Jumat, 03 Juli 2009
Pledooi (Pembelaan) Perkara Ketiga
Jakarta, 4 Februari 2008.
Kepada :
Yth. Majelis Hakim,
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
Jakarta.
Pledooi Perkara Pidana
No.Reg.Perk.-PDM-1105/JKTSL/06/2007
Assalamualaikum Wr.Wb.,
Segala puji bagi ALLAH, kepada-NYA kita memberikan sanjungan, memohon pertolongan dan ampunan. Kepada-NYA pula kita senantiasa berlindung dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberikan petunjuk oleh-NYA, maka tidak akan ada seorangpun yang sanggup menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh-NYA, maka tidak ada seorangpun yang sanggup memberikan petunjuk kepadanya. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang sebenarnya melainkan hanya ALLAH semata, yang tiada sekutu bagi-NYA. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-NYA. ALLAH Ta’ala berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan fitnah/cobaan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan lalu mereka tidak bertobat, maka mereka akan mendapat azab Jahanam dan mereka akan mendapat azab (neraka) yang membakar. (QS 85:10)
Alhamdulillah, berkat rahmat ALLAH SWT kita masih diberikan nikmat sehat dan tetap dilimpahkan nikmat iman serta Islam. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, juga keluarganya dan para sahabat serta pengikutnya sampai akhir zaman. Amin.
Majelis Hakim Yang Terhormat,
Terimakasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya sebagai terdakwa untuk mengajukan Pledooi / Pembelaan, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Pledooi yang dibuat oleh Penasehat Hukum saya.
Untuk memudahkan kronologis kejadian yang sebenarnya dan juga bukti-bukti serta fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, mohon sudilah untuk melihat pada bagan aliran dana pada halaman 2.
- Pada akhir tahun 2002, Saksi Pelapor / Dr. Lucky Aziza Bawazier, SpPD-KGH, yang waktu itu adalah isteri saya, meminta saya untuk membuka rekening di ABN Amro. Dia katakan hanya sebagai formalitas syarat pendirian PT Jakarta Medika, yang akan digunakan hanya untuk memenuhi formalitas syarat permohonan ijin tetap RS JMC (Rumah Sakit Jakarta Medical Center), yaitu rumah sakit milik kami berdua.
- (Bagian [A]) Oleh karena itu, saya kemudian melakukan transfer dari rekening saya di Citibank (Bukti T1 dan T1a terlampir).
- (Bagian [B]) Kemudian saya membuka rekening di ABN Amro Cabang Pondok Indah atas nama Dr. Rudy or Dr. Lucky, dan dinamakan Jakarta Medika. Jadi ini merupakan rekening pribadi, dan bukannya rekening perusahaan, seperti juga yang diterangkan di persidangan oleh Saksi Teti dari bank tersebut, dan juga dibenarkan oleh Saksi Samsudin di persidangan.
- Pada bulan Januari atau Februari tahun 2003, Dr. Lucky mengatakan bahwa uang yang ada di ABN Amro sudah bisa diambil lagi, karena pendirian PT telah selesai dan ijin RS JMC telah keluar. Hal ini perlu ditekankan oleh Dr. Lucky, karena kami pernah lupa terhadap satu rekening di ABN Amro juga, yang sebelumnya digunakan untuk berpartisipasi dalam pelelangan terhadap asset BPPN di Balai Lelang Royal milik adiknya. Dan kami baru ingat setelah menemukan buku cek rekening yang bersangkutan. Ini juga sama artinya bahwa Dr. Lucky menyuruh saya mengambil kembali uang tersebut.
- Pada bulan April 2003 terjadi percekcokan rumah tangga antara saya dengan Dr. Lucky (yaitu oleh sebab persoalan yang berpangkal dari hal yang tidak perlu saya kemukakan di sini karena merupakan aib dari Dr. Lucky). Kemudian Dr. Lucky menutupi semua rekening-rekening bersama kami, serta mengalihkan seluruh dana yang ada ke dalam rekening pribadinya. Juga menutupi semua kartu-kartu kredit milik kami. Bahkan Dr. Lucky juga berhasil membobol rekening tabungan di BNI 46 yang hanya atas nama saya saja, yang mana telah dilaporkan oleh Kuasa Hukum saya ke Polda Metro Jaya dan Mabes Polri (Bukti T18 dan T19 terlampir).
- Oleh karena itu saya butuh pegangan, sehingga saya melakukan transfer uang saya yang ada di ABN Amro tersebut di atas (yaitu rekening yang dibuka atas nama Dr. Rudy or Dr. Lucky, yang dinamakan Jakarta Medika. Jadi ini merupakan rekening pribadi, bukan rekening perusahaan, sehingga tidak diperlukan ijin siapapun untuk memindahkan dana yang ada, juga tidak perlu dilaporkan atau dipertanggung jawabkan kepada siapapun). Yang nota-bene juga pernah disuruh oleh Dr. Lucky seperti disebutkan di atas.
- (Bagian [C]) Sejumlah Rp.10 juta (Rp.5 juta + Rp.5 juta) ditransfer ke rekening Dr. Lucky di Bank ABN-Amro, sebagaimana yang dikatakan di persidangan oleh saksi Teti dari Bank ABN-Amro dengan melihat print-out yang terdapat pada Bukti T2, T3 (terlampir).
- (Bagian [D]) Sedangkan yang ditransfer ke rekening saya di Bank ABN-Amro, yaitu sebesar Rp.241 juta (Rp.5 juta + Rp.236 juta), sebagaimana yang dikatakan di persidangan oleh Saksi Teti dari Bank ABN-Amro dengan melihat print-out yang terdapat pada Bukti T4 dan T5 (terlampir). Jadi bukan Rp.251 juta sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum.
- Sekitar 2 (dua) bulan kemudian percekcokan kami mereda, dan Dr. Lucky mengatakan agar saya menghabiskan uang yang ada pada saya, untuk kemudian Dr. Lucky akan mengembalikan keuangan seperti semula.
- (Bagian [G]) Karena itu Dr. Lucky meminta dibelikan mobil Nissan Terrano Kings Road senilai Rp.258 juta, yang saya bayarkan sebesar Rp.253 juta (karena dikurangi Rp.5 juta yaitu uang muka yang telah dibayarkan oleh Dr. Lucky). Sebagaimana dikatakan dan dibenarkan di persidangan oleh saksi Ria dari PT Indomobil, serta Bukti T9, T12, T13, T14, T15 (terlampir).
- (Bagian [H]) Dan juga atas permintaan Dr. Lucky, saya bayarkan untuk aksesoris mobil tersebut senilai Rp.14 juta + Rp.32 ribu, sebagaimana dikatakan dan dibenarkan di persidangan oleh saksi Ria dari PT Indomobil, serta Bukti T10, T11, T13 (terlampir).
- (Bagian [i]) Dan juga atas permintaan Dr. Lucky, saya bayarkan untuk hadiah ulang tahunnya berupa pembelian TV Plasma senilai Rp.48,8 juta (Bukti T16, T17 terlampir).
- (Bagian [F]) Untuk pembayaran itu semua, saya gunakan uang yang berasal dari rekening saya di Bank ABN-Amro (yang berasal dari rekening yang dibuka atas nama Dr. Rudy or Dr. Lucky dan dinamakan PT Jakarta Medika, seperti yang disebutkan di bagian [B] dan [D] di atas). Yang kemudian saya transfer ke rekening saya di Bank Citibank. Hal ini perlu saya lakukan oleh karena uang saya yang ada di Bank Citibank tidak mencukupi untuk membayar hal-hal tersebut di atas, sedangkan rekening saya yang di Bank ABN-Amro adalah rekening tabungan yang tidak bisa membuat giro atau check untuk melakukan pembayaran. (Bukti T7 dan T8 terlampir).
- (Bagian [E]) Selain itu, juga atas permintaan Dr. Lucky, saya mentransfer sebesar Rp.100 juta ke rekening pribadinya (Bukti T6, T8 terlampir).
- Jadi total uang yang masuk kembali ke Dr. Lucky adalah sebesar Rp.425,8 juta + Rp.32 ribu. Sedangkan yang didakwakan kepada saya adalah jauh lebih kecil dari itu, yaitu Rp.251 juta. Jadi, seluruh uang sudah kembali ke Dr. Lucky, bahkan dengan jumlah jauh lebih banyak.
Yang Terhormat Majelis Hakim,
Tentang PT Jakarta Medika, ini adalah perusahaan FIKTIF karena hanya ada di atas kertas saja, yang dibuat hanya sebagai formalitas untuk mendapatkan ijin Rumah Sakit JMC yang adalah milik saya (Dr. Rudy) dan istri saya waktu itu (Dr. Lucky / Saksi Pelapor). Sedangkan nama-nama yang tercantum dalam Akte Pendirian PT Jakarta Medika, hanya sekedar dipinjam saja, tidak benar-benar sebagai pemegang saham, atau direksi, atau komisaris.
Secara de jure, PT Jakarta Medika mungkin bisa dikatakan ada (walaupun masih harus dibuktikan benar tidak adanya), tetapi de facto sama sekali tidak ada, sama sekali tidak ada aktifitasnya. Banyak hal bisa dikemukakan untuk memperlihatkan hal tersebut, yaitu sebagai berikut :
- Sama sekali tidak pernah ada : Penyetoran saham, Rapat Direksi, Rapat komisaris, RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), Laporan Tahunan, Laporan Keuangan, Pembagian Dividen, pembayaran pajak, dan lain-lain sebagaimana ditentukan dalam Akte Pendirian PT Jakarta Medika, maupun Undang-undang Perseroan Terbatas. Untuk lebih jelasnya, sebagaimana saya uraikan berikut di bawah ini.
- Sama sekali tidak ada setoran modal/saham dari siapapun. Uang yang disetorkan ke ABN-Amro Cabang Pondok Indah, adalah uang saya (Bukti T1 dan T1a terlampir). Saya sama sekali tidak pernah menerima uang dari siapapun sebagai setoran modal/saham.
- Sama sekali tidak ada peralihan asset dari Yayasan Jakarta Medika (yang digunakan untuk pengurusan ijin sebelumnya dari RS JMC) ke PT Jakarta Medika. Baik Yayasan Jakarta Medika maupun PT Jakarta Medika, keduanya dibuat hanya sekedar untuk memenuhi formalitas perijinan, keduanya hanya sebatas di atas kertas saja.
- Pada Pasal 6 Akte Pendirian PT Jakarta Medika, disebutkan bahwa:
“Surat saham dan surat kolektip saham harus ditandatangani oleh Direksi”.
Sedangkan saya yang dicantumkan dalam akte seolah-olah sebagai Direktur Utama, tidak pernah menandatangani surat saham dalam bentuk apapun. Sampai saat ini, tidak ada surat saham apapun yang saya tandatangani, karena memang tidak ada setoran saham dan nama yang dicantumkan sebagai pemegang saham hanya sekedar dipinjam saja.
- Pada Pasal 10 Ayat 4 Akte Pendirian PT Jakarta Medika, disebutkan bahwa:
“Para anggota Direksi dapat diberi gaji dan/atau tunjangan yang jumlahnya ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham dan wewenang tersebut oleh Rapat Umum Pemegang Saham dapat dilimpahkan kepada Komisaris”.
Hal ini bertentangan dengan keterangan Dr. Lucky / Saksi Pelapor dalam BAP tanggal 30 Nopember 2006, jawaban nomor 4, yaitu:
“Bahwa Dr. Rudy Sutadi menentukan sendiri setiap bulannya besarnya uang bulanannya untuk dia yang bervariasi”.
Yaitu atas pertanyaan penyidik:
“Apakah saudara tahu selama Dr. Rudy Sutadi menjabat sebagai Direktur Utama PT Jakarta Medika mendapat gaji atau upah, berapa setiap bulannya, bagaimana cara pembayaran gaji tesebut?”.
Padahal, saya tidak pernah mendapat gaji dari siapapun, karena 40 klinik dan 1 rumah sakit, yaitu RS JMC (Jakarta Medical Center), merupakan usaha bersama saya dengan istri saya waktu itu (Dr. Lucky / Saksi Pelapor). Jadi semua penghasilan klinik dan rumah sakit merupakan penghasilan saya bersama istri saya waktu itu (Dr. Lucky / Saksi Pelapor). Tidak ada yang memberi gaji, tidak ada yang diberi gaji. Hal ini sekaligus untuk mengkoreksi pernyataan Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya pada halaman 9, tentang gaji. Yaitu saya tidak pernah menyatakan seperti apa yang Jaksa Penuntut Umum tulis.
- Baik Saksi Pelapor (Dr. Lucky) maupun Saksi Lina (adik kandung Dr. Lucky, yang dipinjam/dicantumkan namanya sebagai Komisaris), mengatakan pemberhentian saya (Dr. Rudy / Terdakwa), tidak pernah diberitahukan kepada saya.
Hal ini bertentangan dengan Pasal 14 Ayat 5 Akte Pendirian PT Jakarta Medika, yaitu:
“Pemberhentian itu harus diberitahukan kepada yang bersangkutan, disertai alasannya”.
Pasal tersebut di atas sejalan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas Pasal 91 dan Pasal 92.
Pasal 91 UU No.1 Th.1995 tentang Perseroan Terbatas:
(1) Anggota Direksi dapat sewaktu-waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.
(2) Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.
(3) Dengan keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka kedudukannya sebagai anggota Direksi berakhir.
Pasal 92 UU No.1 Th.1995 tentang Perseroan Terbatas:
(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh RUPS atau Komisaris dengan menyebutkan alasannya.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada Direksi yang bersangkutan.
(3) Anggota Direksi yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berwenang melakukan tugasnya.
(4) Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus diadakan RUPS.
(5) Dalam RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) anggota Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(6) RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian sementara tersebut atau memberhentikan anggota Direksi yang bersangkutan.
(7) Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari tidak diadakan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), pemberhentian sementara tersebut batal.
Jelaslah terlihat keanehan bila kita menilik Akte Pendirian PT Jakarta Medika pada Pasal 14 Ayat 5, serta UU PT Pasal 91 dan 92 tersebut di atas, yaitu :
o Bertentangan dengan Pasal 91 Ayat (2) tersebut di atas, tidak pernah ada pemanggilan kepada saya, apalagi untuk diberi kesempatan membela diri.
o Pada Akte Pernyataan Keputusan Rapat Nomor 22 Tanggal 25 Agustus 2004 yang merujuk pada Notulen Rapat RUPSLB Tanggal 25 Juni 2003, dinyatakan dalam butir nomor 1, yaitu:
“Memberhentikan dengan hormat terhitung dari tanggal 26 Juni tahun 2003, Tuan Dokter Rudy Sutadi, …..dst. sebagai Direktur Utama”.
Pada Akte tersebut, sangatlah aneh akan kata-kata “Memberhentikan dengan hormat … dst.” Masakan saya diberhentikan dengan hormat kalau memang telah melakukan penggelapan?
Pada Akte tersebut, dikatakan bahwa saya diberhentikan terhitung dari tanggal 26 Juni 2003. Padahal sampai dengan April 2004, saya tetap menjalankan aktivitas manajerial dan kendali di RS JMC seperti biasa. (Barulah April 2004 saya meninggalkan Dr. Lucky sebagai isteri karena tidak tahan lagi terhadap percekcokan-percekcokan yang terjadi, oleh sebab persoalan yang berpangkal dari hal yang tidak perlu saya kemukakan di sini karena merupakan aib dari Dr. Lucky).
Hal ini bertentangan dengan Pasal 92 ayat (3) tersebut di atas. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Ini bisa terjadi oleh karena memang PT Jakarta Medika adalah PT fiktif, yang dibuat hanya sekedar memenuhi persyaratan perijinan RS JMC. Dan sungguh aneh RUPSLB yang dikatakan tanggal 26 Juni 2003, baru diaktekan notaris setelah 1 tahun 2 bulan kemudian (!?), yaitu pada tanggal 25 Agustus 2004.
Bertentangan dengan UU dan Akte PT, saya tidak pernah dipanggil ke RUPS/RUPSLB untuk diberi kesempatan membela diri, dan juga tidak pernah ada pemberitahuan lisan apalagi tertulis. Sekali lagi, ini bisa terjadi karena PT Jakarta Medika adalah fiktif saja, hanya ada di atas kertas saja.
- Tidak pernah ada Pembukuan dan Laporan Tahunan yang dibuat oleh PT Jakarta Medika.
Hal ini bertentangan dengan Akte Pendirian pada Pasal 16 ayat 1 dan ayat 2, yang juga diatur dalam UU Perseroan Terbatas Pasal 56.
Bahkan Dr. Lucky / Saksi Pelapor (yang katanya Pemegang Saham, kemudian juga menjadi Komisaris) tidak tahu menahu tentang Laporan Tahunan. Yang notabene harusnya diadakan tiap tahun (kalau ini PT beneran, bukan PT fiktif), jadi paling tidak seharusnya sudah ada 5 (lima) kali kalau memang PT Jakarta Medika itu memang benar-benar ada. Tapi, ya itulah, sekali lagi PT Jakarta Medika hanya ada di atas kertas saja.
Di persidangan Dr. Lucky / Saksi Pelapor mengatakan ada pada Saksi Samsudin, sedangkan Saksi Samsudin di persidangan mengatakan tidak tahu menahu tentang itu.
Pasal 16 Akte Pendirian PT Jakarta Medika:
1. - Tahun buku Perseroan berjalan dari tanggal 1 (satu) Januari sampai dengan tanggal 31 (tigapuluh satu) Desember.
- Pada akhir bulan Desember tiap tahun, buku “Perseroan” ditutup. Untuk pertama kalinya buku “Perseroan” dimulai pada dari Akta Pendirian ini dan ditutup pada tanggal tigapuluh satu Desember tahun duaribu tiga.
2. - Dalam waktu paling lambat 5 (lima) bulan setelah buku “Perseroan” ditutup, Direksi menyusun Laporan Tahunan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang ditanda-tangani oleh semua anggota Direksi dan Komisaris untuk diajukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham tahunan.
- Laporan tahunan tersebut harus sudah disediakan di kantor “Perseroan paling lambat 14 (empatbelas) hari sebelum tanggal Rapat Umum Pemegang Saham tahunan diselenggarakan, agar dapat diperiksa oleh para Pemegang Saham.
Pasal 56 UU Perseroan Terbatas:
Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku perseroan ditutup, Direksi menyusun Laporan Tahunan untuk diajukan kepada RUPS, yang memuat sekurang-kurangnya:
a. Perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut;
b. Neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalam satu grup, di samping neraca dari masing-masing perseroan tersebut;
c. Laporan mengenai keadaan dan jalannya perseroan serta hasil yang telah dicapai;
d. Kegiatan utama perseroan dan perubahan selama tahun buku;
e. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan perseroan; nama anggota Direksi dan Komisaris; dan
f. Gaji dan tunjuangan lain bagi anggota Direksi dan Komisaris.
- Tidak pernah ada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan yang diadakan oleh PT Jakarta Medika. Hal ini bertentangan dengan Akte Pendirian pada Pasal 18, dan UU Perseroan Terbatas Pasal 65.
Bahkan Dr. Lucky / Saksi Pelapor tidak tahu menahu tentang Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan ini, yang notabene harusnya diadakan tiap tahun, jadi paling tidak seharusnya sudah ada 5 (lima) kali kalau memang PT Jakarta Medika itu memang benar-benar ada. Padahal katanya Dr. Lucky / Saksi Pelapor adalah Pemegang Saham, yang kemudian juga menjadi Komisaris. Tapi, ya itulah, sekali lagi PT Jakarta Medika hanya ada di atas kertas saja.
Pasal 18 Akte Pendirian PT Jakarta Medika:
1. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan diselenggarakan tiap tahun, paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku “Perseroan” ditutup.
2. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan:
a. Direksi mengajukan perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut untuk mendapat pengesahan rapat.
b. Direksi mengajukan laporan tahunan mengenai keadaan dan jalannya “Perseroan”, hasil yang telah dicapai, perkiraan mengenai perkembangan “Perseroan” di masa yang akan datang, kegiatan utama “Perseroan” dan perubahannya selama tahun buku serta rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan “Perseroan” untuk mendapatkan persetujuan rapat.
c. Diputuskan penggunaan laba “Perseroan”
d. Dapat diputuskan hal-hal lain yang telah diajukan dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Anggaran Dasar.
3. Pengesahan perhitungan tahunan oleh Rapat Umum Pemegang Saham tahunan, berarti memberikan pelunasan dan pembebasan tanggung jawab sepenuhnya kepada para anggota Direksi dan Komisaris atas pengurusan dan pengawasan yang telah dijalankan selama tahun buku yang lalu, sejauh tindakan tersebut tercermin dalam perhitungan tahunan.
4. Apabila Direksi atau Komisaris lalai untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham tahunan pada waktu yang telah ditentukan, maka pemegang saham berhak memanggil sendiri Rapat Umum Pemegang Saham tahunan atas biaya perseroan setelah mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan “Perseroan”.
Pasal 65 UU Perseroan Terbatas:
(1) RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya.
(2) RUPS tahunan diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku.
(3) Dalam RUPS tahunan harus diajukan semua dokumen perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.
(4) RUPS lainnya dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan.
- Tidak ada permintaan tertulis maupun pemanggilan untuk mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang katanya diadakan pada tanggal 25 Juni 2003. Padahal ketentuan dalam Akte Pendirian PT Jakarta Medika pada Pasal 19 Ayat 2, yaitu:
Pasal 19 Ayat 2 Akte Pendirian PT Jakarta Medika:
- Direksi atau Komisaris wajib memanggil dan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa atas permintaan tertulis dari 1 (satu) Pemegang Saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah.
- Permintaan tertulis tersebut harus disampaikan secara tercatat dengan menyebutkan hal-hal yang hendak dibicarakan disertai alasannya.
- Tidak pernah ada pembagian dividen pada PT Jakarta Medika, padahal ini diatur pada Pasal 23 Akte Pendirian PT Jakarta Medika serta pada Pasal 61 UU Perseroan Terbatas. Dan, nota-bene, penghasilan bersih RS JMC jumlahnya belasan milyar rupiah setiap tahunnya. Sebagai contoh, penghasilan bersih bulan Maret 2004 lebih dari 700 juta rupiah (tepatnya Rp.774.381.089,-) (Bukti T20 terlampir). Untuk lengkapnya, bukti pemasukan terdapat pada compact disc yang saya sertakan (Bukti T21 terlampir). Penghasilan sebesar itu tidak pernah dicatatkan sebagai penghasilan dari PT Jakarta Medika dan tidak ada pembayaran pajak dari PT Jakarta Medika. Sekali lagi, ini membuktikan bahwa PT Jakarta Medika ini hanya fiktif saja, hanya ada di atas kertas saja.
Yang Terhormat Majelis Hakim,
Apa-apa yang saya kemukakan tersebut di atas tentang PT Jakarta Medika, bukan dalam hal saya menggugat hak-hak saya di PT Jakarta Medika, tetapi untuk membuktikan bahwa PT Jakarta Medika adalah FIKTIF, tidak benar-benar ada, hanya ada di atas kertas saja. PT Jakarta Medika dibentuk semata-mata hanya untuk memenuhi formalitas perijinan RS JMC, yang adalah milik saya dan Dr. Lucky / Saksi Pelapor, yang waktu itu adalah sebagai suami-istri. Nama-nama yang dicantumkan hanya sekedar dipinjam saja, tidak sungguh-sungguh sebagai pemegang saham, direksi ataupun komisaris. Tidak ada penyetoran saham oleh orang yang namanya dipinjam/dicantumkan sebagai pemegang saham, yang ada adalah uang saya yang disetorkan ke ABN-Amro, dengan membuka rekening atas nama Dr. Rudy (saya) dan Dr. Lucky (istri saya / Saksi Pelapor) dan dinamakan Jakarta Medika. Jadi ini merupakan rekening pribadi/perorangan dan bukan rekening perusahaan, seperti juga yang disampaikan di persidangan oleh Saksi Teti dari ABN-Amro. Jadi, pengambilan atau pentransferan uang oleh saya tidak perlu meminta ijin siapapun, dan tidak perlu melaporkan kepada siapapun, dan tidak perlu dipertanggung jawabkan kepada siapapun.
Yang Terhormat Majelis Hakim,
Jaksa Penuntut Umum tidak berhasil mendatangkan Saksi Nabil Bawazier, yang merupakan Saksi yang telah di-BAP, yang katanya adalah Pemegang Saham dan kemudian juga menjadi Direktur Utama. Alasan yang dikemukakan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah Saksi Nabil telah pindah alamat ke Batam (dikatakan oleh JPU ibu Manik Ara, SH, pada sidang sebelumnya, tetapi oleh Jaksa Penuntut Umum bapak Nana Muljana, SH, dikatakan ke Pekanbaru), dan tidak diketahui alamatnya saat ini.
Majelis Hakim Yang Terhormat, sungguh tidak masuk akal alasan yang dikemukakan oleh Jaksa Penuntut Umum, karena:
- Saksi Nabil Bawazier adalah kakak kandung dari Saksi Pelapor (Dr. Lucky Aziza Bawazier), dan tidak dalam keadaan buron. Sehingga tidak mungkinlah tidak diketahui sama sekali keberadaan dari kakak kandungnya sendiri.
- Saksi Nabil Bawazier disebutkan sebagai Pemegang Saham, kemudian juga menjadi Direktur Utama. Jadi, PT Jakarta Medika tidak mempunyai Direktur Utama? Karena tidak diketahui rimbanya? Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa memang PT Jakarta Medika hanyalah fiktif saja, hanya ada di atas kertas, dan bahwa Saksi Nabil bukanlah Direktur Utama PT Jakarta Medika. Tambahan lagi, saudara Suyadi Karyadi yang dicantumkan sebagai Direktur dalam Akte Pendirian PT Jakarta Medika, ternyata sejak tahun 2006 sudah tidak lagi bekerja di RS JMC ataupun di bawah Saksi Pelapor / Dr. Lucky. Jadi saat ini PT Jakarta Medika tidak mempunyai Direktur/Direksi?!
Majelis Hakim Yang Terhormat, fakta yang sebenarnya adalah:
- Saksi Nabil Bawazier dipanggil sesuai dengan alamat yang ada di BAP sesuai dengan KTPnya, yaitu Jl. Pekojan No.9, RT 003 RW 01, Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Bogor. Padahal alamat tersebut adalah alamat mertuanya.
- Ternyata Saksi Nabil Bawazier bertempat tinggal di Jl. Kuwung-Kuwung No.4, Villa Duta, Bogor 16143. Dan sehari-hari Saksi Nabil pulang-pergi ke tempat usahanya yaitu Toko Buku Medina di Jl. Jendral Sudirman, Bogor.
- Jadi, Saksi Nabil masih berada di Bogor dan berusaha di Bogor. Hal ini dikatakan dan dibenarkan oleh 2 (dua) orang saudara dari Saksi Nabil (juga saudara dari Saksi Pelapor, karena mereka adalah kakak beradik).
- Jadi, sangatlah tidak beralasan bahwa Jaksa Penuntut Umum gagal mendatangkan Saksi Nabil bila tidak ada suatu hal yang disembunyikan.
- Ternyata, menurut kedua orang saudara tersebut, saksi Nabil Bawazier menolak permintaan Dr. Lucky Aziza Bawazier (Saksi Pelapor) untuk memberikan kesaksian di persidangan di bawah sumpah, oleh karena dia bukan sungguh-sungguh pemegang saham, dia hanya dipinjam namanya untuk memenuhi syarat formal pendirian PT Jakarta Medika. Dan Jaksa Penuntut Umum tahu benar akan fakta ini.
Untuk Saksi Nabil Bawazier, bekas kakak ipar saya, teriring salam dari saya, karena engkau berani menentang rekayasa, menentang kezholiman dari adikmu Lucky Aziza Bawazier. Namun alangkah akan mulyanya amalmu di sisi ALLAH SWT, bilamana engkau bersedia menyuarakan kebenaran tersebut di pengadilan ini, untuk mencegah/membantu agar supaya adikmu (Saksi Pelapor / Dr. Lucky Aziza Bawazier) tidak semakin terperosok dalam berbuat zholim kepada diriku. Sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad SAW, yaitu “Katakanlah kebenaran, walau itu pahit”. Sedangkan ALLAH SWT berfirman :
Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena ALLAH, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka ALLAH lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah ALLAH Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan. (QS 04:135)
PERMOHONAN
Yang Terhormat Majelis Hakim,
Demikianlah sedikit yang bisa saya sampaikan, berdasar fakta-fakta dan bukti-bukti serta hal-hal yang terungkap dalam persidangan, yang juga dikuatkan oleh para saksi.
Dari berbagai hal yang telah diuraikan di atas, maka jelaslah sebenarnya, bahwa saya tidak bersalah. Ini semua pada dasarnya adalah percekcokan rumah tangga, yang kemudian dicarikan celah-celah hukum untuk direkayasa oleh Dr. Lucky (Saksi Pelapor, yang saat itu adalah isteri saya) untuk tujuan tertentu, dengan konspirasi bersama berbagai pihak. Justru saya adalah korban!
Oleh karena itu, saya mohon dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan.
Sebab yang saya lakukan adalah mentransfer uang milik saya sendiri sebesar Rp.241 juta, yang ada di rekening yang dibuka atas nama saya (Dr. Rudy) dan istri saya waktu itu (Dr. Lucky / Saksi Pelapor) dengan dinamakan Jakarta Medika (jadi merupakan rekening perorangan, bukan rekening perusahaan, seperti yang juga dikatakan di persidangan oleh Saksi Teti dari ABN-Amro).
Bahkan kemudian atas permintaan Dr. Lucky sendiri, uang tersebut seluruhnya kembali ke Dr. Lucky (Saksi Pelapor), berupa :
1.) transfer ke rekeningnya, dan
2.) dibelikan mobil dan aksesorisnya atas namanya, serta
3.) TV Plasma sebagai hadiah ulang tahunnya;
Dengan total sebesar 425,8 juta + Rp.32 ribu, yang jauh lebih besar dari yang didakwakan (Rp.251 juta) ataupun yang saya transfer (Rp.241 juta). Jadi, kalau bicara tentang kerugian, justru sayalah pihak yang dirugikan.
Sangat ironis sekali bila saya harus dihukum oleh karena saya (atas suruhan Saksi Pelapor) mentransfer uang saya sendiri dari rekening saya, tetapi oleh Jaksa Penuntut Umum uang itu dijadikan seolah-olah milik perusahaan (yang nota-bene adalah perusahaan fiktif sebagaimana diterangkan tersebut di atas).
Insya ALLAH, Majelis Hakim Yang Terhormat diberi hidayah/petunjuk dari ALLAH SWT, sehingga Majelis Hakim Yang Terhormat dapat memberi putusan dengan adil sesuai kebenaran, semata-mata hanya karena ALLAH Yang Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengetahui yang dzohir (tampak) maupun yang bathin (tersembunyi). Amin.
Namun kalau saya tetap dihukum padahal saya tidak bersalah, maka saya berlindung pada ALLAH SWT, Yang Maha Adil dan Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Semoga mereka semua yang menzholimi saya diberi hidayah dan ampunan oleh ALLAH SWT, Yang Maha Pemaaf dan Yang Maha Penerima Taubat. Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Jakarta, 4 Februari 2008.
Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS
( Terdakwa )
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar