aziza, namun saya pergoki bahwa Lucky Aziza meninggalkan Fikri Salim dalam keadaan ngambek, seperti ngambek dengan pacarnya.
3. Suatu malam, sekitar pukul 22 lebih, saya menelpon ke RS JMC ingin bicara dengan Lucky Aziza, tetapi resepsionis menjawab bahwa Lucky Aziza sudah pulang lebih awal sekitar sebelum pukul 19. Saya mencoba menelpon HP milik Lucky Aziza, namun tidak dijawab, walaupun saya telpon berkali-kali. Saya kemudian coba telpon HP milik Fikri Salim alias Kiki, namun juga tidak dijawab, walaupun saya mencoba telpon berkali-kali. Setelah itu, saya mencoba menelpon HP mereka secara bergantian, sampai akhirnya Fikri Salim alias Kiki menjawab telpon saya dan mengatakan bahwa mereka mampir di restoran. Setelah itu telpon saya juga dijawab oleh Lucky Aziza yang mengatakan hal yang sama.
4. Kecurigaan perselingkuhan pernah saya utarakan pada istri saya, Lucky Aziza. Namun responsnya dingin saja dengan mengatakan ”coba saja buktikan”. Hal ini sangat berbeda sekali dengan perilaku Lucky Aziza yang biasanya impulsif dan eksplosif. Kalau memang tidak, pastilah Lucky Aziza telah marah besar dan meledak-ledak. Waktu itu saya katakan bahwa saya akan cari bukti.
5. Respons yang dingin juga pernah Lucky Aziza lakukan saat saya utarakan kecurigaan perselingkuhan tersebut baik saat kami berdua maupun di depan kakaknya yang bernama Naif Abdullah Bawazier. Lucky Aziza hanya berkata, masa dia main gila dengan anak muda. Saat saya katakan ”banyak kok nenek-nenek yang main dengan pria tujuh belasan” yang diiyakan oleh Naif, tetapi Lucky Aziza hanya diam saja.
6. Lucky Aziza beberapa kali memberi uang ke Fikri Salim dalam jumlah puluhan juta rupiah. Misalnya saat Fikri Salim cuti ke Menado, kota asal kelahirannya, Lucky Aziza membiayai pesawat pulang balik dan memberikan uang sebesar 20 juta rupiah. Saat saya ketahui hal tersebut, maka beberapa hari kemudian Lucky Aziza membuat surat seakan-akan Fikri Salim meminjam uang kepada Lucky Aziza.
7. Kalau Lucky Aziza membeli kemeja untuk saya, apakah di dalam negeri atau di luar negeri, pastilah tidak lupa juga membelikan kemeja untuk Fikri Salim, dengan merek yang sama, dengan harga paling tidak antara 700 ribu sampai satu setengah juta rupiah. Bedanya kalau saya kemeja lengan panjang, sedangkan untuk Fikri Salim kemeja lengan pendek.
Namun setelah itu, Lucky Aziza mencoba memojokkan saya, yaitu dengan memecat sekretaris saya yang baru dua bulan bekerja, hanya karena Lucky Aziza mendengar saya saat menerima telpon di rumah, di depan Lucky Aziza, saya berbicara dalam bahasa Inggris, padahal memang sehari-hari saya biasakan berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan dia. Alasan lain adalah karena sekretaris saya tersebut di RS JMC, berada dalam satu kamar dengan saya. Padahal kamar saya bersebelahan dengan kamar 5 orang staf saya, dan dihubungkan dengan pintu kaca polos yang selalu dalam keadaan terbuka. Alasan lainnya adalah ketika Lucky Aziza melihat sekretaris saya menggunakan baju body-fit dan celana jins saat mengikuti kegiatan pra raker sampai malam dengan beberapa orang supervisor dan staf, padahal saya sendiri tidak ikut dalam kegiatan pra raker tersebut.
Kemudian sasaran beralih kepada orangtua pasien yang beberapa kali melakukan konsultasi ke rumah saya mengenai ABA (Applied Behavior Analysis) dan Intervensi Biomedis untuk anaknya yang menderita autisme. Memang untuk konsultasi mengenai hal itu bisa menghabiskan waktu sekitar 2-3 jam lamanya, ini memang umum terjadi pada semua orangtua pasien yang berkonsultasi dengan saya. Tetapi orangtua pasien umumnya datang paling tidak bersama terapis-terapis mereka.
Memang kadang kalau konsultasi autisme hanya 1 pasien saja, saya lebih ingin menerima mereka di rumah, bukannya di klinik. Yaitu karena waktu untuk menunggu kedatangan pasien dapat saya gunakan bersama dengan anak saya yang kedua yaitu Ammar yang saat itu masih di play-group sehingga lebih banyak waktunya berada di rumah. Dan segera setelah pasien pulang, saya dapat langsung segera bertemu dengan Ammar kembali. Sedangkan kalau saya menerima di klinik, maka paling tidak saya membutuhkan waktu 2 jam untuk pulang pergi, belum lagi bila pasien tidak datang tepat pada waktunya.
Namun karena pada akhir tahun 2002 Lucky Aziza berkeberatan saya menerima konsultasi autisme di rumah, maka hal itu tidak lagi saya lakukan. Semua konsultasi autisme saya lakukan di klinik/rumah sakit.
Namun Lucky Aziza tetap berkeberatan saya menerima konsultasi salah satu orangtua. Karena saya menghargai istri saya, maka pada tanggal 29 Januari 2003, di depan istri saya, saya menelpon orangtua dimaksud dan mengatakan bahwa saya tidak akan menerima konsultasinya lagi lebih lanjut, dan saya anjurkan untuk konsultasi ke dokter lain seperti misalnya Dr. Melly Budhiman, SpKJ. Namun kemudian Lucky Aziza ikut-ikut bicara dan kemudian mengambil alih handphone dan berbicara langsung dengan orangtua tersebut, sehingga terjadi pertengkaran di antara mereka berdua.
Pada hari-hari berikut terjadi teror telpon ke rumah kami, yaitu seringnya telpon masuk pada tengah malam, namun tidak ada orang yang berbicara setelah telpon dijawab. Selain itu puluhan SMS masuk ke handphone saya, yang umumnya mengata-ngatai bentuk dan penampakan fisik istri saya. Oleh karena saya merasa terganggu, maka dengan bantuan Kepolisian RI, pada Juni 2003 dapat diketahui bahwa SMS tersebut berasal dari rumah orangtua tersebut. Saya ingin melanjutkan proses laporan saya ke Kepolisian RI, namun dicegah oleh istri saya dengan mengemukakan bahwa sesuai dengan anjuran kakaknya, supaya dilakukan cooling-down dulu, untuk baru setelah 2-3 tahun kemudian digebat dengan cara lain.
Namun setelah itu Lucky Aziza mendapat bahan caci maki baru, misalnya ”Lu bawa pelacur Cina ke rumah”, ”Lu melacur di rumah”, dan lain sebagainya. Saya sering menjadi sasaran kemarahan dia, apapun alasannya, apakah oleh sebab yang berkaitan dengan saya ataupun tidak. Seperti misalnya bila dia mempunyai persoalan dengan temannya, atau ada persoala di RSCM tempatnya bekerja, atau apapun, maka sayalah yang menjadi sasaran amukan kemarahannya.
Saya pernah menawarkan kepada dia, bila ingin cerai maka cerailah secara baik-baik, saya tidak menuntut harta, silahkan ambil semua, saya cukup nol rupiah saja. Tetapi bila ingin akur, maka akur dengan baik pula, jangan 1-2 hari akur atau 1-2 minggu akur, maka saya jadi sasaran amukan lagi.
Lucky Aziza selama itu tidak mau bercerai dengan saya karena dia kuatir setelah kami bercerai maka saya akan menikah dengan orangtua yang dia tuduh selingkuhan saya, dan dia tidak mau harta gono-gini bagian saya jatuh pada orangtua tersebut yang dia katakan sebagai pelacur Cina. Terlebih lagi, Lucky Aziza tidak rela adanya pembagian harta gono-gini. Maka mungkinkah oleh karena sebab itu dirancang suatu skenario untuk menguasai semua harta yang ada?
Majelis Hakim Yang Mulia,
Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat,
Dengan tgidak mengurangi hormat saya kepada Jaksa Penuntut Umum, walaupun saya bukan Sarjana Hukum, tetapi ijinkanlah saya membahas berbagai hal yang terdapat dalam Surat Tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.
1. Pada Dakwaan Kesatu Primer pada halaman 1 (satu), disebutkan sebanyak 2 (dua) kali bahwa terdakwa (Dr. Rudy) telah memukul saksi korban (Dr. Lucky) pada tanggal 10 Agustus 2003. hal yang sama disebutkan juga sebanyak 2 (dua) kali juga pada Dakwaan Kesatu Subsidair yang terdapat dalam halaman 3 (tiga), yaitu terdakwa (Dr. Rudy) telah memukul saksi korban (Dr. Lucky) pada tanggal 10 Agustus 2003.
Sedangkan pada bagian ”Petunjuk” pada halaman 14 (empat belas) dan pada bagian Ad.2. Unsur ”Melakukan Penganiayaan” pada halaman 19 (sembilan belas), Jaksa Penuntut Umum menyebutkan bahwa tindakan penganiayaan terjadi pada Nopember 2003.
Jadi, mana yang benar? Mana yang didakwakan? Kapan kejadiannya? 10 Agustus 2003 kah atau Nopember 2003 kah? Tentunya sangat jauh berbeda antara tanggal 10 Agustus 2003 dengan Nopember 2003.
Oleh karena itu, tuntutan Jaksa Penuntut Umum adalah salah, tidak cermat, tidak jelas, samar-samar/kabur. Sehingga berdasarkan KUHAP Pasal 143 ayat 2 (b) yang berbunyi sebagai berikut :
”2. Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi :
b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan”
Karena itu, maka dakwaan Jaksa Penuntut Umum tentunya harus batal demi hukum. Yaitu seperti yang dimaksud dalam :
a. KUHAP Pasal 143 ayat 3 yang berbunyi : Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum.
b. Yurisprudensi MA No.808 K/Pid/1984 tanggal 29 Juni 1985 :
Dakwaan tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap sehingga harus dinyatakan batal demi hukum.
c. Yurisprudensi MA No.33 K/Mil/1985 tanggal 15 Pebruari 1986 :
Karena surat dakwaan tidak dirumuskan secara lengkap dan tidak secara cermat, dakwaaan dinyatakan batal demi hukum.
d. Yurisprudensi MA No.492 K/Kr/1981 tanggal 8 Januari 1983
Pengadilan Tinggi telah tepat dengan pertimbangannya, bahwa tuduhan yang samar-samar/kabur harus dinyatakan batal demi hukum.
Oleh karena itu, saya memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia agar supaya menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum.
2. Pada Dakwaan Kesatu Primer pada halaman 2 (dua) Jaksa Penuntut Umum mengemukakan adanya hasil Visum Et Repertum No.010/VER/B/S/04 tanggal 10 Februari 2004 dari Rumah Sakit Husada.
Visum Et Repertum tersebut harus ditolak dan atau dikesampingkan dan atau tidak dapat diterima sebagai alat bukti oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan atau Majelis Hakim Yang Mulia, oleh karena :
Visum Et Repertum tersebut di atas, seperti yang tercantum di dalam surat tersebut dibuat guna ”memenuhi permintaan tertulis dari A/n Kapolsek Metro Jakarta Barat”.
Padahal locus delicti yang didakwakan adalah Jalan Sutan Syahrir No.6, Jakarta Pusat, yang bukan daerah hukum Polsek Metro Jakarta Barat, sebagaimana yang dimaksud dalam KUHAP Pasal 9.
Pada Visum Et Repertum tersebut di atas yang ditandatangani oleh Dr. Hingawati Setio, disebutkan bahwa Lucky A. datang ke Rumah Sakit Husada pada tanggal 20 November 2003 Jam 12.50.
Padahal pada Surat Keterangan Medik dari Rumah Sakit Husada dengan nomor 017/Ket-Med/XI/2003 tanggal 21 Nopember 2003 disebutkan bahwa Ny. Lucky A. datang ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Husada pada tanggal 19 Nopember 2003 Jam 14.21.
Jadi, terlihat ketidak sesuaian antara kedua tanggal tersebut. Itu berarti salah satu tidak benar, ataupun kedua-duanya tidak benar.
Oleh karena itu, patut dinyatakan bahwa keduanya mengandung cacat hukum sehingga harus ditolak dan atau dikesampingkan dan atau tidak dapat diterima sebagai barang bukti.
Pada Visum Et Repertum tersebut di atas dibuat guna ”memenuhi permintaan tertulis dari A/n Kapolsek Metro Jakarta Barat”.
Padahal locus delicti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah Jalan Sutan Syahrir No.6, Jakarta Pusat.
Sehingga karena permintaan berasal dari Polsek wilayah hukum Jakarta Barat, tentulah tempat kejadian yang disangkakan/didakwakan seharusnya berada dalam wilayah hukum Jakarta Barat, bukan Jakarta Pusat seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Oleh karena itu, berarti dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum adalah tidak jelas, tidak cermat, tidak lengkap, dan samar-samar/kabur. Sehingga harus dinyatakan batal demi hukum sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung :
a. Yurisprudensi MA No.808 K/Pid/1984 tanggal 29 Juni 1985 :
Dakwaan tidak cermat, tidak jelas, tidak lengkap sehingga harus dinyatakan batal demi hukum.
b. Yurisprudensi MA No.33 K/Mil/1985 tanggal 15 Pebruari 1986 :
Karena surat dakwaan tidak dirumuskan secara lengkap dan tidak secara cermat, dakwaaan dinyatakan batal demi hukum.
c. Yurisprudensi MA No.492 K/Kr/1981 tanggal 8 Januari 1983
Pengadilan Tinggi telah tepat dengan pertimbangannya, bahwa tuduhan yang samar-samar/kabur harus dinyatakan batal demi hukum.
Oleh karena itu, saya memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia agar supaya menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum.
Pada Visum Et Repertum tersebut di atas tidak menyatakan bahwa terjadi suatu penganiayaan. Terlebih lagi tidak menyatakan bahwa Lucky A adalah korban penganiayaan (victim), hanya mengatakan ”si sakit” (patient).
Lebih dari itu, Visum Et Repertum tersebut tidak menerangkan/menjelaskan bahwa Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS adalah tersangka pelaku penganiayaan.
Nota bene, Dr. Rudy tidak pernah dipanggil oleh Polsek wilayah hukum Jakarta Barat atau manapun untuk diperiksa/disidik sebagai tersangka atau apapun.
Jadi, bagaimana mungkin Jaksa Penuntut Umum dapat dengan semena-mena mendakwakan bahwa Dr. Rudy melakukan tindak pidana penganiayaan pada Dr. Lucky?
Ini adalah tindak kesewenang-wenangan dari aparat Jaksa Penuntut Umum yang telah menginjak-injak Hak Azazi Manusia (HAM) dari Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS.
Oleh karena itu, saya mohon demi tegaknya keadilan dan kebenaran agar Majelis Hakim Yang Mulia menyatakan bahwa dakwaan batal demi hukum dan saya dinyatakan bebas demi hukum.
Pada Surat Keterangan Medik yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Husada dengan nomor 017/Ket-Med/XI/2003 tanggal 21 Nopember 2003 tercantum bahwa Ny. Lucky A :
- Jatuh di kamar mandi
- Kasus penganiayaan / pemukulan disangkal
Jadi, berarti dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak mempunyai dasar hukum yang jelas, oleh karena itu, harus dinyatakan batal demi hukum.
Oleh karena itu, berdasarkan :
a. Berdasarkan KUHAP Pasal 160 ayat (1) huruf c : Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan mauupun yang memberatkan terdakwa yang terncatum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau Penasihat Hukum atau Penuntut Umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum sebelum dijatuhkannya putusan, Hakim Ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.
b. KUHAP Pasal 165 ayat (4) : Hakim dan Penuntut Umum atau terdakwa atau Penasihat Hukum dengan perantaraan Hakim Ketua sidang, dapat saling menghadapkan saksi untuk menguji kebenaran keterangan mereka masing-masing.
c. KUHAP Pasal 179 ayat (1) : Setiap orang yang diminta sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
d. KUHAP Pasal 180 ayat (1) : Dalam hal diperllukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang Pengadilan, Hakim Ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
e. KUHAP Pasal 185 ayat (1) : Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.
f. KUHAP Pasal 186 : Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang Pengadilan.
Maka, saya memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia untuk dihadirkan di muka sidang pengadilan untuk didengar kesaksiannya :
a. Kapolsek Metro Jakarta Barat dan atau Bapak Iptu Polisi Suwarno NIP 60030447
b. Dr. Hingawati Setio, dokter team Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Husada
c. Dr. Harris Soesilo L, Kepala Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Husada.
Juga harus dihadirkan ke sidang Pengadilan berupa asli catatan rekam medik.
3. Pada Dakwaan Kesatu Primair, pada halaman 2 (dua) yang memuat kronologis kejadian tanggal 27 Februari 2004 adalah salah secara keseluruhan, khususnya disebutkan bahwa ”terdakwa menjadi marah dan menendang perut Dr. Lucky” dan ”setelah minum air terdakwa melemparkan gelasnya ke arah kaki Dr. Lucky”.
Kronologi yang benar adalah seperti yang terlampir berikut ini. Yang sebagian besar intinya sudah tercantum dalam BAP yang dibuat pada tanggal 14 April 2004 di Polsek Menteng pada halaman 4 sampai dengan 6 BAP tersebut.
Ringkasnya, kronologi kejadian tanggal 27 Februari 2004 adalah :
- Dimulai dari cercaan, cacian, makian, dan hinaan Dr. Lucky terhadap Dr. Rudy di ruang komputer.
- Cercaan, cacian, makian, dan hinaan Dr. Lucky berlanjut di kamar tidur.
- Setelah Dr. Rudy pindah tidur ke sofa yang ada di ruang keluarga, terjadi penyerangan-penyerangan oleh Dr. Lucky. Diawali dengan perlakuan kasar oleh Dr. Lucky terhadap Dar. Rudy, yaitu menarik selimut dan bantal yang digunakan oleh Dr. Rudy, secara kasar dan tiba-tiba.
- Dilanjutkan dengan serangan membabi buta dan brutal oleh Dr. Lucky terhadap Dr. Rudy. Kemudian Dr. Lucky berusaha menikam / menusuk Dr. Rudy dengan pisau.
- Kemudian Dr. Lucky menyiram-nyiramkan air es yang ada di dalam botol minuman ke Dr. Rudy.
- Dr. Rudy berusaha menghindar, dalam perjalanan berusaha menghindar, Dr. Rudy meraih gelas yang setengahnya berisi air dan berusaha menyiram Dr. Lucky, namun tidak kena karena Dr. Lucky keburu menhindar, sehingga terdapat jarak sekitar 4 (empat) meter antara Dr. Rudy dan Dr. Lucky.
- Dr. Rudy kemudian membanting gelas ke lantai tepat di depan Dr. Rudy sampai pecah berkeping-keping. Gelas dan/atau pecahannya tidak mengenai kaki Dr. Lucky, tidak terjadi luka dan/atau perdarahan di kaki Dr. Lucky. Setelah itu terjadi saling tukar kata beberapa saat. Kemudian Dr. Rudy pergi bersembunyi di kamar mandi dan mengunci pintu kamar mandi.
- Selang sekitar 5 menitan kemudian, Dr. Lucky menggedor-gedor pintu kamar mandi, mengatakan kakinya luka berdarah kena pecahan gelas. Karena Dr. Rudyh tidak juga keluar dari kamar mandi, maka Dr. Lucky teriak-teriak ”Uuuun....., Uuuun .... !” berulang-ulang memanggil pembantu bernama Uun.
Jadi, tidak benar bahwa Dr. Rudy menendang perut Dr. Lucky. Yang benar adalah Dr. Rudy menahan serangan-serangan pukulan-pukulan Dr. Lucky. Karena saat diserang/dipukuli oleh Dr. Lucky, Dr. Rudy dalam keadaan tidur telentang di sofa, dan serangan-serangan/pukulan-pukulan Dr. Lucky datangnya berasal dari arah kaki Dr. Rudy, sehingga Dr. Rudy menahan tubuh Dr. Lucky menggunakan kedua kaki, dan sama sekali tidak menendang Dr. Lucky.
Terdakwa (Dr. Rudy) sama sekali tidak melempar gelas ke arah kaki Dr. Lucky. Yang benar adalah terdakwa membanting gelas tepat di depan kaki terdakwa sendiri.
Jadi, ternyatalah juga bahwa saksi Uun tidak berada dekat/sekitar lokasi pembantingan gelas. Jadi juga berarti bahwa saksi Uun tidak melihat bahwa Dr. Rudy menyiram dan membanting gelas, bukan minum lalu melempar gelas.
Dikaitkan dengan Visum Et Repertum No.0865/TU.FK/VR/II/2004 tanggal 14 April 2004, yaitu terdapat luka tepi tidak rata, dan disimpulkan bahwa luka tersebut diakibatkan oleh kekerasan tumpul.
Maka kalau Visum Et Repertum ini benar, berarti gelas hancur berkeping-keping saat menghantam kaki Dr. Lucky. Bila mengingat terdapat jarak sekitar 4 meter antara Dr. Rudy dan Dr. Lucky maka serharusnya luka tidak hanya 1 buah, paling tidak seharusnya juga terdapat luka di betis / tulang kering Dr. Lucky dan atau bagian kaki / tungkai.
Untuk selanjutnya, mohon dibaca pada bagian berikutnya pembelaan ini mengenai kontroversi antara Vulnus laceratum dengan Vulnus scissum.
Pertanyaannya : Lalu bagaimana mungkin luka itu dapat terjadi?
Jawabannya : Luka tersebut bukan jenis luka yang disebabkan oleh benda tumpul, tapi oleh benda tajam. Oleh karena itu, mungkin saja dilukai sendiri oleh Dr. Lucky. Jawaban ini sesuai dengan jawaban asumsi Dr. Rudy atas pertanyaan Majelis Hakim yang mendesak kemungkinan terjadinya luka.
4. Pada Dakwaan Kesatu Primair pada halaman 2 (dua) tertulis :
” Bahwa berdasarkan Visum Et Repertum No.0865 / TU.FK / VR / II / 2004, tanggal 14 April 2004 yang ditandatangani oleh Dr. Wibisana Widiatmaka, SpF (Keterangan : Sebagai dokter forensik. Tambahan : Juga ditandatangani oleh Dr. Mendy sebagai dokter pemeriksa) dengan hasil pemeriksaan :
1. Korban datang dalam keadaan sadar, dengan keadaan umum baik.
2. Pada korban ditemukan luka terbuka tepi tidak rata pada punggung kaki kiri berukuran 3 cm kali 1 cm.
3. Korban dipulangkan dalam keadaan baik.
Kesimpulan : Luka pada orang ini diakibatkan oleh kekerasan tumpul yang tidak menimbulkan penyakit/halanan dalam menjalankan pekerjaan/pencaharian”.
Perlu saya komentari, bahwa pada butir 2 dalam Visum Et Repertum tersebut terdapat kalimat ”luka terbuka tepi tidak rata” yang dalam bahasa kedokteran dikenal seebagai Vulnus laceratum, sehingg tidak heranlah bila pada kesimpulan disebutkan bahwa ”luka diakibatkan oleh kekerasan tumpul”.
Padahal, sesuai yang saya lihat saat Dr. Lucky sudah beradai di rumah, saat Dr. Lucky minta digantikan pembalut lukanya, saya lihat dengan jelas bahwa jenis lukanya bukan Vulnus laceratum tetapi Vulnus scissum, yaitu luka sayat dengan tepi rata. Luka jenis ini disebabkan oleh benda tajam, bukan oleh benda tumpul.
Pertanyaannya adalah, mengapa dokter Mendy sebagai dokter pemeriksa membuat gambaran (deskripsi) luka seperti itu dan membuat kesimpulan demikian?
Jawabannya sederhana dan keluar dari mulut dokter Lucky sendiri, yaitu Dr. Lucky mengaku kepada Dr. Mendy sebagai dokter pemeriksa bahwa luka yang ada oleh karena dilempar botol bir oleh orang mabuk. Oleh karena itu Dr. Mendy terpengaruh sehingga membuat deskripsi dan kesimpulan demikian. Sebab, seperti yang sama kita ketahui, bahwa botol bir sangatlah tebal sehingga sukar pecah. Karena terpengaruh oleh itulah maka mungkin tanpa sadar atau dengan sadar, Dr. Mendy mengikuti skenario dari Dr. Lucky.
Oleh karena itu, berdasarkan :
a. Berdasarkan KUHAP Pasal 160 ayat (1) huruf c : Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan mauupun yang memberatkan terdakwa yang terncatum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau Penasihat Hukum atau Penuntut Umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum sebelum dijatuhkannya putusan, Hakim Ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.
b. KUHAP Pasal 165 ayat (4) : Hakim dan Penuntut Umum atau terdakwa atau Penasihat Hukum dengan perantaraan Hakim Ketua sidang, dapat saling menghadapkan saksi untuk menguji kebenaran keterangan mereka masing-masing.
c. KUHAP Pasal 179 ayat (1) : Setiap orang yang diminta sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
d. KUHAP Pasal 180 ayat (1) : Dalam hal diperllukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang Pengadilan, Hakim Ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
e. KUHAP Pasal 185 ayat (1) : Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.
f. KUHAP Pasal 186 : Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang Pengadilan.
Maka saya memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia agar dihadirkan di muka sidang Pengadilan untuk didengar kesaksiannya :
1. Dokter Mendy, dokter pemeriksa di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo.
2. Dokter Wibisana Widiatmaka, SpF, NIP 140053424, dokter forensik di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo.
Selain itu, saya juga memohon agar dilakukan penyitaan terhadap asli dari catatan rekam medik dengan nomor rekam medik 282-43-66 untuk pembuktian bahwa apa yang saya kemukakan di atas adalah benar, karena di situ terdapat catatan apa-apa yang Dr. Lucky nyatakan seperti yang tersebut di atas.
5. Pada Dakwaan Kesatu Primer pada halaman 2 (dua), kronologis peristiwa tanggal 26 Agustus 2004. Yang benar adalah seperti kronologi yang saya buat pada lampiran.
Intinya / ringkasnya, itu semua adalah fitnah dan pemutarbalikan fakta yang dilakukan oleh Dr. Lucky.
Yaitu, saya yang dipukuli / dianiaya oleh Dr. Lucky yang dikawal oleh ”orang-orang”nya Dr. Lucky.
Saya melaporkan hal penganiayaan tersebut ke Polres Jakarta Timur pada jam 16.00 dan dilakukan Visum Et Repertum di RSCM, namun kemudian Dr. Lucky membuat laporan palsu / fitnahan ke Polda Metro Jaya.
Saya melaporkan penganiayaan yang dilakukan oleh Lucky Aziza terhadap saya (Rudy Sutadi) ke Polres Jakarta Timur. Tetapi kemudian Lucky Aziza merekayasa dan melakukan fitnah serta memutar balikkan fakta dengan melaporkan ke Polda Metro Jaya bahwa dirinyalah yang dianiaya/dipukul, dengan mengajukan saksi-saksi palsu yang dibayar. Sehingga akhirnya saya ditahan di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya. Hal ini dimungkinkan juga oleh karena bantuan memo dan telpon dari seorang Irjen Pol yang adalah sepupu Lucky Aziza yang saat ini menjabat sebagai Kapolda di luar Pulau Jawa.
Sedangkan laporan saya ke Polres Jaktim akhirnya kandas di tengah jalan. Mula-mula Laporan Polisi No.Pol. 1270/K/VIII/2004/Res Jt tanggal 26 Agustus 2004 dilimpahkan oleh Polres Jakarta Timur ke Polda Metro Jaya dengan surat tertanggal 2 September 2004 dengan No.Pol. B/4757/IX/2004/Res.JT. Tetapi entah kenapa, tidak direspons semestinya oleh Polda Metro Jaya, bahkan tanpa pemberitahuan ke pelapor (Rudy Sutadi), ternyata dikembalikan ke Polres Jakarta Timur.
Tetapi anehnya, kebalikannya, Polda Metro Jaya secara pro-aktif meminta kepada Polsek Menteng agar melimpahkan laporan Lucky Aziza tanggal 27 Februari 2004 di Polsek Menteng, dengan surat tanggal 8 September 2004 No.Pol. B/7229/IX/2004/Dit Reskrimum.
Akhirnya terhadap laporan saya di Polres Jakarta Timur tersebut dilakukan/diterbitkan SP3 oleh karena karyawan-karyawan saya yang melihat bahwa sayalah yang dipukuli oleh Lucky Aziza, tidak berani memberi kesaksian oleh sebab diancam dan dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan bersama untuk tidak memberi kesaksian, terlampir. Kalau kita baca isi surat tersebut, terlihatlah bahwa yang merancang surat tersebut adalah orang yang sangat mengerti seluk beluk mengenai hukum, yang tentunya jauh di luar pengetahuan dari karyawan-karyawan saya tersebut.
Di samping itu, SP3 dikeluarkan oleh karena Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) tidak mengeluarkan Visum Et Repertum terhadap kasus penganiayaan terhadap saya, dengan alasan catatan rekam medik tidak ada, oleh karena setelah dilakukan pemeriksaan untuk Visum Et Repertum terhadap saya, Lucky Aziza datang ke RSCM menemui Kepala Instalasi Gawat Darurat yaitu Dr. Sonar Soni Panigoro, SpB yang adalah sahabatnya, dan catatan rekam medik saya kemudian diambil.
Namun sebenarnya, tanpa catatan rekam medik, seharusnya masih tetap bisa dibuatkan Visum Et Repertum, karena saat saya datang pada tanggal 26 Agustus 2004 tersebut, oleh Dr. Rofi yang melakukan pemeriksaan terhadap saya, dilakukan pemotretan dengan foto digital milik RSCM (hasil foto terlampir). Foto tersebut tidak mungkin saya rekayasa, karena asli file foto tersebut disimpan oleh Dr. Rofi, dan menurut Bapak Roy M. Suryo, pakar telematika, bisa diketahui apakah suatu foto digital asli atau telah direkayasa, seperti yang dikemukakan oleh beliau saat kasus foto Sukma Ayu mencuat.
Oleh karena itu, berdasarkan :
a. KUHAP Pasal 160 ayat (1) huruf c : Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan mauupun yang memberatkan terdakwa yang terncatum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau Penasihat Hukum atau Penuntut Umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum sebelum dijatuhkannya putusan, Hakim Ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.
b. KUHAP Pasal 165 ayat (4) : Hakim dan Penuntut Umum atau terdakwa atau Penasihat Hukum dengan perantaraan Hakim Ketua sidang, dapat saling menghadapkan saksi untuk menguji kebenaran keterangan mereka masing-masing.
c. KUHAP Pasal 179 ayat (1) : Setiap orang yang diminta sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
d. KUHAP Pasal 180 ayat (1) : Dalam hal diperllukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang Pengadilan, Hakim Ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
e. KUHAP Pasal 185 ayat (1) : Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.
f. KUHAP Pasal 186 : Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang Pengadilan.
Maka saya mohon dihadirkan ke persidangan untuk didengar kesaksiannya, yaitu :
1. Petugas Kepolisian yang melakukan penyidikan terhadap saya (Dr. Rudy) di Polda Metro Jaya.
2. Petugas Polisi Wanita dari Polsek Jatinegara yang berkali-kali menahan amukan dan serangan Dr. Lucky terhadap saya (Dr. Rudy).
3. Petugas Kepolisian dari Polsek Jatinegara yang ikut bersama saya (Dr. Rudy) ke Polsek Jatinegara, yang juga menganjurkan agar saya melaporkan penganiayaan, dan kemudian juga mengantar saya (Dr. Rudy) ke Polres Jaktim.
4. Petugas Kepolisian Polres Jakarta Timur yang menerima laporan saya (Dr. Rudy).
5. Petugas Kepolisian Polres Jakarta Timur yang membuat BAP (Berita Acara Pemeriksaan) terhadap laporan saya (Dr. Rudy)
6. Petugas Kepolisian Polres Jakarta Timur yang melakukan penyidikan/pemeriksaan terhadap tersangka Dr. Lucky Aziza
7. Dr. Rofi yang merupakan dokter pemeriksa untuk Visum Et Repertum bagi saya, sekaligus yang membuat foto dengan kamera digital milik RSUPNCM.
8. Dr. Sonar Soni Panigoro yang merupakan Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUPNCM yang juga merupakan sahabat dari Dr. Lucky Aziza
9. Petugas administrasi yang menyerahkan catatan rekam medik ke Dr. Lucky Aziza.
10. Bapak Roy M. Suryo dan atau pakar telematika lainnya.
6. Pada Dakwaan Kesatu Primair pada halaman 3 (tiga), dikemukakan adanya Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Jakarta pada tanggal 26 Agustus 2004 yang ditandatangani oleh dokter Binsar Ompusunggu dengan hasil pemeriksaan : Memar pada pelipis kiri, pipi kiri dan pipi kanan, luka gores pada dagu dan lengan bahwa kanan.
Kesimpulan : Memar dan luka gores disebabkan oleh kekerasan benda tumpul dan tajam.
Selain itu, pada sidang tanggal 23 Desember 2004, Jaksa Penuntut Umum memperlihatkan dan menyerahkan kepada Majelis Hakim satu lembar print-out foto keadaan muka/wajah Dr. Lucky.
Namun terdapat berbagai keanehan / kejanggalan, yaitu :
6.1. Visum Et Repertum tersebut dibuat pada tanggal 26 Agustus 2004 jam 20.00.
Namun pada sekitar Jam 22.30 saat saya bersama Petugas Polisi dari Polres Jakarta Timur datang ke TKP Jl. Otto Iskandar Dinata Raya, bertemu dengan Dr. Lucky yang mengatakan ke Petugas Polisi dari Polres Jaktim ”Saya sudah lapor duluan ke Polda, dahi saya diketok handphone” sambil menunjuka ke dahinya sendiri.
Namun semua orang yang hadir di situ (termasuk saya) melihat bahwa wajah/muka dokter Lucky sama sekali tidak terlihat tanda/bekas kekerasan apapun. Apalagi seperti kondisi pada print-out foto yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum seperti yang tersebut di atas.
6.2 Keanehan yang disebut pada butir 1 di atas, yaitu tidak terlihat adanya kelainan atau tanda/bekas kekerasan apapun pada Dr. Lucky, diperkuat oleh saksi di bawah sumpah di sidang pengadilan pada tanggal 23 Desember 2004, yaitu :
a. Kris
”Saya melihat dari dekat, dengan jarak sekitar 2 (dua) meter bahwa wajah Dr. Lucky tidak ada masalah”.
b. John Lihamallah
”Saya tidak melihat ada luka pada Dr. Lucky, apalagi seperti yang ada di foto yang diperlihatkan”
”Saya bersama dokter Lucky sampai jam 3 pagi” (keterangan : Jam 3 pagi tanggal 27 Agustus 2004)
6.3 Pada print-out foto yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum, terlihat memar pada kedua kelopak mata kiri dan kanan Dr. Lucky.
Pada kondisi seperti itu, seharusnya akan terlihat/terjadi pembengkakan kedua kelopak mata atas dan bawah, kiri dan kanan, sehingga kedua mata Dr. Lucky akan tampak sipit, seperti yang sering kita lihat di TV pada berita mengenai pelaku tindak kriminal yang dipukuli oleh masa, atau juga petinju yang matanya bengkak. Pembengkakan kelopak mata sehingga mata terlihat sipit terjadi oleh karena jaringan kelopak mata atas maupun bawah merupakan jaringan yang longgar, sehingga cairan/darah mudah terkumpul di kelopak mata.
Kenyataannya, pada foto tersebut kedua mata/kelopak mata Dr. Lucky tampak terbuka lebar.
Oleh karena itu, patut diduga bahwa foto tersebut adalah hasil rekayasa.
Oleh karena itu, berdasarkan :
a. Berdasarkan KUHAP Pasal 160 ayat (1) huruf c : Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan mauupun yang memberatkan terdakwa yang terncatum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau Penasihat Hukum atau Penuntut Umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum sebelum dijatuhkannya putusan, Hakim Ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.
b. KUHAP Pasal 165 ayat (4) : Hakim dan Penuntut Umum atau terdakwa atau Penasihat Hukum dengan perantaraan Hakim Ketua sidang, dapat saling menghadapkan saksi untuk menguji kebenaran keterangan mereka masing-masing.
c. KUHAP Pasal 179 ayat (1) : Setiap orang yang diminta sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
d. KUHAP Pasal 180 ayat (1) : Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang Pengadilan, Hakim Ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
e. KUHAP Pasal 185 ayat (1) : Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.
f. KUHAP Pasal 186 : Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang Pengadilan.
Maka, saya memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia untuk dihadirkan di muka sidang pengadilan untuk didengar kesaksiannya :
a. Dr. Binsar Ompusunggu yang membbuat Visum Et Repertum di Rumah Sakit Jakarta tanggal 26 Agustus 2004.
b. Petugas Kepolisian dari Polres jakarta Timur yang datang ke TKP pada tanggal 26 Agustus 2004 jam 22.30, yaitu paling tidak :
- Kasat Serse Polres Jakarta Timur
- Petugas Polisi yang membuat Berita Acara Pemeriksaan atas Laporan Polisi No.Pol. 1270/K/VIII/2004/Res.Jt, yang ikut ke TKP
- Kepala / Ketua Team / Unit yang membuat Berita Acara Pemeriksaan atas Laporan Polisi No.Pol. 1270/K/VIII/2004/Res.Jt, yang ikut ke TKP
- Roy M Suryo atau pakar telematika lainnya
Di samping itu juga, mohon dilakukan penyitaan terhadap file/disket yang merupakan asli dari print-out foto yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, untuk diselidiki :
- Siapa yang membuat foto tersebut
- Kapan foto tersebut dibuat
- Di mana foto tersebut dibuat
- Dan lain sebagainya
7. Pada Dakwaan Kesatu Subsidair pada halaman 3 dan 4 Surat Tuntutan.
Uraian ini merupakan pengulangan apa-apa yang tercantum pada Dakwaan Kesatu Primair. Maka apa-apa yang saya (Dr. Rudy) kemukakan dan uraian sebelumnya untuk menanggapi / mengomentari Dakwaan Kesatu Primair berlaku pula untuk menanggapi / mengomentari Dakwaan Kesatu Subsidair.
8. Pada Dakwaan Kedua pada halaman 4 (empat) dalam Surat Tuntutan disebutkan bahwa ”selanjutnya Dr. Lucky Aziza Bawazier memanfaatkan bangunan tersebut untuk Klinik Intervensi Dini (KID) JMC, namun karena tidak ada ijin usaha maka klinik tersebut dihentikan kegiatannya sehingga bangunan tersebut tidak berfungsi”.
Hal tersebut di atas sama sekali tidak benar. Kenyataannya adalah :
a. Bangunan / Ruko dikontrak dari Bapak Naif Abdullah Bawazier yang merupakan kakak kandung dari Dr. Lucky Aziza Bawazier, yang sejak semula diniatkan/ditujukan untuk dimanfaatkan oleh Dr. Rudy Sutadi (yang adalah suami dari Dr. Lucky Aziza), sebagai Klinik Intervensi Dini Autisme Jakarta Medical Center (KID-Autis JMC), sebagaimana juga yang dikemukakan oleh Bapak Naif Abdullah Bawazier kepada pemakai bangunan sebelumnya yang adalah teman bisnis dari Bapak Naif sendiri. Dan sebagian kecil (kurang dari 5 persen dari total luas seluruh lantai bangunan/ruko 3 tingkat) digunakan untuk Klinik Medista, Praktek Dokter 24 Jam yang dikelola oleh Dr. Rudy selaku General Manager JMC Group (Jakarta Medical Center Group).
b. Sejak tahun 1999 sampai dengan 2004, Dr. Lucky hampir tidak pernah datang ke KID-Autis JMC / Klinik Medista. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun tersebut, Dr. Lucky hanya datang 2-3 kali saja, itupun sebatas pada acara buka puasa bersama atau menjemput Dr. Rudy untuk pergi ke suatu tempat.
c. Klinik tersebut di atas dikelola penuh oleh Dr. Rudy, tanpa campur tangan sedikitpun oleh Dr. Lucky
d. KID-Autis JMC mula-mula diselenggarakan di Klinik/Rumah Sakit JMC, Jalan Buncit Raya Nomor 15, Jakarta Selatan. Oleh karena terjadi peningkatan permintaan orangtua pasien untuk anak-anak mereka agar ditangani oleh KID-Autis JMC, sedangkan ruangan di Klinik/Rumah Sakit JMC terbatas, maka dipindahkan ke Jl. Otto Iskandar Dinata Raya No.82, Jakarta Timur sejak bulan Desember 1999. KID-Autis JMC tetap di bawah naungan Klinik/Rumah Sakit JMC, sehingga perijinan mengikuti perijinan Klinik / Rumah Sakit JMC. Nota bene, Dr. Rudy adalah Direktur dari Rumah Sakit JMC, seperti yang tercantum dalam Ijin Penyelenggaraan Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Kanwil Depkes DKI Jakarta.
e. Klinik Medista maupun KID-Autis JMC tetap beroperasi sejak Desember 1999, sehingga tidak benar bila dikatakan oleh Jaksa Penuntut Umum bahwa ”Klinik tersebut dihentikan kegiatannya sehingga bangunan tersebut tidak berfungsi”.
9. Pada Dakwaan Kedua pada halaman 4, seperti yang ditulis oleh Jaksa Penuntut Umum, bahwa ”sejak bulan April 2004 terdakwa menyuruh Haryanto dan beberapa kawannya untuk melakukan RENOVASI .....” Jadi yang dilakukan adalah renovasi, BUKAN perusakan.
10. Pada Dakwaan Kedua pada halaman 5.
Tidak benar bahwa Naif Abdullah Bawazier, yang adalah kakak kandung dari Dr. Lucky Aziza Bawazier berkeberatan dilakukan renovasi. Karena :
- Nota bene renovasi total pernah dilakukan pada tahun 1993
- Pada perjanjian kontrak diperkenankan untuk alih usaha, yang secara implisit juga berarti boleh dilakukan penyesuaian sesuai jenis usaha
- Sampai dengan tanggal 26 Agustus 2004 (bahkan setelah itu) terdakwa (Dr. Rudy) dan pemilik gedung/ruko (Bapak Naif) tetap terjalin komunikasi, baik melalui telpon maupun bertemu langsung. Namun Bapak Naif tidak pernah menyatakan keberatannya walupun tahu persis bahwa terdakwa sedang melakukan renovasi pada bangunan/ruko miliknya. Malah memberikan fotokopi KTP nya untuk perijinan ADSL (saluran khusus dari PT Telkom) untuk warnet.
- Walaupun kontrak dengan Dr. Lucky akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2004, Bapak Naif akan menyerahkan bangunan/ruko miliknya per 1 Januari 2005 kepada saya (Dr. Rudy / terdakwa).
11. Pada Dakwaan Kedua pada halaman 5 Surat Tuntutan, jaksa penuntut umum menuliskan ”Bahwa akibat dari perbuatan terdakwa tersebut menyebabkan ruangan yang terdapat di dalam gedung tersebut berubah serta tidak dapat dipergunakan lagi”.
Yang ingin saya (Dr. Rudy) ingin komentari adalah :
- Perubahan ruangan diijinkan oleh pemilik gedung/ruko (Bapak Naif) sesuai pada perjanjian kontrak.
- Perubahan ruangan untuk dijadikan warnet diketahui dan disetujui oleh pemilik gedung/ruko (Bapak Naif).
- Ruangan tersebut bukan ”tidak dapat dipergunakan lagi”, tetapi tetap bisa digunakan yaitu untuk warnet. Jadi, tergantung siapa yang menggunakan, dan digunakan untuk apa. Yaitu, yang menggunakan adalah saya (Dr. Rudy), dan digunakan untuk internet. Nota bene, yang dibongkar adalah sekat-sekat KID-Autis JMC (Klinik Intervensi Dini Autisme, Jakarta Medical Center) yang dibuat oleh saya (Dr. Rudy) pada renovasi tahun 1999.
12. Uraian-uraian pada Dakwaan Kedua yang merupakan pengulangan apa-apa yang tercantum pada Dakwaan Kesatu Primair, maka apa-apa yang saya (Dr. Rudy) kemukakan dan uraikan sebelumnya untuk menanggapi / mengomentari Dakwaan Kesatu Primair berlaku pula untuk menanggapi / mengomentari Dakwaan Kedua.
13. Mengenai Dakwaan Ketiga pada Surat Tuntutan.
Sidang pertama ditetapkan dan dilakukan pada tanggal 9 November 2004. Ternyata Jaksa Penuntut Umum pada sidang pertama tanggal 9 November 2004 tersebut melakukan penggantian Surat Dakwaan sebelumnya, dan pada Surat Dakwaan baru tersebut ternyata Jaksa Penuntut Umum menambah dakwaan pada Surat Dakwaan sebelumnya, yaitu yang sebelumnya hanya dua dakwaan (yaitu dakwaan pertama dan kedua), ditambah menjadi tiga dakwaan (dengan dakwaan ketiga). Sedangkan pada tanggal 8 November 2004, Penasihat Hukum saya (Dr. Rudy) memfotokopi seluruh berkas dari Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dan yang diterima oleh Penasihat Hukum saya (Dr. Rudy) adalah Surat Dakwaan yang belum dirubah/ditambah. Sehingga perubahan/penambahan Surat Dakwaan baru diberikan dan diketahui oleh Penasihat Hukum saya (Dr. Rudy) pada sidang pertama yaitu tanggal 9 November 2004.
Padahal pada KUHAP Pasal 144 ayat 1, 2, dan 3 disebutkan :
(1) Penuntut Umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum Pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya.
(2) Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai.
(3) Dalam hal Penuntut Umum mengubah surat dakwaan ia menyampaikan turunannya kepada tersangka atau Penasihat Hukum dan penyidik.
Jadi, baik Jaksa Penuntut Umum maupun Hakim telah melanggar KUHAP Pasal 144 tersebut di atas dengan menerima perubahan/penambahan Surat Dakwaan, padahal Penasihat Hukum sudah secara tegas menyatakan keberatannya. Walaupun KUHAP memang tidak secara jelas/eksplisit/tertulis menyatakan apa sanksinya bila ketentuan ini dilanggar, namun dalam Penjelasan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana disebutkan ”cukup jelas”. Sehingga tentunya mengikuti logika hukum seumumnya, yaitu dakwaan harus batal demi hukum. Karena kalau tidak, atau kalau dinyatakan/ditetapkan lain, maka akan terjadi ketidakpastian hukum.
TANGGAPAN MENGENAI KETERANGAN SAKSI-SAKSI
14. Mengenai keterangan saksi korban Dr. Lucky Aziza Bawazier
- Tidak benar bahwa terdakwa dan saksi nikah di bawah tangan. Sebelum menikah, terdakwa berdomisili di Jakarta Timur, sedangkan saksi berdomisili di Jakarta Pusat. Kemudian terdakwa menyerahkan surat-surat untuk numpang menikah di Jakarta Pusat kepada Bapak Mahdi Saleh yang adalah karyawan kepercayaan saksi, sesuai perintah saksi yaitu agar supaya Bapak Mahdi Saleh mengurus pernikahan terdakwa dan saksi. Kalau kemudian saksi menyatakan bahwa akte nikah tidak terdaftar di KUA, itu adalah hal lain yang juga belum jelas diketahui kebenarannya.
- Tidak benar bahwa ketika saksi mengandung 3 (tiga) bulan, terjadi perubahan tabiat terdakwa. Yang benar adalah kelakuan saksi yang memang sebelumnya pemarah dan pemaki, kemudian menjadi-jadi dengan juga antara lain berulang kali mengancam menggugurkan kandungannya. Tidak benar bahwa terdakwa sering memarahi dan membentak-bentak serta memukuli saksi.
- Adalah fitnah dan tidak benar bahwa pada tahun 2001 terdakwa selingkuh dengan wanita Cina. Apalagi dikatakan bahwa pernah kepergok, tidak dijelaskan/ diuraikan/diterangkan apa yang dimaksud dengan kepergok. Apalagi dikatakan kepergok dari sms terdakwa. Sms apa bunyinya, tidak dijelaskan/diuraikan/ diterangkan. Apalagi dikatakan diberitahu oleh tetangga. Tidak dijelaskan/ diuraikan/diterangkan tetangga siapa/yang mana yang dimaksud, dan apa yang dikatakan. Juga tidak dijelaskan/diuraikan/diterangkan apa yang dikatakan oleh pembantu-pembantu rumah tangga. Maka hal ini merupakan fitnah dari saksi dan fitnah dari jaksa penuntut umum.
- Tidak benar bahwa dalam tahun 2002 terdakwa menghancurkan dan/atau melempar sesuatupun ke kepala saksi korban. Tentunya hal itu akan menimbulkan cedera yang jelas/serius kalau memang hal itu terjadi.
- Tidak benar bahwa tahun 2003 saksi korban mulai dipukuli. Apalagi dikatakan akibat adanya pihak ketiga, apalagi dikatakan yang hampir tiap hari datang, apalagi bahkan dikatakan 4-5 jam. Jaksa mengemukakan bahwa pada November 2003 saksi diinjak-injak oleh terdakwa dengan bukti Visum Et Repertum No. 010/ VER / B / S / 04 tanggal 10 Februari 2004 dari Rumah Sakit Husada yang ditandatangani oleh Dr. Hingawati Setio. Mengenai cacat hukum dari Visum Et Repertum, mohon sudilah majelis hakim melihat dan memperhatikan uraian saya pada nomor dua pada halaman 13. Ditambah lagi
- Tidak benar bahwa pada tanggal 27 Februari 2004 terdakwa menendang saksi korban. Yang benar adalah saksi korban memukuli terdakwa saat terdakwa berbaring telentang, oleh karena itu terdakwa menahan tubuh saksi korban dengan kedua kaki terdakwa. Tidak ada luka memar di bagian perut saksi, karena Visum Et Repertum No.0865 / TU.FK / VR / II / 2004 tanggal 14 April 2004 yang ditandatangani oleh Dr. Wibisana Widiatmaka, SpF, sama sekali tidak menyebutkan hal itu.
- Tidak benar bahwa pada tanggal 27 Februari 2004 saksi korban dilempar gelas oleh terdakwa kemudian mengenai mata kaki saksi korban sebelah kiri. Yang benar adalah terdakwa membanting gelas sehingga pecah berkeping-keping persis di depan terdakwa, sedangkan jarak antara terdakwa dengan saksi korban adalah sekitar 4 (empat) meter seperti juga diakui oleh saksi korban. Dengan jarak 4 (empat) meter tersebut, bila gelas langsung dilempar oleh terdakwa ke kaki saksi dan gelas kemudian pecah berkeping-keping di punggung kaki saksi korban, maka tentulah luka yang ditimbulkan tidak hanya luka tunggal, tentulah ada luka-luka lain, minimal ada luka-luka lain berupa titik-titik luka yang terdapat di punggung kaki saksi korban dan/atau di bagian tulang kering saksi korban karena masih ada sisa gaya gerak (momentum). Atau bila luka ditimbulkan karena pecahan gelas yang meluncur ke arah saksi korban, maka yang luka tentulah bagian tulang kering saksi korban. Saat sidang, majelis hakim mendesak saya untuk menerangkan kenapa terjadi luka pada punggung ibu jari kiri kaki saksi korban, maka atas seijin majelis hakim, terdakwa memperkirakan bahwa saksi korban sendiri yang menggoreskan pecahan gelas pada kakinya, karena terdakwa sama sekali tidak melempar gelas ke saksi korban, terdakwa membanting gelas tepat di depan terdakwa dan berjarak 4 (empat) meter dari saksi korban, dan antara saksi korban dengan terdakwa sempat bertukar kata beberapa menit, pada saat itu tidak ada luka/darah/perdarahan di kaki saksi korban, barulah setelah terdakwa meninggalkan saksi korban dan terdakwa berada lebih dari 5 menit di kamar mandi, barulah saksi korban menggedor-gedor pintu kamar mandi sambil mengatakan kakinya luka kena beling. Mohon dilihat lagi keterangan saya pada halaman 17 dan 18 sebelum ini.
15.
Jumat, 03 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar